[15 hari sebelum penangkapan Gavin Ariwibawa di Resor Rasa Ater]
Satria dan Ellie sama-sama bingung bagaimana harus bereaksi terhadap raungan Stanley barusan. Ia sempat berteriak berkali-kali bahwa dirinya yang membunuh Peter.
"AGHHH!! I killed him!!"
*DUNGG!!*
Lagi-lagi, Stanley memukul kursi tempat duduknya dengan sangat keras sambil berteriak dan membuat Satria dan Ellie berdiri karena terkejut. Mereka berdua memilih diam untuk menunggu Stanley lebih tenang. Butuh waktu beberapa menit hingga Stanley berhenti berteriak dan terisak.
"Stanley? Sori, apa tadi kami menyinggung sesuatu yang membuat kamu kesal?" tanya Satria mewakili Ellie karena khawatir anak buahnyalah penyebab ia mengamuk tadi.
"Bukan... Sorry, my bad. Saya memang seperti ini jika emosi saya meledak... Apalagi untuk kasus kehilangan seseorang yang berharga untuk saya. Sorry kalau tadi sempat membuat Bapak Ibu jadi takut..."
"Panggil Kak saja, jangan terlalu formal," ucap Ellie sambil berjalan mendekati Stanley sekaligus melewati Satria, "Maaf ya membuat kamu jadi teringat kenangan yang sedih lagi."
Satria menepuk bahu Ellie. Saat ia menoleh, Satria memberikan lambang jempol kepadanya.
"Iya, Kak... Ellie dan Kak Satria. Saya sudah berusaha keras untuk menenangkan diri sejak Peter meninggal di acara ultahnya. Namun, karena saya mencoba memendamnya, saya malah meledak tiba-tiba seperti barusan. Apalagi, di hadapan orang yang tidak saya kenal. Mohon maaf sekali lagi."
Stanley mengeluarkan saputangan berwarna coklat dari saku celananya dan menyeka sedikit bulir air mata yang sempat keluar. Tampak inisial P.A. yang dijahit di saputangan tersebut.
"Nah, gak apa-apa," Satria mengambil posisi duduk di samping Stanley, "Dulu waktu papa saya meninggal, saya juga meluapkan emosi saya dengan teriak sekeras-kerasnya di kuburan papa. Sebenarnya, membiarkan emosi meledak sesekali gak apa-apa sih. Mungkin untuk kasus kamu, lebih baik lampiaskan ke samsak atau bantal sambil teriak sekerasnya."
Stanley mengangguk singkat sambil kembali menyimpan saputangannya.
Ia sudah tampak terlihat lebih tenang dibandingkan kondisinya beberapa menit yang lalu. Orang-orang di sekitar mereka juga sudah tidak menonton dirinya lagi.
"Kak Ellie... Tadi bilang, kakaknya Edwin kan? Dia masih mengurung diri?" tanya Stanley sambil mendongak ke arah Ellie.
"Oh, itu... Iyah. Saya yakin sih dia terluka sekali, tapi saya juga khawatir karena dia hampir gak makan apa-apa...."
"Kalau boleh, saya ingin berkunjung ke rumah Kak Ellie. Saya akan coba ajak bareng Ansel. Tapi, mungkin gak langsung hari ini. Sepertinya, saya masih butuh meredam emosi saya sedikit lagi."
Ellie mengiyakan permintaan Stanley. Mereka berdua bertukar kontak agar Stanley bisa menghubunginya jika sudah mau datang berkunjung.
"Ngomong-ngomong, tadi kamu sempat bilang 'I killed him' itu, karena kamu merasa bersalah atas kematiannya Peter kah?" celetuk Ellie sesudah Stanley mengirim tes pesan kepadanya.
Stanley tampak sedikit panik kemudian menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan tersebut.
"Semacam itu sih, Kak. Oh ya, sebelumnya mohon maaf. Saya perlu pergi dulu untuk beli makanan buat papa saya. Kira-kira, ada pertanyaan penting lain lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Superpower - Your Life Is The Price
Mystery / ThrillerPernahkah kamu mendengar kasus pembunuhan yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa? Tahun 2021, Indonesia dihebohkan dengan kasus pembunuhan berantai yang tidak biasa. Setiap korbannya selalu ditemukan tewas dengan mengeluarkan darah dari mat...