Setengah jam berlalu, Tama belum keluar juga. Karina semakin was-was, ditambah ia sudah menyuruh sahabat-sahabatnya untuk meninggalkan dirinya mengingat hari sudah semakin sore.
Tak lama, pintu ruangan terbuka. Bukan Tama, melainkan salah satu pegawai yang meminta dirinya untuk masuk ke dalam. Jantung Karina berpacu cepat, sebesar apa masalahnya sampai ia pun dipanggil?
Karina bergegas mengikuti pegawai tersebut. Untung saja semua barang sudah diletakkan Giselle, Winda, dan Ningning di mobil, sehingga Karina tidak kerepotan membawa banyak barang masuk ke dalam.
Masuk di dalam ruangan, Karina diminta duduk di seberang Jeno. Tentu saja mata Karina melirik ke arah Tama yang duduk berjarak dua kursi darinya. Sekali lagi melihat betapa parahnya luka di wajah Tama membuat Karina meringis. Karina saja bisa merasakan sakitnya, lalu bagaimana bisa Tama terlihat baik-baik saja.
"Nak Karina, maaf membuat kamu menunggu lama di luar. Saya sudah berdiskusi cukup panjang dengan Jeno dan juga Pak Pratama. Hasilnya, Jeno akan mengucapkan permintaan maaf karena sudah mengganggu Nak Karina."
Jeno berdiri dari duduk dan membungkuk sembilan puluh derajat di hadapan Karina. "Saya minta maaf karena telah membuat kamu merasa terganggu dan marah," ucap Jeno.
Karina tidak tahu setulus apa hati Jeno meminta maaf padanya. Pikiran Karina selalu menjurus ke arah negatif jika sudah berhubungan dengan Jeno, tidak aneh jika si gadis merasa sangsi dengan ucapan si lelaki.
"Terima kasih karena sudah meminta maaf." Hanya itu yang mampu Karina ucapkan. Tidak mudah baginya untuk memaafkan Jeno, tetapi tidak mungkin juga ia menolak permintaan maaf tersebut di depan sekretaris rektor. Urusan bisa semakin ruwet.
"Baik. Masalah selesai di sini. Sekarang kalian bisa keluar dari ruangan ini," titah sekretaris rektor. Pria berusia pertengahan kepala empat itu langsung keluar tanpa ucapan lainnya.
Karina mendadak merasa tidak tenang. Apa semudah Jeno mengucapkan maaf, kericuhan yang terjadi beberapa jam yang lalu itu berakhir begitu saja? Hatinya mengatakan masih ada hal lain yang tidak ia ketahui. Tidak mungkin kan selama satu jam setengah, hanya permintaan maaf yang dijadikan solusi?
Karina mengejar Tama yang lebih dahulu berjalan. Jangan tanya di mana Jeno, Karina sungguh tidak peduli.
"Kak, tungguin!" panggil Karina.
Tama seakan tuli, ia terus berjalan ke arah lift. Karina harus berlari dan berdiri di depan Tama untuk menghentikan langkah si pria. Tama begitu kentara tengah menghindar.
"Kakak kenapa enggak respon panggilanku?!" sergah Karina.
"Karina, ini di kampus. Kamu enggak bisa panggil saya seperti biasanya," peringat Tama.
Karina tercengang. Tidak ada yang salah dengan ucapan Tama, tetapi mengapa ucapan itu si pria gunakan sebagai tameng di depan Karina? Apa yang Tama coba tutupi darinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
notre vie | aespa ✔️
Fiksi UmumIni tentang aespa, satu dari banyak 'geng' eksis di Hope University. Karina, Giselle, Winda, dan Ningning mungkin bersahabat, namun keempatnya punya cerita sendiri, dengan lika-liku yang berbeda. #1 on ningning | 2020.12.29 #1 on ningyizhuo | 2020.1...