enam puluh satu

747 132 10
                                    

Winda menuruni tangga cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Winda menuruni tangga cepat. Berlari dari kelas menuju sekretariat BEM yang jaraknya tidak dekat. Perlu waktu sepuluh menit walaupun sudah berlari, bagaimana kalau Winda memilih untuk jalan santai. Hari ini ada rapat persiapan Laporan Pertanggungjawaban tengah kepengurusan untuk divisi-nya saja, tidak boleh sampai terlambat.

"Sorry, gue telat!" pekik Winda saat Sena baru akan memulai rapat.

"Buruan duduk, Win!" seru Chandra.

Winda membungkuk beberapa kali sembari mengucapkan maaf. Ia segera duduk di dekat Sena, kursi yang selalu disediakan untuknya. Tanpa banyak bicara, Winda mengeluarkan catatan dan rapat pun dimulai.

Rapat persiapan berjalan dengan lancar, tetapi berbeda ketika rapat selesai. Satu-persatu anggota keluar untuk pulang, makan, atau melanjutkan jadwal kuliah mereka. Tersisalah Winda, Sena, dan Chandra. Chandra sibuk dengan permainan di ponsel, sementara Sena dan Winda terlihat canggung antara satu sama lain.

Seminggu berlalu semenjak Winda meminta Sena memberi jarak untuknya, seminggu pula keadaan antara Winda dan Sena berubah canggung. Ditambah mereka tidak ada bertemu seminggu ini. Rapat siang ini adalah pertemuan pertama mereka. Wajar kalau canggung.

Di antara keduanya, tidak ada yang berani memulai percakapan lebih dahulu. Winda takut Sena marah, Sena juga takut Winda marah. Kecanggungan mereka bahkan sampai tertangkap oleh kepekaan Chandra.

"Lo berdua tumben diam? Biasanya ribut mulu," cibir Chandra sembari bangkit dan mengalungkan salah satu tali tas pada bahu kirinya.

"Kalau ada masalah, buruan diselesain. Terutama Winda," ucap Chandra kemudian.

Winda menoleh, menatap Chandra bingung. "Kok gue?" tanya Winda.

"Kalau bukan lo biangnya, terus siapa? Please deh Win, berhenti denial! Kalau lo suka sama Sena, bilang! Kalau lo enggak mencoba, sampai kapanpun lo bakal terperangkap sama trauma lo itu," balas Chandra.

"Lo kok t..."

"Sena itu sahabat gue, Win. Apa-apa yang dicari ya gue. Cerita sama gue. Jadi semua yang berhubungan sama lo, gue pasti tahu karena Sena ceritanya ke gue," sela Chandra.

Chandra sebenarnya tidak suka ikut campur dengan urusan orang lain, terutama urusan sahabatnya. Namun Chandra tidak suka melihat Sena yang lesu. Seminggu terakhir, Sena terlihat tidak punya semangat hidup. Saat rapat tadi, Sena bisa saja berpura-pura semua baik-baik saja. Namun Chandra tahu, itu hanya kamuflase saja. Sena galau karena Winda.

"Gue enggak tahu apa yang lo pertimbangkan, tapi kalau emang suka ya bilang aja. Jangan mikirin apa yang terjadi nanti atau apa kata orang. Lo ikutin aja kata hati lo," saran Chandra.

Chandra lalu beralih menepuk bahu Sena pelan. "Good luck, bro!"

Chandra keluar dari sekretariat BEM, meninggalkan Sena dan Winda kembali pada kesunyian. Masih tidak ada satupun dari mereka yang berani buka suara. Keduanya takut, apa yang keluar dari mulut mereka akan membuat semuanya hancur berantakan.

notre vie | aespa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang