Shapeshifting - Bagian 11

5 2 0
                                    

[19 hari sebelum penangkapan Gavin Ariwibawa di Resor Rasa Ater]


Berubah bentuk menjadi sebuah benda mati ternyata tidak begitu enak.

Harry yang saat ini sedang mengambil bentuk belati lipat merasa sulit mempertahankan kesadarannya karena tertimbun oleh dompet dan kertas bon lepek di dalam tas Karen. Wanita tersebut sepertinya jarang sekali membersihkan isi tas tangannya sehingga Harry dapat mengendus bau kurang sedap.


'Duh, habis ini gw janji deh bersihin isi gw punya tas kerja dari kertas dan barang-barang ceceran lain... Gak enak banget ternyata kalau tas gak dibersihkan secara rutin.'


Meskipun tidak bisa melakukan aktivitas apapun, untungnya suara Karen, Silas, maupun Bu Melinda masih terdengar cukup jelas. Sepertinya Karen memposisikan tas tangannya di antara mereka bertiga.


'Duh, si Karen kok malah jadi nanya-nanya soal kehamilan ya. Cepetan donk beralih ke topik yang lebih penting...'


Harry merasa bosan saat mendengarkan diskusi tentang proses kehamilan dan persalinan, sehingga ia merasa maklum saat mendengar suara Silas yang pergi ijin ke toilet. Ia berharap agar Karen bisa cepat-cepat menggiring Bu Melinda untuk berdiskusi tentang hal yang mereka perlu ketahui.

"Oh, iya mereka kenal. Kami semua pernah mengikuti konseling psikoterapi untuk pemulihan kecanduan alkohol," ucap suara Bu Melinda.


'Huh!? Psikoterapi kecanduan alkohol?'


Harry membayangkan orang-orang tersebut duduk di kursi-kursi yang disusun melingkar, saling menceritakan masalah maupun memberi dukungan kepada pasien psikoterapi lain dengan panduan seorang pembimbing. Ini sesuatu yang ia rasa lebih sering terlihat di film-film barat, bukan di Indonesia.

"Oh, saya baru dengar kalau ada yang seperti itu di Indonesia. Itu di mana Bu?" tanya suara agak serak basah yang berasal dari Karen.

"Di rumah sakit swasta biasa kok, tepatnya di Masilo," jawab Bu Melinda.

Wanita tersebut mulai menjelaskan sepintas tentang layanan grup psikoterapi yang dilakukannya saat empat tahun yang lalu.

Di Indonesia, saat itu jumlah dokter spesialis kejiwaan masih belum banyak. Pemerintah bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Kejiwaan Indonesia (PDSKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengadakan sertifikasi terhadap dokter umum untuk membantu penanganan kesehatan mental.

Dokter-dokter yang terpilih akan diberi bimbingan untuk melakukan layanan terkait kesehatan mental terhadap masyarakat di beberapa rumah sakit tertentu di kota-kota besar. Salah satu layanan pertama yang saat itu dibuka adalah psikoterapi grup untuk pemulihan kecanduan alkohol di Rumah Sakit Masilo.

"Jadi Ibu, Pak Gavin, dan Pak Malik dulu pernah kecanduan alkohol?" suara Karen terdengar penasaran.

"Iya... Saya sedikit malu mengakuinya, tapi benar. Dulu saya sering minum sehingga mengganggu pekerjaan saya. Untungnya, saya mendapat kabar soal layanan psikoterapi tersebut. Di sana, saya bertemu dengan mereka berdua dan beberapa teman lainnya."

Selanjutnya, Bu Melinda bercerita tentang kebiasaan minumnya yang tidak terkontrol karena stres belum memiliki pasangan hidup serta apa yang dilakukan selama psikoterapi. Setelah kenal dekat dengan Malik di grup tersebut, mereka akhirnya mulai menjalin asmara.

Superpower - Your Life Is The PriceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang