Seminggu berlalu semenjak kejadian menyeramkan yang menimpa Mama-nya Giselle. Luka-luka di tubuh sang Mama sudah mengering, beberapa luka bahkan sudah menghilang. Namun Mama masih harus berada di bawah pengawasan dokter. Kakek dan Nenek Giselle juga tidak mengijinkan, sekeras apapun Mama-nya meminta. Apalagi proses hukum pada sang Papa belum selesai, Kakek dan Nenek hanya menginginkan yang terbaik untuk sang putri.
Maka di sinilah Giselle, masih setia menunggui sang Mama di rumah sakit. Untung masih ada jatah libur kuliah selama kurang lebih satu bulan, sehingga Giselle tidak perlu merasa bersalah jika harus pergi kuliah. Beruntungnya Giselle, memiliki Karina dan Winter yang dengan baik hati membawakan keperluan Giselle dan sang Mama dari rumah, setiap beberapa hari. Ningning sempat menjenguk, keesokan harinya setelah kejadian, namun setelahnya gadis itu harus kembali ke Surabaya untuk menyelesaikan magangnya. Tapi tidak masalah, gadis keturunan Cina itu rajin menelepon setiap malam.
"Tante, kali ini Karina yang nyuapin ya!" pekik Karina membuyarkan lamunan Giselle yang duduk di sofa, baru saja bangun setelah satu jam tertidur.
"Ih! Giliran dong Kak Rin! Kan kemarin udah Kakak, giliran aku sekarang," protes Winda.
Giselle hanya bisa menggeleng melihat tingkah Karina dan Winda. Setiap hari sejak Mama-nya siuman, kedua sahabatnya itu selalu rebutan untuk menyuapi kala makan siang. Mama-nya Giselle sih suka saja dijadikan bahan rebutan, tapi Giselle yang kesal. Kalau rebutan, ributnya bisa sampai ke lorong depan. Tebakan Giselle, sebentar lagi akan ada perawat yang datang menegur.
Pintu ruangan tiba-tiba terbuka, menampilkan perawat yang sama. Benar tebakan Giselle.
"Kalian lagi?! Apa enggak capek ribut soal siapa giliran nyuapin pasien?!" Si perawat sampai hapal bagaimana peringai Karina dan Winda.
"Ini loh sus, dia enggak mau ngalah sama aku," keluh Karina.
Winda mendecih. "Apaan? Kakak udah loh kemarin!" balas Winda.
Keributan keduanya membuat Mama-nya Giselle tertawa dan membuat perawat yang menegur makin kesal. Giselle memilih tidak peduli. Lebih baik ia makan nasi bento yang tadi dibawa oleh Satria saat berkunjung. Kekasih gadis itu sudah kembali dua jam yang lalu.
"Assa! Giliran gue!" pekik Winda mendorong tubuh Karina. Otomatis Karina berdiri dari duduknya dengan bibir ditekuk ke bawah. Ia hentakkan kaki keras-keras sembari berjalan dan duduk di samping Giselle.
"Kenapa sih lo bete gitu?"
"Ih kan gue mau nyuapin Tante!"
"Gue yang anaknya aja santai, lo kenapa riweh banget deh," sahut Giselle.
"Halah, ngomongnya santai aja. Tapi coba gue suruh lo pulang, mau enggak lo?" sindir Karina.
"Gue kan nungguin Mama gue! Gimana sih?! Maksud gue tuh enggak riweh sampai nyuapin aja rebutan. Orang Mama tuh bisa kok makan sendiri. Luka-lukanya aja yang bikin orang sangsi. Sekarang sih udah mulai samar," balas Giselle.
KAMU SEDANG MEMBACA
notre vie | aespa ✔️
Fiksi UmumIni tentang aespa, satu dari banyak 'geng' eksis di Hope University. Karina, Giselle, Winda, dan Ningning mungkin bersahabat, namun keempatnya punya cerita sendiri, dengan lika-liku yang berbeda. #1 on ningning | 2020.12.29 #1 on ningyizhuo | 2020.1...