[33 hari sebelum penangkapan Gavin Ariwibawa di Resor Rasa Ater]
Pada hari kerja, mal Pacific Place yang terletak di daerah Jakarta Selatan tidak begitu ramai dikunjungi. Namun, banyak karyawan yang bekerja di sekitar sana sengaja berkunjung ke mal tersebut saat jam kerja bila mereka sedang suntuk. Beberapa karyawan Diamond juga terlihat mengunjungi mal ini saat sore, misalnya Karen dan Silas yang merupakan anggota divisi Product.
"Duh, kasihan gunpla gw ditinggalin di meja kantor...," keluh Silas yang berdiri di belakang Karen saat mereka berada di atas eskalator menuju lantai lima mal.
"Ya ampun, Silas Gendut. Gunpla lu gak akan tiba-tiba hilang dimakan sama anak-anak lain lah. Lagipula, jarang-jarang kita bisa jalan-jalan ke sini. Bulan-bulan kemarin kita sibuk banget buat persiapan relaunching DiaShop," Karen mengelus dadanya sesaat.
"Dimakan? Lu gak lupa kan kalau gunpla itu istilah buat Gundam-Gundam gw di meja? Apa lu keingatnya gulali kapas yang bisa dibeli di kafetaria lantai satu kantor?"
"... Iya, pokoknya itulah," Karen memalingkan mukanya sambil mengernyitkan dahinya.
Ia segera melangkahkan kakinya dari eskalator begitu tiba di lantai lima, disusul Silas yang terkikih pelan.
Mereka berdua berjalan masuk menuju salah satu gerai makanan cepat saji bernama Wendah's yang saat itu tidak begitu ramai oleh pengunjung. Setelah memesan es krim dan minuman ringan lain, keduanya duduk di meja kosong yang tidak berdekatan dengan tamu-tamu lain yang sedang makan.
"Jadi, mana si Tommy?" celetuk Silas sambil mulai menyantap es krim stroberi yang dipesannya.
"Udah mau sampe sih- Eh, tuh orangnya," Karen menunjuk ke arah Tommy yang baru saja melewati pintu masuk Wendah's.
Novel Superpower ditulis oleh Alexander Blue.
Setelah memesan makanan ringan juga, ia duduk bersama Karen dan Silas. Sebelum berbicara, ia menyisir rambutnya terlebih dahulu dengan tangan. Penampilannya tampak rapih semi-formal dengan kemeja lengan panjang karena sebentar lagi ia akan pergi untuk meeting dengan salah satu rekan bisnis Diamond.
"Thanks ya sudah mau repot-repot ketemu di sini. Setidaknya, di sini jauh lebih aman daripada kita bertemu di kantor," ucap Tommy memulai pembicaraan.
"Yah, tidak apa-apa. Ini juga sekalian break dulu dari kerjaan. Lu tahu sendiri kan sibuknya persiapan relaunching DiaShop kayak apa. Apalagi jabatan Product Manager-nya sempat kosong beberapa lama...," Karen menyeruput minuman coklatnya.
"Well, setidaknya so far masih lancar yah untuk hari H di bulan depan. Gimana si Ryan yang jadi bos baru kalian? Dibandingin sama Mike, lebih enak mana?"
Karen tidak menjawab. Sementara itu, Silas melahap habis es krim miliknya sebelum membuka mulutnya.
"Kalau sama gw sih, kurang seru. Dia lumayan buta soal dunia perwibuan soalnya. Tapi overall, dia lumayan baik lah ke kita semua."
"Oh, lumayan donk," Tommy tersenyum.
"Ya, dia sedikit lebih galak dari bos Mike sih, sama lebih jaga jarak sama kita. Mungkin karena pusing juga yah dia harus ngurusin dua produk sekaligus, DiaShop dan DiaSend. Duh, gw jadi kangen sama bos Mike...."
"Hmm, I see. Kalian memang sudah nempelnya sama si Mike ya. Tahu gak, gw dan dia kadang makan berdua di sini lho pas jam makan siang. Biasanya sih buat ngegosipin si Big Bear yang sekarang sudah di balik jeruji besi. Haha," ucap Tommy sambil tertawa kecil.
"Tommy, ini kita di sini jadinya cuman buat nostalgia atau ada hal penting lain untuk dibicarakan?" tanya Karen dengan sedikit sewot.
"... Oh, ya. Sori sori," balas Tommy sambil menggaruk ringan lehernya.
Tommy meminta maaf karena tidak bermaksud membuat mereka teringat lagi akan kenangan baik Mike. Ia sendiri sebenarnya tidak keberatan bernostalgia, namun memang tidak semua orang suka jika diingatkan kembali atas kenangan orang dekat yang sudah meninggal.
"Tom, meninggalnya bos Mike dan Anggi tuh masih menjadi luka yang dalam lho buat sebagian orang, terutama di divisi Product," celetuk Silas sambil melipat tangannya.
"Yap. Gw juga terus terang masih merasa kehilangan sampai sekarang... Well, sori lagi ya Ren dan Silas," tukas Tommy sambil menunduk sedikit.
"Gak apa. Maaf juga kalau mood gw terlihat kurang baik. Persiapan pernikahan gw juga lumayan menguras mental soalnya," jawab Karen sambil tersenyum tipis.
"Yah udah. Daripada pada sori-sorian, mending lu beliin es krim lagi Tom buat gw," ujar Silas sambil menyodorkan kerucut es krim kosong miliknya.
Karen menggulingkan mata sedangkan Tommy menatap lama kerucut tersebut sambil menghela nafas panjang. Ia hanya menyodorkan kentang goreng yang dipesannya kepada Silas dan mempersilahkan untuk mengambilnya sedikit.
"Oke. Jadi begini," ucap Tommy yang mulai terlihat serius, "Sejak Pak Gavin double merangkap kepala divisi Business Development dan juga Product, CEO kita semakin mengandalkan dirinya. Ini berbahaya, karena pengaruh dia menjadi semakin besar di perusahaan ini."
"Iyah sih. Tapi, so far beliau tidak terlihat berbahaya kan? Lagian orangnya kayak yang baik," ujar Silas sambil mencomot kentang goreng yang dipesan Tommy tanpa henti.
"... Nah, itulah berbahayanya dia. Lu ngira dia orang baik, tapi hatinya jauh lebih kejam daripada setan. Keberadaannya berbahaya untuk kita semua. Dia itu orang yang berada di balik masuknya Big Bear ke perusahaan ini."
Tommy menceritakan beberapa temuannya yang pernah ia diskusikan bersama Mike maupun Karen.
Informasi terakhir yang diberikan Mike kepada Karen sebelum ia meninggal dibunuh Big Bear memperjelas keyakinan Tommy tersebut. Silas tampak tercengang karena ia hanya mengetahui sebagian kecil informasi tersebut, apalagi saat mendengar bahwa Gavin memiliki beberapa mata-mata di perusahaan ini.
"Yap. Gw juga gak tahu sejauh apa direktur lama kalian, Bu Melinda, terlibat di sini. Foto yang disebut oleh Mike yang menampilkan Pak Gavin, Big Bear, dan Bu Melinda itu sedikit mencurigakan. Memang dia korban tindakan asusila si Big Bear, tapi, bukan gak mungkin sejak awal dia juga kaki tangan Pak Gavin."
"Sebentar, Tommy. Ada satu hal yang gw gak paham di sini. Kenapa lu terobsesi sekali dengan Pak Gavin? Entah Big Bear atau Bu Melinda kaki tangannya atau bukan, apa gunanya kita tahu itu semua? Hal buruk apa yang memangnya bakal terjadi kalau Pak Gavin punya kuasa lebih di perusahaan ini?" tanya Karen.
"Itu bukan satu hal lho, tapi tiga hal," celetuk Silas sambil mengunyah kentang goreng.
Karen melotot ke arah Silas yang langsung merespon dengan pose 'mohon ampun', sedangkan Tommy tampak berpikir dahulu beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan Karen.
"... Soalnya dia sudah menghancurkan kehidupan keluarga gw," jawab Tommy perlahan.
"Iya, tapi itu kan dendam personal lu ya. It's okay kalau lu gak mau cerita lebih dalam. Tapi, yang tadi gw tanya. Kenapa dia berbahaya gak cuman untuk lu doank, tapi kita semua?"
Tommy menghela nafas panjang sebelum menjawab.
"Jika dia berada di balik usaha restrukturisasi yang dilakukan Big Bear terhadap divisi Product, maka dia punya rencana merombak sesuatu di perusahaan ini. Dia pasti punya suatu tujuan busuk, apalagi sampai punya kaki tangan lebih dari satu orang."
"Terus, tujuan busuknya apa?" tanya Karen yang mulai terlihat penasaran.
"Nah... Itulah kenapa kita berkumpul di sini. Untuk mencari apa tujuan busuknya, sekaligus mencari siapa mata-mata dia yang lain di sini."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Superpower - Your Life Is The Price
Mystery / ThrillerPernahkah kamu mendengar kasus pembunuhan yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa? Tahun 2021, Indonesia dihebohkan dengan kasus pembunuhan berantai yang tidak biasa. Setiap korbannya selalu ditemukan tewas dengan mengeluarkan darah dari mat...