Reyhan tertawa hambar mendengar permintaan tidak masuk akal istrinya.
Ara ingin ia menikahi wanita itu. Tidak sudi. Sampai kapan pun ia tidak akan sudi menduakan Ara. Ia tidak ingin menyakiti Ara.
"Tidak. Aku sudah bilang tidak akan menikahinya" ujar Reyhan tegas "aku tidak akan dan tidak mau menduakanmu"
"Kalau begitu ceraikan aku"
Jedar
Reyhan tiba-tiba tidak bisa bernapas normal mendengarnya. Dadanya bergemuruh, berdetak dengan cepat. Ia menatap Ara yang menatap kosong kesegala arah dengan tidak habis pikir.
Kalau seperti ini apa bedanya menikahi wanita sialan itu. Menikahinya atau tidak pun ia akan kehilanganya. Dengan menikahi wanita itu Ara mungkin bersamanya tapi mungkin hatinya sudah tidak lagi untuknya. Dan kalau ia tidak menikahinya bukan hanya raganya tapi hatinya pun juga tidak bisa ia jangkau. Ia akan sama-sama merasa kehilangan.
"Kamu gila" Reyhan menggeram marah "sampai kapan pun aku tidak akan menceraikanmu" pria itu menatap tajam Ara. Menceraikan wanita yang ia cintai ini adalah hal terakhir yang akan ia lakukan bahkan sama sekali tidak ada di pikiranya.
"Kalau begitu aku yang akan menceraikanmu" Ara menatap Reyhan tanpa ekspresi. Tidak ada senyuman, tidak ada tangisan dan juga tidak ada emosi. "Aku bisa menceraikanmu tanpa persetujuanmu dengan alasan perselingkuhan dan pengajuanku akan di setujui"
Reyhan sekarang sudah benar-benar frustasi. Ia menyugar rambutnya juga mengusap wajahnya yang sayu. Kakinya melangkah mendekati sang istri yang tengah duduk di tepi ranjang.
Ia berjongkok menyamakan tingginya dengan Ara. Tangan besarnya menggenggam tangan Ara yang halus. Di ciumnya punggung tanganya dengan sayang. Ia meminta pengertian. Berpisah dari Ara adalah mimpi buruk baginya.
Tanpa di sadari satu tetes air mata bergulir dan jatuh di punggung tangan Ara. Ia menangis tersedu.
"Jangan seperti ini aku mohon" Ara memalingkan wajah. Tidak tega melihat Reyhan yang tampak kacau dan menyedihkan. "Aku mohon jangan pergi. Jangan tinggalin aku. Aku mencintaimu. Sangat"
"Kalau begitu kamu tidak ada pilihan lain selain menikahinya" setelah mengatakan sederet kalimat itu Ara berlalu pergi keluar kamar. Meninggalkan Reyhan yang meraung frustasi. Pria itu menghancurkan segala barang-barang yang ada di jangkauanya. Kamarnya hancur berantakan. Suara pecahan keramik menggema di kamar itu bahkan sampai keluar.
Reyhan terduduk di lantai dengan meremas rambutnya putus asa.
Ia tidak ingin kehilangan Ara tapi ia juga tidak ingin menikahi wanita sialan itu.
Tidak berbeda halnya dengan Ara. Wanita itu berdiri di balik pintu kamar dengan membekap mulutnya sendiri menahan tangis. Bisa ia dengar raungan putus asa juga barang-barang terbanting dari dalam kamarnya.
Hatinya juga sama sakitnya. Ia juga sama kacaunya. Tapi ia punya alasan melakukan ini. Anak itu, anak itu tidak boleh merasakan rasa sakit di tinggalkan oleh seorang ayah. Walau pun ia tidak sepenuhnya rela tapi Ara harus berlapang dada menerima kenyataan. Dan Reyhan juga harus bertanggung jawab atas kesalahanya.
***
Sepuluh hari kemudian.
Sania telah resmi menjadi istri seorang Reyhan Rahardika sejak pagi tadi. Acara di adakan di rumahnya. Hanya ada penghulu, wali hakim- karena wanita itu hanya memiliki seorang ibu yang sudah lama meninggal sementara ayahnya entah ada di mana juga seorang pria yang Ara ketahui sebagai pengacara Reyhan. Sementara Thalia masih di rumah sakit. Wanita paruh baya itu hanya syok saja tapi Thalia memilih tetap di rumah sakit saja. Dia tidak siap melihat drama rumah tangga anaknya.
Tidak ada acara meriah karena memang ini bukanlah pernikahan pada umumnya.
Tiga hari setelah pembicaraan antara Reyhan dan Ara itu akhirnya dia memutuskan untuk secara terpaksa menikahi Sania. Kalau bukan karena ucapan Ara waktu itu yang mengancam akan mengajukan perceraian dan juga sikapnya yang berubah dingin sekali padanya mana mau dia menikahi Sania.
Setelah mengurus berbagai dokumen yang begitu membingungkan dan ribet akhirnya hari ini mereka menikah juga.
"Kenapa kamu di sini?" Tanya Ara yang heran melihat suaminya yang malah membaringkan diri di ranjangnya.
"Inikan kamarku"
"Kamu seharusnya tidur dengan Sania"
"Aku gak mau" bantah Reyhan cepat. Malas sekali dia harus seranjang dengan wanita menyebalkan itu. Kalau bukan karenanya mungkin sekarang hubungan ia dan Ara masih baik-baik aja. Pasti sekarang mereka sedang memadu kasih.
"Tapi sekarang dia istrimu Rey"
"Istriku cuman satu, kamu"
"Tapi kamu gak bisa membantah kalau dia istrimu sekarang Rey. Suka tidak suka"
"Kenapa kamu ngotot banget pengen aku tidur denganya sih. Segitunya kamu gak mau tidur sama aku. Kamu jijik sekarang sama aku?"
"Bukan gitu Rey..."
"Terus kenapa? Aku udah turutin kemauan kamu. Tapi aku gak mau turutin kemauan kamu yang satu ini. Aku memang menikah denganya tapi bagiku kamu masih tetap yang utama" Ara bungkam. Hatinya menghangat mendengar perhataan manis Reyhan. Baiklah biarlah malam ini ia egois. Lagi pula hati dan raganya terlalu lelah untuk berdebat.
Ara akhirnya memposisikan diri tidur di sebelah Reyhan. Pria itu tentu saja senang istrinya tidak lagi berdebat. Reyhan mendekatkan diri, memeluk tubuh kecil Ara. Ia mengecup kening Ara sayang.
"Maaf memberikanmu pernikahan seperti ini. Aku...aku tidak tau harus menebus kesalahanku seperti apa. Aku..aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf" hati Ara terenyuh melihat Reyhan yang menangis meminta maaf darinya. Ia mendekap suaminya erat, sama-sama menumpahkan tangisanya di sana.
Malam ini mereka menangis merayapi hubungan mereka yang kacau. Meratapi kesalahan yang telah mereka buat.
****
Tbc
Part terpendek sih.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy 'BoyFriend'
ChickLit⚠WARNING⚠ ADA BEBERAPA CAPTER MENGANDUNG KONTEN DEWASA 18+ 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA Gende:Chicklit Jangan pernah berharap pergi atau lari dariku. Atau aku tidak akan segan menghukumu, dengan hukuman yang lebih berat di setiap kau mencoba lar...