Psychokinesis - Bagian 07

22 7 0
                                    


Sudah seminggu berlalu sejak Reza pertama kali menggunakan kekuatan Psychokinesis. Sesuai janjinya kepada Edwin, ia tidak mengumbar soal kekuatan supernya kepada siapapun selain kepada Peter dan Ansel.

Belakangan, ia baru sadar bahwa di aplikasi Superpower, terdapat bagian yang menampilkan sisa pemakaian kekuatan supernya.

Setelah berdiskusi dengan teman-temannya ditambah sedikit perdebatan dengan Edwin, ia memutuskan untuk melakukan eksperimen kekuatannya dengan mengganti roda depan motornya. Apabila jumlah sisa pemakaian kekuatan supernya berkurang, berarti komponen yang membentuk objek dari penggunaan kekuatan Psychokinesis tidak boleh ada yang diubah. Eksperimen dilakukan di halaman rumah Reza saat kedua orang tuanya sedang tidak di rumah.


"PSYCHOKINESIS!!"


Saat Reza berteriak, motornya tetap bergerak mengikuti jalur yang dibayangkan di dalam pikirannya. Saat mengecek aplikasi Superpower, angka dua masih tetap ditampilkan bersama avatar kucing Korona di bawahnya.

"Yash! Jumlah pemakaiannya gak berkurang! Gw tinggal tune up aja motor kesayangan gw terus-terusan biar bisa dipake sampe gw tua entar!" teriak Reza dengan ekspresi bahagia.

"Woooo!! Mantap, bro!! Gw bangga punya sobat yang punya kekuatan super!" ucap Ansel sambil merangkul Reza.

"Umm.. Itu harus teriak nama kekuatan supernya biar bisa aktif?" tanya Peter.

"Oh, gak usah sih, bro! Dalam hati juga gak apa-apa. Gw cuman pengen niru sedikit para karakter di anime yang neriakkin nama jurus atau kekuatannya. Abis, keren aja kesannya. HAHA!"

Reza tertawa keras sambil berangkulan dengan Ansel. Ia membuat motornya berputar 360 derajat di tempat menggunakan Psychokinesis. Mereka berdua tampak keasyikkan melihat motor yang bisa dibuat bergerak akrobatik.

Sementara itu, Edwin melakukan gerakan tepok jidat sambil menggumam kecil, "Kenapa kelakuan teman-teman gw yang happy go lucky ini persis seperti beberapa karakter utama di manga dengan genre petualangan ya..."

Melihat sikap temannya tersebut, Reza langsung menghampiri Edwin sambil menyengir.

"Win, lu jangan berdiri terlalu jauh dari kita. Gw tahu kalau lu gak bisa naik motor, tapi masa jadi gak mau dekat-dekat sama moto-"

"EHH! Eh! Eh! Itu... Itu bukan seperti yang lu pikirkan. Itu cici gw aja yang kebetulan mau ngejemput gw," muka Edwin tampak memerah.

"Ehe, bro. Santai aja, kita gak akan nge-judge kok kalau lu gak bisa bawa kendaraan sendiri. Lu bisa ikut bareng gw aja. Rumah lu gak terlalu jauh dari jalur pulang gw," tawar Ansel sambil memukul ringan pundak Edwin.

"Beuh... Jadi sudah pada tahu ya...," jawabnya dengan wajah tidak bersemangat.

Sambil melihat keseruan teman-temannya, Peter memeriksa ponsel miliknya dan mendapati ada satu pesan masuk. Setelah membacanya, ia memanggil Reza.

"Emm... Ada yang mau ketemuan sama lu nih."

"Ketemu ma gw? Siapa?"

"Gisela. Dia lagi nunggu di kantin belakang kampus kalau lu available"

Mendengar nama Gisela, ekspresi Reza berubah menjadi sedikit panik bercampur malu. Motornya yang dari tadi melakukan gerakan akrobatik langsung terjatuh diam di tempat.

"E..E.. Ehh, kok bisa?" tanya Reza dengan canggung.

"Emm... Kan waktu itu gw janji mau cariin kontaknya dia buat lu," jawab Peter sambil memegang bahu kiri Reza, "Jadi... mau ketemuan gak?"


***


Atas saran saran dari teman-temannya, Reza meminta Gisela untuk bertemu dengannya di Rumah Makan Kurang Mewah, sebuah restoran berkonsep rumah makan Padang, yang terletak di sekitar area kampus Taruna Bangsa. Jaraknya kira-kira 50 meter dari gerbang kampus, dan pengunjungnya juga lumayan banyak saat jam sore begini.

Bila bertemu di kantin yang terletak di dalam kampus, Edwin khawatir bila Reza akan berpapasan dengan Stanley yang akan membuat keributan lagi. Secara fisik, Reza lebih lemah dari Stanley sehingga ia akan bergantung kepada Psychokinesis jika terpaksa harus melawan Stanley. Hal ini akan meningkatkan risiko kekuatan super Reza terlihat oleh orang lain.

"Mana yah dia?" gumam Reza sambil mencari-cari sosok Gisela di tengah lautan mahasiswa yang memenuhi sebagian besar meja makan yang tersedia.

"Emm.. dia katanya nunggu di lantai dua. Ini baru ngabarin," ujar Peter sambil mengecek riwayat percakapannya dengan Gisela di ponsel.

"Oke. Temenin gw yah, Peter. Yang lain sok sibuk banget soalnya," gerutu Reza sambil berjalan menuju tangga ke lantai dua dengan hati-hati agar tidak menyenggol meja makan yang ia lewati.

"Iya.. Asal nanti gw dibayarin saja ya," Peter mengikutinya di belakang sambil setengah fokus menatap ponsel miliknya.

Reza yang sedang naik menyusuri tangga berhenti sebentar saat melihat kelakuan Peter tersebut.

"Betewe, lu masih sering main aplikasi Sobat Pena ya? Kayaknya, belakangan gw liat lu cenderung lebih sibuk sendiri sama smartphone lu."

"Emm.. Iya, kebetulan beberapa Sobat Pena yang gw dapat lumayan seru diajak cerita-cerita," jawab Peter yang kemudian mengunci layar ponsel dan memasukkannya ke saku celana, "Udah... jangan berhenti naik tangga karena lu grogi mau ketemu si Gisela. Yuk naik."

Muka Reza terlihat sedikit panik dan langsung lanjut naik tangga.

Peter tersenyum kecil melihat kelakuan teman dekatnya sejak SMA tersebut dan mulai kembali berjalan mengikutinya.

'Kalau urusan pelajaran dan pergaulan sehari-hari, lu udah bantu gw sejak dulu. Kali ini, gw bakal balas budi lu dengan ngecomblangin lu,' Peter membatin dalam hati.


***

Superpower - Your Life Is The PriceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang