Peter sedikit kaget saat mendengar pernyataan yang dilontarkan oleh Stanley.
"Gw... Turut berduka ya," ucap Peter.
"Berduka? Oh... OH! Sori, gw salah nyusun kata-kata," Stanley memasang muka panik dan memohon maaf kepada Peter yang mulai mengernyitkan dahinya, "Maksud gw, mereka sudah gak kuliah di sini lagi. Si Bongsor mengambil beasiswa kuliah fashion designer di Singapura, sedangkan si Ceking dikirim orang tuanya untuk lanjut kuliah bahasa di Tiongkok."
Peter agak kesulitan membayangkan si Bongsor memiliki ketertarikan dengan ilmu desain busana, namun rasanya ia tidak berhak juga menilai orang dari penampilan luarnya saja. Lagipula, ia hanya sekedar mengetahui kedua orang itu dari cerita Reza.
"Mm, oke. Kalau cewek lu gimana?"
"Bella? Gw udah lama putus dari cewek gw."
"Jadi... lu gak ada teman buat dicurhatin lagi, makanya banyak curhatnya ke WhitePete... ke gw?"
"Yah, Bella bukan tipe orang yang enak diajak curhat sih sebenarnya. Lalu, si Bongsor dan si Ceking lebih ke teman main gw saja sih. Gw gak pernah curhat-curhatan sama mereka. Sedangkan lu...," Stanley diam menatap sejenak Peter.
"Gw kenapa?"
"... Em, gw seperti merasa ada suatu koneksi dengan lu aja. Terutama sejak lu cerita soal perasaan bersalah itu. OH, tenang," wajah Stanley terlihat sedikit panik, "Gw gak akan bahas kok. Hanya mau bilang itu saja."
Peter diam sambil melahap sepotong tempe sebelum memulai berbicara lagi.
"Oke... Jadi, sebenarnya lu mau bicarain apa? Lu bilang kalau lu merasa stres dan gagal dalam belajar atau kegiatan lainnya."
"Err, iyah. Selama masa semester pendek ini, gw ngulang satu mata kuliah dan ngejar ambil mata kuliah umum. Gw juga ambil beberapa pekerjaan sampingan... tapi gw merasa sangat terbebani sekarang...," Stanley mengaduk-aduk mangkok kuah sayur asemnya, seolah sedang memikirkan banyak hal.
Peter mulai memandang Stanley dengan tatapan penasaran.
"Nah... Terbebani kenapa? Ada masalah di pekerjaan lu?"
"Lu masih ingat dede gw gak? Yang lu pernah ketemu di Rumah Sakit Masilo awal bulan ini? Yang pakai bando kuning di rambutnya itu."
Peter mencoba memikirkan lagi kejadian saat dua minggu lalu dirinya datang berkonsultasi ke dokter. Ia ingat duduk semeja dengan dua orang gadis remaja, namun ia sudah lupa nama mereka berdua meskipun sempat berkenalan.
"Itu ternyata dede lu? Sori, gw sempat berkenalan dengan dia, tapi gw lupa namanya."
"It's okay. Dede gw, Sherly, dirawat di rumah sakit itu sejak Februari karena kecelakaan saat kemping. Memang ada asuransi, tapi gak semua biaya perawatannya di-cover. Karena keluarga gw cuma keluarga ekonomi menengah, gw berusaha ikut bantu dengan cari-cari pekerjaan sampingan..."
Peter menganggukkan kepalanya. Ia berhenti menyantap makanannya dan tampak serius memperhatikan cerita Stanley.
"Sometimes, pekerjaan yang gw lakukan sebenarnya ilegal. Ke dede gw, gw bilang kalau gw part time di Rumah Makan Kurang Mewah. Sebenarnya, gw gak cuma bekerja di sana."
"Oh, lu juga jadi penulis lepasan untuk artikel bahasa Inggris maupun Indo kan? Itu beneran?"
Stanley mengangguk singkat.
"Lalu, beberapa kali gw juga menjadi...," Stanley melempar pandangan ke meja, "Teman kencan panggilan untuk tante-tante ataupun para pria berduit yang lagi butuh melampiaskan nafsunya..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Superpower - Your Life Is The Price
Misterio / SuspensoPernahkah kamu mendengar kasus pembunuhan yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa? Tahun 2021, Indonesia dihebohkan dengan kasus pembunuhan berantai yang tidak biasa. Setiap korbannya selalu ditemukan tewas dengan mengeluarkan darah dari mat...