Hari berganti minggu.
Tidak terasa sudah sekitar dua minggu lebih ia di sini. Bersembunyi di rumah Malik.
Sampai saat ini belum ada tanda-tanda Reyhan menemukanya. Dan semoga saja tidak pernah. Ia ingin bebas dan mencari kebahagianya sendiri.
Ia rasa hidupnya jauh lebih baik tanpa ada pria di dalamnya. Tapi ya tidak mungkin selamanya ia sendiri. Ada saatnya ia butuh sandaran juga perlindungan dari seorang pria. Ia hanya butuh pria yang tepat.
Krauk krauk krauk
Suara keripik di kunyah beberapa kali terdengar dari ruang keluarga. Beberapa bungku snack yang isinya telah raib tercecer di atas meja. Botol yougert juga es krim juga terlihat menumpuk di sana. Ada beberapa cake juga es buah yang tinggal setengah.
Thalia yang melihat menantunya begitu lahap hanya geleng-geleng juga terkekeh geli.
Ara, wanita itu pagi ini tengah menonton televisi di temani seabreg cemilan. Padalah wanita itu baru saja selesai sarapan tapi sudah merasa lapar lagi. Mulutnya gatal ingin terus mengunyah. Mungkin efek hujan besar di luar membuat ia terus merasa ingin makan. Padalah perusnya terasa kencang karena kenyang.
"Ckckck gak ada kenyangnya yah. Baru aja sarapan padahal" Ara menoleh ke arah sumber suara. Ia hanya cengengesan melihat Malik.
"Maaf makanan kamu di kulkas abis, nanti aku ganti" matanya tidak sengaja melihat ulahnya di atas meja. Ia gelagapan membereskan semua bungkus-bungkus makanan itu.
"Aku akan beresin ini, tenang aja" Malik tersenyum geli akan kepanikan itu. Ia duduk di samping Ara.
"Udahlah santai aja. Aku seneng kamu bisa nyaman di sini. Anggap aja rumah sendiri" ya memang sih sejak pertama kali bertemu sikap Ara itu kaku menjurus ke canggung. Sudah lama tidak bertemu dan terakhir bertemu juga meninggalkan kesan tidak baik.
Masih dengan kunyahanya Ara melipat-lipat bungkusan-bungkusan itu menjadi satu ke dalam satu plastik. Setelah selesai ia kemudian menegakan duduknya seperti semula. Menyandar santai dengan tangan yang mengambil snack dari bungkusnya.
Malik terkekeh geli. Tanganya mengusap sekitar bibi Ara yang terkena remahan.
Mata hitam itu mengerjap menatap Malik dengan mata bulatnya. Pria itu benar-benar di buat gemas oleh tingkahnya itu.
"Makanya santai kali Ra. Gak ada yang mau rebut juga" Ara nyengir kuda.
Entahlah perasaanya atau Ara memang terlihat lebih konyol akhir-akhir ini. Selalu bersikap kekanakan juga manja. Tapi walau pun begitu ia lebih menggemaskan di matanya.
"Kamu tidak bekerja?" Tanya Ara yang heran melihat pria itu berpakaian santai.
"Hari ini libur" dahi Ara mengernyit. Ini bukan hari libur, bukan juga tanggal merah.
"Ah kamu meliburkan dirikan. Ini bukan hari libur"
"Apa salahnya. Aku bosnya gak kerja sehari gak akan bikin aku bangkrut. Jadi kamu gak usah kawatir kalau mau jadi istriku. Hartaku gak akan habis sampai 100 keturunan" Ara mendengus tapi tak ayal tertawa juga.
"Kaya aku mau aja menikah denganmu" tangan Malik dengan cepatnya meraup snack Ara dari bungkusan menyebabkan rengekan Ara terdengar. Malik hanya terkekeh saja dengan mulut sibuk mengunyah.
"Tentu saja kenapa tidak, toh ketampananku tiada tara. Aku punya gen tampan yang super dasyat. Jadi tidak perlu khawatir anak kita pasti akan lucu-lucu nanti"
"Ck apa-apaan. Apa hubunganya coba"
"Ada dong" Malik menggeser tubuhnya sehingga menghadap Ara. Mimiknya di buat seserius mungkin yang malah membuat Ara ingin tertawa.
"Nih aku mau kasi tau kamu kalo mencari suami itu tidak harus kaya tapi harus ganteng. Percuma kaya tapi Buriq yang ada malah ngerusak keturunan. Harta bisa di cari tapi keturunan gak bisa di perbaiki" kok Ara tidak paham ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy 'BoyFriend'
Chick-Lit⚠WARNING⚠ ADA BEBERAPA CAPTER MENGANDUNG KONTEN DEWASA 18+ 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA Gende:Chicklit Jangan pernah berharap pergi atau lari dariku. Atau aku tidak akan segan menghukumu, dengan hukuman yang lebih berat di setiap kau mencoba lar...