"Wah, besar banget! Gw belum pernah ngelihat rumah sebesar ini secara langsung seumur hidup gw," seru Stanley yang duduk bersama dengan Peter di kursi tengah mobil Pajero milik ayahnya.
Pandangan pria yang tingginya hampir sama dengan Peter tersebut tidak lepas sedetikpun ke arah rumahnya yang terdiri dari tiga tingkat tersebut.
"Mmm... Sebenarnya ini masih lebih kecil dibandingkan rumah di blok lain sih. Kalau mau, kapan-kapan gw ajak ke rumah salah satunya. Ada yang gw kenal soalnya."
Stanley mengiyakan dengan mengangguk tanpa melepaskan pandangan dari rumah Peter di hadapannya.
Setelah berpisah sejak hari Sabtu lalu, hubungan Peter dan Stanley terasa lebih akrab. Stanley sering mengajaknya mengobrol lewat pesan teks langsung tanpa melalui aplikasi Sobat Pena lagi, bahkan sesekali meneleponnya.
Awalnya, Peter masih merasa agak canggung dengan hubungan pertemanan yang masih tergolong baru ini. Apalagi, ia pernah membenci Stanley karena menjadi salah satu yang terlibat dalam peristiwa penyebab kematian Reza, sahabatnya. Namun, entah mengapa ia merasa mudah untuk menjalin koneksi dengannya, sampai ia secara tidak sengaja mengajaknya untuk bermain ke rumahnya hari ini.
Kepribadian dan cerita kesehariannya mirip seperti apa yang ia bayangkan selama bersahabat pena dengan CrazyMonsta. Ramah, bisa bercanda, dan dapat mengamuk sangat keras dalam kondisi emosi. Jauh sekali dari apa yang ia dengar dan saksikan saat ia masih menjadi musuh bebuyutan Reza.
Meskipun begitu, Peter hanya pernah mendengarnya dari yang bersangkutan. Ia belum pernah melihat Stanley mengamuk.
"Stan, siap-siap ya. Kita sudah mau sampai," ujar Peter sambil mengangkat tas selempang hijau yang ia bawa di mobil.
Saat ini, mobil Pajero yang mereka tumpangi dan disetiri langsung oleh kepala asisten rumah, Gerard, sudah selesai melewati wilayah taman rumah yang luasnya melebihi dua kali lapangan sepakbola. Di depan pintu rumah, Nara terlihat sedang membersihkan bagian depan rumah dari ranting dan daun-daun yang berjatuhan.
Begitu mobil berhenti, Peter langsung turun keluar dan segera disambut oleh Nara.
"Selamat datang, Tuan Muda. Mau saya siapkan- Oh! Tuan Muda datang membawa teman?" ucap Nara yang terkejut saat melihat Stanley yang baru saja keluar dari mobil setelah Peter.
"Emm... Iya Nara. Kenalkan, ini teman saya. Namanya Stanley."
"Stanley," ucap dirinya sambil berusaha meraih tangan Nara untuk menjabatnya, namun ditolak.
"Oh, mohon maaf! Mohon maaf! Tangan saya kotor karena baru membersihkan area sekitar sini. Saya tidak enak jika sampai membuat tangan teman Tuan Muda ikut kotor," Nara agak tertunduk untuk menunjukkan penyesalannya menolak jabat tangan Stanley.
"Santai saja Nara. Kalau dia sih, gak apa-apa kotor tangannya. Hehe," Peter menyengir kecil ke arah Stanley yang berdecak kecil, "Kamu kelihatannya capek. Istirahat dulu saja. Biar saya yang ambil minuman untuk kita berdua."
Nara tampak kaget mendengar inisiatif Peter tersebut. Ia memohon agar Peter tidak perlu repot-repot melakukan hal tersebut, namun Peter tetap bersikeras.
"Ya sudah kalau Tuan memaksa. Kalau Tuan Muda atau temannya mau jus-jusan, ambilnya di kulkas yang lantai bawah. Tapi kalau mau soda atau cola, sementara masih saya taruh tadi di dapur lantai dua. Maaf, belum saya bereskan setelah pulang belanja tadi," ucap Nara sambil menyeka keringat di dahinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Superpower - Your Life Is The Price
Mystery / ThrillerPernahkah kamu mendengar kasus pembunuhan yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa? Tahun 2021, Indonesia dihebohkan dengan kasus pembunuhan berantai yang tidak biasa. Setiap korbannya selalu ditemukan tewas dengan mengeluarkan darah dari mat...