74

2.3K 126 11
                                    

Yang bisa perempuan itu lakukan hanya meringkuk di sudut ruangan dengan menyedihkan. Air mata sudah tak terhitung seberapa banyak ia mengeluarkanya malam ini tapi pria itu bahkan tidak iba sama sekali padanya.

Luka yang baru saja ia dapat begitu perih juga ngilu. Bahkan luka lama pun belum sembuh sama sekali. Pria itu, pria itu dengan tega memcambukinya, menjambaknya, menamparnya tanpa belaskasihan.

Lebih sadisnya lagi pria itu menyiraminya air garam yang tentu menambah ras perih di lukanya. Bahkan...bahkan pria itu tega menyuruh lima orang bodyguardnya untuk menggilirnya bergantian. Menyetubuhinya dengan kasar tanpa henti sepanjang malam. Bukan hanya tubuhnya yang terluka tapi juga hatinya yang harus menerima setiap cacian kotor juga jijik dari bodyguard-bodyguard itu.

Hatinya terlampau sakit. Dirinya merasa tidak punya harga diri lagi. Ah bukankah ia bekerja sebagai pelacur. Sejak lama pun ia sudah tidak punya harga diri. Ia menertawakan dirinya sendiri.

Hidupnya begitu menyedihkan. Tuhan menciptakanya seolah tanpa kebahagiaan. Lahir tanpa ayah. Di cap anak haram karena hadir di luar nikah. Ibunya, satu-satunya orang yang peduli padanya pergi meninggalkanya sendirian. Ia tidak punya siapa-siapa lagi sekarang.

Ah tidak. Ada dua mahluk kecil yang tumbuh di dalam rahimnya. Kedua mahluk yang memang tidak ia harapkan kehadiranya tapi mampu membuatnya lebih semangat melawan pria itu. Pria yang sebenarnya ayah dari mahluk-mahluk di dalam perutnya. Pria yang seharusnya menjaga mereka.

Mata hitamnya menatap perutnya yang sedikit membuncit, tanganya mengelusnya sayang. Ia berharap anak-anaknya tetap kuat serta sehat di dalam sana. Tetap menemaninya sampai akhir. Tekatnya untuk menjaga mereka begitu bulat. Ia tidak ingin menjadi sosok seperti ayahnya yang abai terhadap darah dagingnya. Ia mengerti dan begitu merasakan rasa sakit yang teramat sakit ketika tau bahwa kehadiranya tidak di harapkan. Dirinya tidak ingin anak-anaknya seperti itu. Walau pun pria yang seharusnya menjadi ayah mereka tidak mengharapkanya bahkan berniat membunuhnya ia akan tetap bertahan.

"Menyedihkan sekali" Sania mengangkat kepalanya, menatap seseorang itu dengan nyalang. Api amarah kentara di matanya.

"Kau terlihat begitu menyayangi bayi itu"

"Apa mau mu?"

"Andai kau mengikuti perintahku, kau pasti tidak akan berakhir seperti ini, dan bayi-bayimu pasti tumbuh baik sampai lahir ke dunia, menemanimu yang kesepian ini" Reyhan berjongkok di depan Sania tanpa menghiraukan pertanyaanya juga tatapan nyalang wanita itu. Di tangan kananya terselip sebuah rokok yang menyala menimbulkan asap-asap kecil di udara.

Yah memang sejak masalah yang seolah tak berakhir membuat ia melampiaskan semuanya pada rokok juga alkohol. Ia tau Ara tidak suka. Tapi selama wanita itu tidak tau tidak menjadi masalahkan. Dan sepertinya tidak masalah juga kalau Ara tau, itu juga terdengar bahus. Ara akan mengomeli juga memarahinya. Bukankah marah pertanda sayang. Ia ingin Ara perhatian lagi padanya. Mengomelinya dan mengingatkanya tentang hal-hal kecil. Ia rindu.

Di hisapkanya batang nikotin itu dengan perlahan lalu menghembuskan asapnya tepat pada wajah Sania sampai ia terbatuk-batuk.

"Kalau begitu lepaskan aku. Dan aku janji tidak akan mengganggumu lagi" Reyhan terkekeh sinis.

"Tentu saja tidak semudah itu" Reyhan berdiri menjulang di hadapan Sania dengan penuh intimidasi.

"Hah karena kau bersikap baik aku akan memberimu makan. Jadi nikmatilah makananmu" dengan sekali gerakan seorang bodyguard yang ada di dalam ruangan itu mengerti dan langsung melaksanakan perintahnya.

Senampan nasi beserta lauk pauknya juga segelas air putih tersaji di hadapan Sania. Tanpa ingin membuang waktu lagi ia memakanya dengan lahap. Ia mungkin tidak tau kapan ia akan di beri makan lagi. Entah dua hari lagi, tiga hari lagi, atau tidak akan pernah. Untuk sekarang yang ia pikirkan adalah nutrisi bagi bayinya.

...

Kaki Reyhan melangkah membawanya memasuki kamar yang familiar baginya. Kamarnya dengan Ara.

Niat hati ingin memamerkan keurakanya pada Ara dan mendapatkan omelan darinya tapi ternyata wanita itu tengah tidur dengan tangan yang masih di rantai. Ia memang sengaja tidak mengganti bajunya yang berbau asap rokok juga alkohol semata agar mendapatkan sedikit perhatian istrinya. Ya Ara memang terlihat menjaga jarak tapi tetap saja sering tidak tahan saat ia tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Wanita itu masih tetap melaksanakan tugasnya dengan baik dan Reyhan bersyukur tentang itu.

Reyhan mendekat, duduk di tepi kasur memerhatikan wajah istrinya. Tanganya terulur mengelus pipi Ara.

Pipi itu lebih tirus dari sebelumnya, kantong matanya samar-samar mulai nampak menghitam, bibirnya kering juga kulitnya yang memucat.

Reyhan menghela nafas. Apa yang telah ia lakukan pada istrinya. Wanita itu jelas nampak sekali stress.

Apa yang harus ia lakukan. Melepaskanya tentu saja sulit baginya. Mengekang dan mengurungnya seperti burung juga ia tidak tega. Ia ingin Ara di sini, di sisinya dengan suka rela tanpa paksaan.

"Ngghhh" tangan yang mengelus pipi Ara spontan berhenti saat wanita itu melengkuh terganggu tapi tak lama kemudian kembali tertidur lagi.

Kekehan kecil keluar dari mulut Reyhan. Istrinya ini memang selalu menggemaskan di setiap saat.

Di rebahkanya tubuhnya di samping Ara dengan tanganya yang menjadi bantalanya. Memeluk pinggang wanita itu dengan posessive.

Dari jarak sedekat ini ia bisa melihat mata istrinya yang sembab dari remang-remang cahaya bulan. Ada jejak air mata di sana.

Tanganya mengambil lengan Ara yang terantai. Suara gemerincing kecil terdengar di sunyinya malam. Di sana terlihat jelas lebam biru juga goresan kemerahan yang di duga karena berusaha melepaskanya dengan paksa.

Menghela nafas kasar. Ia mengecup puncak kepalanya berulang kali.

Bukan ini yang ia inginkan. Ia tidak bermaksud menyakiti istrinya itu.

Tapi mau bagaimana lagi. Cara baik-baik nyatanya tidak mampu membuat Ara tetap di sampingnya.

***

Tbc

Terpendek

My Crazy 'BoyFriend'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang