Teleportation - Bagian 13

3 2 0
                                    

20 tahun yang lalu...


"Mah! Mamahhh! Coba lihat deh aku gambar apa tadi di kelas."


Seorang anak kecil perempuan berseragam sekolah dasar tampak berlari masuk ke ruang keluarga ke arah ibunya yang sedang menonton acara televisi. Di tangan anak kecil tersebut terdapat sehelai kertas. Ayahnya mengikuti di belakang sambil tersenyum, menaruh jaket motornya, kemudian menjatuhkan dirinya ke sofa.

Begitu berada di dekat sang ibu, anak kecil berambut gelombang tersebut mengeluarkan sehelai kertas dari dalam tas sekolahnya yang berwarna ungu. Sang ibu tampak mengamati sepintas gambar pemandangan gunung yang tertuang di kertas tersebut.

"Wah, Karen," ucap Mira sambil melepas jepitan rambutnya, "Ini arsirannya kurang halus di bagian sawahnya. Kan mataharinya di sebelah kiri, jadi arsiran bayangannya harus ke kanan."

Wanita langsing yang rambutnya juga bergelombang tersebut menjelaskan beberapa aspek dari gambar Karen yang bisa ia tingkatkan lebih lanjut untuk membuat gambarnya lebih baik. Berhubung Mira merupakan lulusan jurusan Seni Rupa Murni dari salah satu kampus terkenal di Bandung, ia merasa dapat memberikan arahan untuk membuat gambar anaknya lebih bagus.

"Jadi gitu. Sok, diperbaikki dulu. Nanti kasih lihat ke Mamih ya sebelum kamu bawa lagi buat besok."

"... Iyah Mah, maaf Karen gambarnya gak sebagus Mamah ya," jawab Karen dengan wajah sedikit murung. Ia berjalan pelan ke arah tangga untuk naik ke kamar tidurnya.

Begitu Karen menghilang dari pandangan, Frans berdiri menghampiri Mira dan duduk di sebelahnya.

"Yang, gambarnya Karen kan udah lumayan bagus. Itu dia kayak murung lho. Papih udah puji-puji dia padahal tadi."

"Iya, memang gambarnya bagus, tapi masih berpotensi buat dibikin lebih bagus lagi. Dulu Mamih pertama gambar pemandangan, lebih jelek dari dia malah."

"Tapi Yang, kamu tadi gak terkesan memuji dia lho. Anak kita mukanya dari ceria langsung jadi kayak murung."

Mira diam sebentar tidak menjawab. Ia kembali memasang jepit rambutnya.

"... Oh, jadi Mamih salah ya gak ngasih masukan buat bikin gambar dia lebih bagus."

"Bukan, Yang. Kamu gak salah kok. Cuman, setidaknya kasih sedikit pujian juga. Biar dia lebih semangat."

"Iya iya. Nanti kalau dia gambar lagi, Mamih kasih pujian yang banyak," Mira berdiri dan memindahkan saluran televisi ke acara berita olahraga, "Sekarang Mamih mau masak dulu ya. Tadi Mamih udah beli jamur kesukaan Papih sama Karen."

"Duh, makasih Yang. Papih jadi makin sayang sama Mamih," puji Frans sambil mengelus lengan Mira.

"Sayang... Sayang... Kalau sayang, jangan lupa nanti gantiin duit belanja Mamih yah tadi. Tuh bonnya di meja."

"Beres Yang."

Mira memonyongkan bibirnya ke arah Frans sesaat, kemudian berpaling pergi ke arah dapur. Sementara itu, Frans hanya tersenyum sambil menikmati berita di televisi.


***


Saat tertidur di dalam mobil Riki yang ditumpanginya, Mira merasa bermimpi sebuah kejadian di masa lalu dengan Karen. Riki membangunkannya begitu tiba di depan kafe Vodka & Gin, kafe hewan terbesar di daerah Jakarta Selata, yang menjadi tempat tujuan Mira di hari Sabtu siang ini.

Superpower - Your Life Is The PriceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang