63

2K 76 6
                                        

Kalo lagi rajin nulis dua hari bisa nulis 5-6 capter...tapi kalo otak lagi mumet dan gak bisa di kompromi mau satu minggu pun males banget nulis.

ENJOY

Ara menatap sendu kedepan. Matanya memerah menahan tangis. Pegangan tangan pada tangga mengerat menahan gejolah emosi di dada. Dua minggu telah terlewati semenjak ia di madu dan pemandangan ini yang ia dapatkan setiap hari. Pemandangan menyakitkan saan Sania melayani Reyhan. Membantu menyiapkan segala keperluan suaminya itu dengan sesekali curi-curi pandang dengan rasa kagum. Yah tidak di pungkiri Reyhan memanglah tampan. Bisa memikat siapa pun pada pandangan pertama.

Rasanya sangat malas bangun di pagi hari karena pemandangan menyakitkan ini yang ia dapatkan.

Apa ia sanggup bertahan sampai tua nanti. Apa dia bisa rela berbagi saat ada kemungkinan nanti mereka saling jatuh cinta.

Ara melangkah ke meja makan dengan gontai. Tadi sehabis memasak di bantu Sania ia langsung naik ke kamarnya untuk mandi. Membuat Reyhan yang telah bangun dan selesai mandi di layani oleh Sania. Tidak ada yang salah sebenarnya, toh mereka suami istri. Yang salah mungkin hatinya yang tidak rela.

"Ah kamu sudah selesai. Ayo makan bersama" Ara tersenyum kaku lalu menarik kursi di sebelah Reyhan. Di sebrangnya duduk Sania yang sekarang tengah mengambilkan makan untuknya.

"Tidak perlu biar aku saja. Kamu makanlah. Bayimu butuh nutrisi juga" Sania mengangguk beralih mengisi piringnya sendiri.

Mungkin bagi pria lain pemandangan dua istri yang terlihat harmonis di pagi hari adalah pemandangan yang indah. Tapi tidak bagi Reyhan. Ia memberenggut sebal karena ia ingin yang melayaninya adalah Ara bukan malah wanita itu. Dia juga tidak suka ada kehadiran orang lain di keluarga kecilnya.

Salah sendiri dirinya ceroboh. Batinya merutuki dirinya sendiri.

Dia semakin kesal saja saat ia menyuapkan makanan ke dalam mulutnya merasakan masakanya yang terasa aneh di lidahnya. Ini lidahnya yang salah, moodnya yang sedang tidak bagus atau masakanya yang benar-benar janggal.

Dengan tidak nafsu ia melanjutkan makan. Ia tau yang memasak masakan ini adalah Ara tapi karena mungkin campur tangan Sania jadi terasa berbeda, dan dari itu pula ia ingin menghargai hasil karya istrinya itu. Maksudnya Ara. Dia belum terbiasa dengan statusnya yang memiliki dua istri ini.

Dan mungkin tidak akan pernah. Karena yang selalu ada di matanya adalah Ara, selalu Ara dan hanya Ara. Sania seolah mahluk tak kasat mata yang tidak penting.

"Oh iya Rey, bisa tidak kamu menemaniku periksa kandungan siang ini. Aku tidak belum pernah memeriksakanya" ujar Sania sungkan.

"Tidak aku sibuk" wanita berambut coklat itu mengangguk-ngangguk kecil mencoba memahami walau pun terlihat sekali kecewa.

"Temani saja dia Rey"

"Enggak, aku gak mau"

"Diakan..."

"Aku menikahinya hanya karenamu. Aku tidak ada kewajiban dan tidak mau untuk melakukanya" Reyhan meletakan sendoknya secara kasar. Deritan kursi terdengar keras ketika Reyhan beranjak pergi dengan marah. Moodnya benar-benar hancur.

Menikahi wanita itu bukanlah keinginanya. Dan kenapa ia harus terus di paksa untuk melakukan hal yang menyebalkan seperti itu. Mungkin kalau Ara yang hamil ia tidak masalah.

Ara menghela napas ketika suaminya hilang di undakan tangga sana. Ia menatap Sania memohon pengertian.

"Maafin dia ya. Dia memang kadang kekanakan kalau lagi ngambek"

"Gak papa aku ngerti kok"

"Aku yang menemanimu cek kandungan bagaimana? Sekalian aku juga mau menjenguk mommy" Sania tersenyum senang.

My Crazy 'BoyFriend'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang