Psychokinesis - Bagian 16

11 4 0
                                    


Ansel berusaha berlari ke arah Reza untuk menyelamatkannya, namun bawahan Stanley yang menghadangnya terlalu banyak. Reza tampak berjuang untuk mendudukkan dirinya dan berteriak dengan kencang sambil melihat ke arah motornya yang terbakar.


"PSYCHOKINESIS!!"


Sekalipun terbakar, motor tersebut tetap saja dapat dikendalikan. Reza berkonsentrasi mengendalikan motor tersebut untuk menerjang si ceking dan sebagian besar orang lain. Kesakitan dan shock karena luka bakar membuat sebagian orang - termasuk si ceking - pingsan di tempat, sedangkan sebagian yang lain memilih kabur.

Namun, motor terbakar yang dikendalikan oleh Reza tersebut berhasil menghalangi jalur keluar sebagian orang dan berusaha menyeruduk mereka yang berada di dekatnya. Orang-orang yang terkena hempasan motor terbakar tersebut tampak jatuh kesakitan dan mengerang akibat luka bakar, namun ada juga yang akhirnya tetap berlari kabur keluar dari aula.

Saat sibuk berkonsentrasi mengendalikan motor, Reza tiba-tiba diseruduk oleh Stanley hingga terjatuh. Mereka berdua bergumul di lantai dan saling memukul satu sama lain. Pecahnya konsentrasi Reza membuat motor yang terbakar tersebut berhenti.

"GRAHH!!" teriak Stanley saat berusaha melayangkan pukulan terkuatnya ke wajah Reza. Ia kesulitan melawan pukulan bertubi-tubi dari Stanley.

"UGH!" Reza tampak terbaring lemah setelah menerima pukulan Stanley.

Stanley mengepalkan tangannya dengan kuat sebelum mulai melancarkan pukulan berikutnya. Ia kemudian berteriak, "KALAU LU GAK ADA, HIDUP GW HARUSNYA GAK BEGI-"


*DUKK!*


Ansel yang berhasil menghalau bawahan Stanley langsung bergerak cepat menghajar kepala Stanley dengan kursi yang tadi dibawa si ceking. Hantaman yang keras tersebut membuat Stanley langsung pingsan di tempat.

Saat ini, seluruh bawahan Stanley termasuk si bongsor dan si ceking terbaring pingsan akibat perkelahian tadi. Sebagian bawahannya memang berhasil kabur, namun tidak ada tanda-tanda mereka akan kembali untuk membawa bala bantuan. Apalagi, bos mereka juga sudah terbaring pingsan.

Setelah melihat-lihat keadaan sekitar dan memastikan tidak ada lagi orang-orang bersenjata yang masih bangun, Ansel membantu Reza untuk berdiri.

"Nah kan, berhasil," ucap Reza sambil tersenyum lebar.

Ansel menghela nafas dan membalasnya dengan senyuman juga, kemudian melirik ke arah motor Reza yang masih terbakar. Untunglah motor tersebut tidak sampai meledak, pikir Reza.

"Gw panggil yang lain yah buat bantuin mademin apinya. Sekalian, gw ada perlu sebentar. Gw keluar dulu ya," ucap Ansel.

"Oke. Gw mulai cek dulu aja ya narkoba yang mereka bawa."

"Oi, jangan lupa cek juga handphone mereka untuk ngeliat ada aplikasi Superpower yang di-install. Coba unlock aja pake fingerprint password kalau misalnya dikunci."

"Sep!"

Reza mulai dari memeriksa tubuh beberapa orang yang ada di sekitarnya, sedangkan Ansel langsung pergi keluar.

Sekitar lima menit berlalu, Reza tidak menemukan narkoba yang dibawa oleh para bawahan Stanley yang bersenjata. Salah satu dari mereka ada yang memasang aplikasi Superpower di ponsel, namun saat dicek, tidak ada kekuatan super apapun yang tampil di sana.

'Oke, tinggal Stanley dan dua bawahan setianya...,' batin Reza saat mendekati Stanley yang masih tergeletak pisan.


"Reza?"


Suara perempuan yang dikenal baik Reza tiba-tiba memanggilnya dari arah pintu masuk. Gisela dan Peter berdiri di sana dan berjalan mendekati Reza.

"Kamu baik-baik aja? Terluka gak?" tanya Gisela yang berjalan cepat ke arah Reza disusul Peter di belakangnya.

"Iya, aku sama Ansel berhasil mengalahkan Stanley," jawab Reza sambil menunjuk ke arah Stanley dan rekan-rekannya yang tergelepar pingsan di sekitar mereka, "Betewe, kok kalian cepet banget sampenya? Udah dikasih tahu tadi sama Ansel?"

"Emm, gak sih. Kita gak liat dia dari tadi. Kirain bareng lu. Ini si Gisela dari tadi khawatir terus dan pengen nyusul lu, jadi gw bolehin dengan syarat harus gw temenin dan hati-hati gak boleh keliatan Stanley maupun temen-temennya."

Reza sedikit kaget mendengar hal tersebut.

"Kok kamu gegabah banget? Kalau kamu kenapa-kenapa, gimana?" tanya Reza sambil memandang Gisela dengan khawatir.

"Iya, maaf. Soalnya aku juga takut kalau kamu kenapa-kenapa. Tadi aku ngomong sama Peter kalau kita berdua hanya mengawasi dari jauh saja. Kalau kondisinya berbahaya, at least kita bisa telepon polisi."

Reza melihat ke arah Peter yang mengangguk.

"Ya udah kalau gitu. Untung semuanya under control. Tunggu di sini bentar ya," Reza lanjut memeriksa tubuh Stanley, sementara Gisela dan Peter diam di tempat sambil melihat ke sekeliling mereka.

Setelah memeriksa tubuh dan pakaian yang dikenakan Stanley, Reza tidak menemukan narkoba. Ia mengambil ponsel miliknya yang tersimpan di saku celana belakang dan membuka kunci dengan pemindai sidik jari.

'Hmm, gw gak menemukan aplikasi Superpower di handphone-nya. Tapi, mungkin gw bisa menemukan petunjuk kalau buka WA dia...'

"Reza, kamu ngapain buka handphone-nya dia?" tanya Gisela.

"Ohh, aku cuman lagi mengecek aja history chat dia buat cari info soal koneksi dia," jawab Reza sambil membuka aplikasi WhatsUp.

Ada beberapa riwayat percakapan dengan beberapa rekan dia, Gisela, adik, dan orang-orang yang nomornya tidak disimpan sehingga namanya tidak diketahui. Namun ada satu hal yang mengganjal pikiran Reza sebelum ia mengecek seluruh riwayat percakapan itu satu per satu.

'Ini... Kok aneh... Kenapa dia-'


"AHHHH!!"


Peter mendadak berteriak kesakitan dan jatuh terduduk. Punggungnya mengeluarkan darah segar karena ditusuk sesuatu.

"Duh, kalau kamu gak main-main ngeliat handphone Stanley, harusnya kita bisa masih bisa lanjut nikmatin konser yang masih berlangsung setelah keluar dari sini... Reza."

Reza berbalik dan melihat pemandangan yang tidak bisa ia percaya. Gisela memegang belati yang baru saja ia gunakan untuk menusuk punggung Peter. Wajahnya tampak tersenyum.

"Hai, sayang. Kaget ya? Ketahuan deh~"


***

Superpower - Your Life Is The PriceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang