delapan puluh empat

826 120 2
                                    

Winda menggosokkan tangan di dekat perapian yang Chandra buat beberapa menit lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Winda menggosokkan tangan di dekat perapian yang Chandra buat beberapa menit lalu. Tangannya terasa begitu dingin dan bisa jadi kaku jika tidak mendapat kehangatan.

"Winda, ayo makan dulu!" pekik Ayana membawa satu panci berisi dua bungkus mie kuah untuk dibagi berdua.

"Sena sama Chandra terus gimana, Kak?" tanya Winda.

"Mereka mah biarin aja! Bisa ngurus diri sendiri. Paling berantem dikit," balas Ayana.

Menggunakan bungkus bekas mie sebagai tatakan, Winda dan Ayana makan menggunakan sumpit kayu yang sudah mereka bawa sebelumnya.

"Ini pertama kali lo mendaki ya?" tanya Ayana.

Winda mengangguk dengan mulut penuh mie. Pipinya kembung, membuat Ayana tertawa pelan. "Lo lucu banget sih, Win! Pantes aja si Sena kepincut," celetuk Ayana.

"Kakak kenal Sena dari kapan?" tanya Winda tiba-tiba.

Ayana menyeruput dan menguyah mie di mulut sebelum akhirnya bersua, "Sejak SMA? Aku kenal Chandra udah dari kecil. Kita udah dijodohin malah dari Chandra baru lahir. Terus karena Chandra dekat sama Sena, ya udah kenalan."

"Gue mungkin enggak begitu kenal luar-dalam sama Sena, tapi lo harus bersyukur bisa jadi bagian penting dalam hidup dia. Sena itu sebenarnya sulit terbuka sama orang lain. Kerjaan dia mendam mulu. Dia cerita ke Chandra aja, kalau Chandra enggak tahu dan marah, ya enggak bakal cerita, Win. Se-reserved itu!" lanjut Ayana.

Baru kali ini Winda mendengar pendapat orang lain akan sosok Sena. Gadis itu menatap tidak percaya. Apa iya lelaki ceria nan supel seperti Sena susah untuk terbuka dengan yang lain?

"Lo pasti enggak percaya?! Gue maklumi, gue dulu awalnya juga kaget kok ada orang ceria kayak tanpa beban begitu, eh ternyata di dalam dia punya sisi lemah yang tidak ingin ditunjukkan," tambah Ayana saat menyadari tatapan Winda.

Winda jadi teringat pada masa ia meminta Sena untuk menjauhinya, sebelum mereka berpacaran dulu. Perasaan bersalah itu lalu muncul. Winda jadi berpikir bagaimana bisa Sena bertahan sekian lama untuk menunggu. Oh Ya Tuhan, Winda baru saja menyadari betapa jahatnya ia pada Sena.

"Udah habis!" pekik Ayana.

Ayana dorong pelan lengan Winda untuk bangkit. "Udah sana balik ke tenda. Nanti biar aku sisanya aku beresin," titah Ayana.

"Tapi, Kak..."

"Udah sana! Nanti aku sama yang lain nyusul," sela Ayana.

Winda berjalan pelan memasuki tenda. Ukuran tenda cukup besar untuk memuat empat orang. Sengaja hanya membawa satu tenda agar tidak banyak bawaan. Winda masuk dan langsung merebahkan diri ke dalam sleeping bag yang Sena sengaja siapkan untuknya. Tubuh Winda kembali menggigil, namun untuk keluar lagi ia sudah tidak ada tenaga.

Tak lama, tenda dibuka oleh Sena. Netranya melebar kala menemukan tubuh Winda yang bergetar. Sena langsung saja mendekat dan memeluk. "Kamu ada riwayat hipotermia?"

notre vie | aespa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang