Levitation - Bagian 05

7 3 0
                                    

Sembilan bulan yang lalu...


"PRITTTT!!"


Suara peluit ditiup kencang tersebut menjadi aba-aba bagi para siswa kelas dua SMP Bina Bangsa untuk menghentikan kegiatan olahraganya. Mereka berkumpul dan duduk di hadapan guru olahraga mereka sesuai dengan instruksinya.

"Oke anak-anak. Hari ini, Ibu mau kenalin ke kalian guru baru kita," ucap guru mereka sambil memberi aba-aba kepada seorang pria muda di kejauhan untuk datang mendekat.

Para murid, terutama murid perempuan, tampak ribut kecil dan berbisik satu sama lain saat mereka menangkap paras tampan pria tersebut. Ia tampak masih muda, memiliki brewok dan kumis yang dicukur tipis, matanya bulat meneduhkan, rambutnya disisir klimis rapi.

"Baik, perkenalkan semua. Beliau adalah Pak Mario yang akan menjadi guru olahraga kalian menggantikan Ibu ya."

"Salam kenal semua. Semoga kita semua bisa berolahraga bersama dengan fun ya," ucap Pak Mario sambil menundukkan kepalanya sejenak ke arah para murid.

Setelah perkenalan, guru olahraga lama mempersilahkan kepada para murid untuk melempar beberapa pertanyaan kepada sang guru baru tersebut.

Ada yang menanyakan pertanyaan serius seperti rencana kegiatan olahraga mereka untuk beberapa waktu ke depan, namun ada juga yang menanyakan hal-hal agak pribadi.

"Sekarang udah umur berapa pak?" tanya salah satu murid.

"Tahun ini bapak akan berusia dua puluh lima."

"Udah punya pacar belum pak?" tanya salah seorang murid perempuan.

Pak Mario tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Beberapa murid perempuan tampak memperhatikan dengan seksama apapun kata-kata yang akan diucapkan olehnya.

"Hmm, kalau pacar sih belum ya...," jawab Pak Mario sambil memperhatikan murid-muridnya yang tampak senang - terutama sebagian murid perempuan -, namun ia melanjutkan kembali jawabannya, "Tapi kalau istri, sudah ada sih."

Pak Mario mengangkat tangan kirinya dan menunjukkan cincin berwarna perak yang tersemat di jari manisnya.

Beberapa murid perempuan tampak kecewa, sedangkan kebanyakan murid laki-laki malah terlihat bernafas lega. Guru olahraga lama mereka juga menunjukkan muka yang agak kecewa.

"Pak, aku mau tanya. Punya moto atau slogan hidup yang jadi pegangan bapak gak?" tanya Sherly sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

"Hmm..," Pak Mario berpikir sebentar sebelum menjawab, "Kalau misalnya punya suatu cita-cita atau keinginan yang ingin dicapai, berjuanglah sekeras mungkin untuk mencapainya. Ini dari pengalaman bapak pribadi sih, sampai akhirnya bisa jadi guru sekarang."

Sebagian murid meminta kepada Pak Mario untuk menceritakan kisahnya, namun ia hanya bercerita seadanya saja karena guru olahraga lama menyuruhnya untuk kembali ke ruang tata usaha untuk menyelesaikan administrasi.

Sherly tampak tersenyum saat melihat guru tampan tersebut melangkah pergi.


***


Novel Superpower ini ditulis oleh Alexander Blue.

"Uwah!" teriak Sherly yang terbangun dari tidur siangnya. Badannya sedikit gemetaran.

Sahabatnya yang sedang berjaga, Friska, tersentak kaget dan hampir saja menjatuhkan ponsel yang sedang ia gunakan untuk menonton film BL.

"Kamu kenapa?"

Sherly tidak langsung menjawab. Ia meminta untuk diambilkan segelas air putih, kemudian meminumnya.

"Tadi, aku mimpi pas pertama kali ketemu sama si Cabul," jawab Sherly setelah dirinya sedikit tenang.

"Oh, yang pas dia pertama kali dikenalin ke kita semua ya? Duh, aku jadi sebal kalau ingat dia lagi. Padahal waktu itu, dia kayaknya baik banget orangnya. Ganteng lagi."

"Iya... Eh ya, kamu udah ngecek ke sebelah? Dia beneran gak datang lagi kan?"

Friska beranjak untuk memeriksa sejenak kompartemen pasien lain di ruangan tersebut. Ia memastikan bahwa tidak ada tanda-tanda keberadaan Pak Mario.

"Aman kok, sudah beberapa hari ini gak pernah kelihatan kan sejak waktu itu?"

"Iyah sih, gak pernah," jawab Sherly sambil mengalihkan pandangannya ke arah jendela.

Ia melihat ke arah langit yang berwarna biru cerah, seolah rindu untuk bepergian ke luar.

"Sher, kamu... gak mau cerita yang lengkapnya ke aku? Aku cuman tahu sepintas doank soal camping terakhir itu, kayaknya masih ada-"

"Udah udah. Gak apa-apa, Fris. Aku minta maaf ya, jadi bikin susah," jawab Sherly tanpa melepas pandangannya dari arah jendela.

"Hmm... Setidaknya, beneran kamu gak mau cerita yang sebenarnya aja ke koko kamu atau papa mama kamu?"

"Gak usah, gak apa-apa. Aku malu cerita sama mereka. Lagian dengan kejadian kayak gini, harusnya dia gak akan ngedeketin tiba-tiba juga pas nanti aku masuk sekolah..."

Friska mengusap pundak sahabatnya sebagai tanda iba.

"Ya udah, tapi kamu janji ya untuk selalu cerita sama aku sejelas-jelasnya kalau ada apa-apa. Kayak aku yang selalu cerita ke kamu juga film-flm BL yang lagi aku tonton."

Sherly tertawa ringan sambil menggulingkan bola matanya saat mendengar ucapan tersebut, namun ia tidak menjawab apa-apa.

"Oh ya, kamu masih rajin latihan jalan kaki kan sesuai jadwal?"

"Iyah, masih kok. Nanti sore aku bakal latihan lagi. Koko aku minta ditambah jadwal latihannya biar aku makin cepat pulih."

"Moga-moga cepat sembuh deh ya. Eh, eh. Betewe, hari ini koko kamu berarti datang?" tanya Friska yang tampak antusias.

"Iyah, koko aku datang. Katanya dia bawa makanan buat kita."

"Ih, asyik. Oh ya aku jadi keinget, koko kamu masih harus datang ke kantor polisi gak?"

"Udah gak sih. Lagian, dia kan juga korban doank di kasus perkelahian mahasiswa Taruna Bangsa yang ngehebohin itu. Mungkin polisi udah berhasil menangkap pelaku yang nusuk anaknya Suster Miriam tersebut."

Mereka berbincang sebentar mengenai kasus yang sempat heboh dua bulan lalu tersebut. Mahasiswa yang menjadi satu-satunya korban meninggal adalah anak kepala polisi sekaligus anak Suster Miriam, Reza Siregar. Kakak dari Sherly, menurut keteranganya, terlibat secara tidak sengaja dalam peristiwa tersebut.

"Eh tuh, koko aku udah datang," ucap Sherly sambil menunjuk ke arahnya kakaknya yang baru saja tiba.

Friska yang baru sadar kalau kakak dari sahabatnya tersebut sudah berdiri di dekatnya hampir saja berteriak untuk meluapkan kegembiraannya. Seorang pria tinggi dan rupawan yang mengenakan kaos berkerah berwarna ungu masuk ke kompartemen Sherly sambil menjinjing plastik putih besar.

"Se... Selamat siang Kakanda... Eh, Kakak... Eh, Koko," sapa Friska dengan sedikit gugup.

"Ckck. Udah, gak usah pake koko-kokoan segala kalau gak ada mama papa. Langsung panggil nama gw aja. Stanley, gitu. Gak usah terlalu formal," balas sang kakak sambil tersenyum dan membukakan bungkusan berisi makanan untuk mereka bertiga.


***

Superpower - Your Life Is The PriceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang