Time Freeze - Bagian 25

5 4 0
                                    

Menjelang malam hari, tamu-tamu tampak berdatangan ke rumah Peter dan memenuhi lantai pertama.

Jumlah tamu yang hadir diperkirakan mencapai hampir seratus orang. Uniknya, hampir seluruh undangan tersebut adalah tamu dari pihak ayah Peter. Ini pertama kalinya sang ayah sengaja mengundang rekan bisnis dan jurnalis di acara ulang tahun anaknya. Sebelumnya, tidak pernah ada perayaan ulang tahun seperti ini selain makan di restoran hotel bintang lima.

Satria turun dari mobil yang disewanya dengan aplikasi DiaDrive bersama dengan Ellie dan Edwin. Kedua pria tersebut mengenakan kemeja lengan panjang berwarna terang serta celana bahan dan sepatu pantofel berwarna gelap.

Sementara itu, Ellie memilih mengenakan gaun terusan berwarna hijau muda dan sepatu berhak tinggi berwarna hitam. Model rambut ekor kudanya tetap dipertahankan. Ia juga mengenakan aksesoris kalung dan anting kecil berwarna perak.

Seorang pelayan yang berdiri di depan pintu masuk mengantarkan mereka bertiga ke dalam untuk mengisi buku tamu undangan dan memasukkan kartu nama ke dalam mangkok yang disediakan. Di sampingnya, terdapat meja yang dikhususkan untuk menaruh kado untuk Peter bagi mereka yang membawanya.

"Edwin, kamu beneran gak bawa kado apa-apa?" tanya Ellie sambil mengisi buku tamu.

"... Anggap aja aku datang ini sudah jadi kado," Edwin menjawab kakaknya dengan wajah sewot.

"Ya udah, kalau gitu gw cari pita untuk membungkus lu ya," ujar Satria pada Edwin.

Meskipun maksudnya hanya bercanda, Edwin tidak tampak terbawa suasana dan tetap memasang wajah agak sewot.

Beberapa hari sebelumnya, Ansel menelepon dirinya untuk pergi bersama ke acara ulang tahun Peter. Ia menolak karena masih mengalami konflik batin atas perbuatannya memutuskan tali persahabatannya.

Namun, pembicaraan tersebut sayangnya didengar oleh Ellie dan Evan. Secara terpisah, DailyTechno juga diundang untuk menghadiri acara ini. Satria mengajak Ellie - yang kemudian memaksa Edwin - untuk pergi sebagai perwakilan dari kantor mereka bekerja.

Setelah selesai mengisi buku tamu, ketiganya berjalan menyusuri ruang tamu yang telah selesai disulap menjadi semacam ballroom.

Ellie mengajak (dengan setengah memaksa) Edwin untuk menyusuri memoar dua puluh tahun perjalanan hidup Peter. Sementara itu, Satria menghampiri meja yang memajang mesin pembuat kopi instan.

"Hei, Satria! Apa kabar?" sapa seorang pria berambut gondrong belah tengah ala tahun 1980-an.

Pria tersebut tampak rapih dengan mengenakan setelan formal kebanyakan pria di pesta tersebut: kemeja lengan panjang putih berjas hitam, celana bahan berwarna hitam, dan pantofel hitam. Kancing manset yang dikenakannya cukup menonjol karena memiliki motif seperti berlian berwarna biru terang dan memantulkan cahaya.

"Lho, Harry. Kabar baik. Lu juga diundang ke acara ini?" Satria langsung menyalami pria tersebut dan memeluknya sekejap.

"Iya. Kebetulan perusahaan yang empunya acara ini pernah nyewa gw punya EO (Event Organizer) beberapa kali sih. Jadi, mungkin dia udah anggap kalau gw sama partner gw di situ sebagai rekan bisnis dia yang dekat. Haha."

"Oh, I see. Gaya rambut lu nyaris gak berubah ya dari jaman dulu masih aktif di WISH. Sampai sekarang, pasti playlist yang sering lu putar di Spongetify masih berkisar di Queen, Bon Jovi, Iron Maiden, terus apalagi tuh."

Kedua teman lama tersebut bercakap-cakap sambil mengenang masa lalu saat mereka masih aktif di komunitas WISH.

WISH, atau akronim dari Wibu Indonesia Sejati & Hebat, merupakan salah satu komunitas penggemar budaya Jepang terbesar di Indonesia yang sangat aktif hingga sekarang. Di komunitas tersebut, Satria mengenal dan berteman dekat dengan tiga orang: Mike, Harry, dan Jin yang paling lama tidak pernah bertemu dengannya lagi.

Saat mereka masih aktif di komunitas, keempatnya tidak pernah absen untuk menghadiri acara-acara gathering yang diadakan oleh WISH. Harry termasuk sosok yang dikagumi oleh Mike dan Satria karena bisa mempertahankan keaktifannya di komunitas maupun pekerjaan utamanya yang tergolong sibuk, yaitu sebagai EO merangkap Wedding Organizer. Namun, saat ini Harry memilih fokus kepada EO saja.

"Jangan-jangan, Jin juga ada di sini," ucap Satria sambil menengok ke sekitarnya.

"Nah, gak ada kayaknya. Lagian, dia bukan tipe orang yang suka acara formal kayak gini, kan?"

Kedua teman lama tersebut tertawa bersama. Mereka lanjut membahas beberapa kejadian yang sedang viral di media sosial. Satria sempat menceletukkan kasus pembunuhan Mike dua bulan lalu.

"Duh, gw gak nyangka si Mike malah pergi meninggalkan kita dengan cara seperti itu. Gw harap, bosnya yang ditangkap itu dihukum seumur hidup," ucap Harry saat menanggapi kasus tersebut.

"Iyah, umur orang gak ada yang tahu ya... Siapa yang tahu juga hari ini kita bersenang-senang di acara mewah ini, besoknya tiba-tiba mati ditusuk orang gak dikenal, misalnya...."

"Hei, hei. Jangan malah murung donk. Ini kan perayaan ulang tahun. Yuk, cheer up sedikit."

"Hmm, gak bermaksud murung atau semacamnya sih. Tapi, lu tahu kan kalau belakangan suka ada saja kasus kematian atau percobaan bunuh diri yang terlihat aneh di Indonesia, terutama Jakarta. Gimana kalau tiba-tiba ada yang mati di pesta ulang tahun ini, coba."

Harry tertawa kecil, kemudian menepuk-nepuk pundak Satria. Ia mengajaknya untuk berjalan menjauhi mesin kopi karena ada tamu lain yang ingin menggunakan mesin tersebut.

"Hei, lama gak ketemu gw, kok lu jadi agak negative thinking-an sih orangnya. Lu ngomongin soal Kasus Merah yang dulu viral? Atau kematian si Mike yang mendadak banget itu?"

"Yah, macam-macam sih. By the way, lu percaya sama kekuatan super gak?"

Harry mengernyitkan dahinya saat mendengar pertanyaan yang terkesan acak tersebut.

"Gw sih percaya gak percaya saja aja deh. Kok lu tiba-tiba nanya pertanyaan random gitu sih?"

"Bagaimana kalau gw bilang, si Mike punya kekuatan su-"


*NGING!*


Terdengar suara menggaung yang agak keras. Saat Satria menoleh ke asal suara tersebut, tampak Gerard si kepala pelayan rumah sedang berdiri di dekat tangga sambil menggunakan mic untuk untuk meminta perhatian para pengunjung.

"Ehem... Selamat malam para pengunjung sekalian. Mohon maaf atas suara menggaung barusan. Kita akan segera memulai perayaan ulang tahun Peter Ariwibawa. Namun, sang ayah akan memberikan sepatah dua patah kata sambutan untuk berterima kasih secara langsung kepada para hadirin sekalian."

Gerard berjalan beberapa langkah menjauhi tangga. Seorang pria terlihat berjalan dari lantai dua menuruni tangga bersama Peter. Ia tampak berkulit putih, mengenakan setelan jas dan pakaian serba ungu gelap, berambut klimis, dan wajahnya tidak memiliki banyak kerutan meskipun sudah berusia kepala empat.

"Para hadirin sekalian, sambutlah Peter Ariwibawa dan ayahnya, Pak Gavin Ariwibawa, Business and Product Development Director di Diamond sekaligus komisaris utama Rumah Sakit Masilo!" seru Gerard yang diikuti dengan tepuk tangan meriah dari para tamu undangan.


***

Superpower - Your Life Is The PriceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang