Invincibility - Bagian 14

4 2 0
                                    

Ansel membuka salah satu halaman buku menu Restoran Daebak Chingu dan menunjuk ke salah satu gambar makanan yang tampak pedas, Red Tteokbokki. Ia meminta Elisa untuk mendekat sedikit agar bisa melihat lebih jelas menu yang sedang ditanyakannya.

Bila dilihat oleh orang lain, adegan ini sepintas terlihat seperti Ansel yang sedang kebingungan dengan makanan apa yang sebaiknya harus dipesan. Namun, sesungguhnya ia hanya berakting agar bisa mengobrol dengan Elisa tanpa menimbulkan kecurigaan dari orang di sekitarnya.

"Duh, jadi pedas banget ya. Kayaknya, aku perlu orang yang doyan makanan pedas buat temani makan nih," goda Ansel sambil melirik ke arah Elisa.

Raut wajah Elisa sedikit menegang sambil menggelengkan kepalanya.

Rambut panjangnya yang diikat kuncir kuda saat bekerja ikut bergoyang pelan. Sepintas, gaya rambutnya mengingatkan Ansel pada gaya rambut sehari-hari Ellie, minus poni rambut Elisa yang nyaris tidak ada.

"Ansel aku di sini masih bekerja. Tidak etis kalau aku tiba-tiba berganti pakaian dan duduk bareng kamu sebagai tamu. Nanti saja ya kalau sudah beres shift kerja aku."

"Nah, kalau aku tunggu, paling kamu menghilang lagi kayak biasa," jawab Ansel dengan mimik muka yang sedikit muram, "Apalagi, belakangan kamu gak pernah balas WA aku."

"Oh, maaf. Belakangan aku ambil shift tambahan untuk dapat uang tambahan sih."

Wajah Elisa terpasang datar sambil melirik ke sembarang arah.

Saat melihatnya, entah mengapa Ansel merasa ingin mengelus pipi dan bibinya yang merah gelap tersebut seperti yang pernah ia lakukan beberapa bulan lalu saat masih sering berjumpa dengannya.

"Oke," Ansel membalik halaman menu beberapa kali dan menunjuk ke arah Gimbap, "Kalau begitu aku langsung aja bilang kalau aku juga lagi cari penghasilan tambahan."

"Kamu?" Elisa kembali memandangnya, "Untuk apa?"

"Hei, aku gak tanya lebih jauh lho kamu kenapa butuh banyak tambahan duit," Ansel menyengir ke Elisa, "Kecuali kamu mau cerita duluan."

Elisa terdiam sebentar sambil memandangi Ansel.

Ekspresi mukanya tetap tidak berubah meskipun keduanya kini saling berpandangan. Bola matanya yang berwarna coklat gelap seolah memancarkan aura yang menghalangi Ansel untuk bertanya lebih dalam.

"... Iya, aku paham. Jadi, kamu mau part-time di sini? Jumlah orang kita masih cukup kok-"

"Ah, bukan. Bukan di sini. Yang kamu tawarin waktu itu lho," sela Ansel sambil membalik lagi halaman menu.


'Ayo El. Kamu pasti paham kan maksud aku kalau kita lagi bukan bicara soal menu makanan di sini?'


Ansel memperhatikan Elisa yang tampak diam untuk berpikir sejenak. Sebentar kemudian, pupil matanya membesar, seolah mengerti apa yang sesungguhnya Ansel ingin tanyakan.

"Oh, yang itu ya...."

Elisa membantu Ansel membalik beberapa halaman menu hingga memunculkan daftar makanan berjenis Bulgogi. Di bawahnya, terdapat tulisan paket promo spesial untuk pemesanan dua set Bulgogi dengan minuman.

"Ini sangat terbatas sih. Kalau sudah dipesan, tidak bisa dibatalkan. Rasanya hampir pasti enak, meskipun mungkin ada beberapa orang yang tidak cocok. Kamu yakin mau pesan ini?"

Superpower - Your Life Is The PriceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang