Levitation - Bagian 03

8 3 0
                                    

"Sherly? Kamu... dirawat di sini ternyata?" tanya pria bernama Mario tersebut.

Ekspresi pria tersebut terkejut bercampur bingung. Pria muda dengan brewok tipis tersebut melirik ke sekitarnya, seolah mencari apakah ada orang lain yang menjaga Sherly.

"Dengar, Bapak ingin kita bicarakan lagi tentang-"

"TIDAKKK!!!" teriak Sherly dengan kencang.

'Kenapa... Kenapa dia muncul tiba-tiba di sini? Padahal aku sudah berusaha... untuk melupakannya...'

Sherly menutup mata dengan kedua tangannya. Mario terkaget mendengar teriakan tersebut dan berusaha menenangkan Sherly, namun gadis remaja tersebut malah berteriak makin kencang ketika didekati oleh Mario.

"Sherly, tolong jangan membuat kesalahpahaman ini semakin menjadi-jadi. Kita harus bicara-"

"Ada apa ini?"

Suara Suster Miriam yang keras langsung membuat Mario diam. Suster tersebut mendadak muncul disusul Friska di belakangnya.

"Ah, tidak ada apa-apa sus. Ini cuman-"

"Suster! Tolong usir pria tersebut dari sini!" pinta Friska yang berwajah panik kepada Suster Miriam.

Saat melihat ke arah Sherly yang duduk meringkuk dan gemetaran, Suster Miriam meminta Mario untuk pergi.

Dengan tampak berat hati, pria tersebut pamit dan kembali ke wilayah pasien yang tadi ditungguinya. Sebentar kemudian, ia pergi keluar dari ruangan rawat ini. Friska berlari ke luar untuk memastikan agar Mario benar-benar pergi keluar, kemudian kembali menghampiri Sherly.

"Udah, udah. Si Cabul udah gak di sini," ucap Friska sambil menenangkan Sherly.

"Cabul? Maksud kamu, pria tadi pernah melakukan perbuatan tidak pantas kepada dik Sherly?" tanya Suster Miriam kepada Friska.

"Ehh... Bukan. Bukan gitu. Duh kelepasan. Maksudnya...,"

"Gak apa-apa, Sus. Itu guru olahraga sekaligus pengawas ekskul pecinta alam di sekolah saya. Memang orangnya sedikit mata keranjang aja. Jadinya, aku, Friska, dan teman-teman lain suka ngejulukin dia si Cabul," jawab Sherly yang sudah kembali tampak tenang.

Wajah Suster Miriam mengerenyit begitu mendengar penjelasan tersebut. Ia sempat menengok ke belakang, kemudian menengok balik ke arah Sherly.

"Tapi, tadi kamu sepertinya ketakutan melihat orang tadi. Suster rasa, kamu pernah ada masalah sama orang tadi..."

"Ah, tadi aku sengaja gitu soalnya males aja sus kalau dideketin dia. Kan gimanapun juga orangnya agak mata keranjang. Maaf bikin kehebohan ya sus," ucap Sherly sambil mengatupkan kedua tangannya ke arah Suster Miriam.

Suster Miriam diam sejenak, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Dia melihat ke arah Friska, kemudian ke arah Sherly lagi.

"... Ya sudah kalau memang gak ada apa-apa. Tapi tolong ya Sherly. Kalau kamu ada masalah, kamu bisa cerita sama Suster... Atau orang dewasa lain yang bisa dipercaya. Jangan sampai semuanya terlambat," ucap Suster Miriam dengan ekspresi agak sedih.

"Iya Sus, aku beneran gak apa-apa," jawab Sherly yang kali ini mengunakan jari tangannya untuk membentuk tanda 'peace'.

Suster Miriam menghela nafas sejenak, kemudian melirik ke arah kaki Sherly yang dipasang gipsum.

"Kalau begitu, kamu sama dik Friska di sini dulu ya sebentar. Suster panggil dokter dulu buat persiapan ngeganti gipsum kaki kamu," ucap Suster Miriam sambil memegang sebentar gipsum di kaki Sherly.

Setelah melakukan pemeriksaan singkat, Suster Miriam pergi untuk memanggil dokter. Friska berjalan ke samping Sherly agar lebih mudah untuk berbicara dengan sahabatnya.

"Tadi kok, Suster Miriam kayak sedih gitu ya? Dia masih keingat sama anaknya yang meninggal itu kali ya," gumam Sherly.

"Iyah, wajar lah dia begitu. Mungkin dia shock-nya dobel juga karena gak nyangka anaknya meninggal di tengah perkelahian pelajar gitu. Anak kepala polisi gitu lho, bisa terlibat gituan. Biasanya kan kalau anak polisi pasti ngehindar dari masalah serius," kata Friska sambil mengatur posisi duduknya, "Betewe, maafin aku ya. Tadi aku hampir kelepasan ngomong soal si Cabul ke Suster Miriam."

"Iyah gak apa-apa. Tapi nanti jatah nonton Netplik aku tambahin dua jam ya."

"Beress! Hihi," jawab

"Lho, kamu kok tumben langsung nge-iyahin? Biasanya protes meskipun itu buat balas jasa ke aku," tanya Sherly dengan heran.

"Hihi. Aku lagi seneng aja. Kamu tahu gak. Tadi pas aku manggil Suster Miriam, aku nemu dua cowok sepantaran lagi duduk di area tunggu di konter administrasi. Keduanya kayak deket gituuu. Mereka couple bukan ya?" kata Friska dengan mata berbinar.

"... Konter administrasi kan letaknya di ujung lorong. Kok kamu bisa ngeliat mereka?"

"Mata aku ini udah terlatih buat nge-spot sepasang cowok. Hihi,"

"Duh dasar yah kamu. Coba tuh mata juga bisa nge-spot cowok cabul. Gak akan kejadian deh aku masuk rumah sakit."

Friska langsung diam mendengar ucapan tersebut. Tiba-tiba, ia bergerak mencubit kecil pipi sahabatnya.

"Aduh! Kamu kok nyubit sih?"

"Iyah maap aku gak tahu kalau kamu bisa sampai jadi gini gara-gara... orang itu. Coba aku ikut waktu kamu tawarin kegiatan kemping tersebut, mungkin ini semua gak akan terjadi..."

"Lho, sekarang kamu jadi murung? Kamu mood-nya cepat banget ya berubah-ubah. Hehe."

"Yah aku kan orangnya gini dari dulu. Makanya cocok temenan sama kamu yang mood-nya gak jelas," jawab Friska sambil membuka aplikasi Friendbook.

"Gak jelas maksudnya?" tanya Sherly dengan ekspresi judes.

"... Tuh muka kamu kalau lagi judes gitu, pasti karena lapar kan?"

"Iya. Aku mulai lapar, terus?"

"Ya itu, gak jelasnya. Orang lapar sih ya ngomong lapar sambil megangin perut. Ini kamu kalau lapar malah ekspresi muka cenderung jadi judes."

"Haduh, iya iya deh. Anterin ke food court donk. Koko aku hari ini gak bisa datang, paling nanti malam mama aku yang jenguk," ucap Sherly dengan sedikit memelas.

"Iya boleh, tapi habis gipsum kamu diganti donk. Lupa yah?"

Sherly mendadak teringat kalau ia seharusnya tidak beranjak pergi karena masih menuggu dokter.

Mereka berdua kemudian tertawa bersama dan lanjut saling bercanda satu sama lain.

Langit di luar tampak berwarna biru cerah tanpa ditutupi oleh awan sedikitpun. Sherly yang sesekali melirik ke arah langit merasa tenang.

Ia merasa bahagia di sini.

Dalam hatinya, ia tidak ingin kembali ke sekolah dan bertemu lagi... dengan Pak Mario.


***

Superpower - Your Life Is The PriceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang