dua puluh empat

1K 180 6
                                    

Winda merapikan tasnya setelah evaluasi kegiatan BEM berakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Winda merapikan tasnya setelah evaluasi kegiatan BEM berakhir. Tak terasa sudah lebih dari dua belas jam Winda berada di kampus. Winda kini bingung cara pulang karena jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Mau pesan ojek atau taksi online pun ragu, takutnya tidak ada yang mengambil pesanan Winda.

"Win," panggil Sena.

"Iya?"

"Ayo pulang bareng gue!" tawar Sena.

Winda masih pada pendirian tidak memberi kesempatan sekalipun untuk Sena. "Enggak usah, Sen. Gue bisa pulang sendiri."

Sena tidak menggubris penolakan Winda. Lelaki itu ambil tas Winda dan ia kalungkan pada bahu. "Ingat, gue udah bilang kalau gue bakal bikin lo suka sama gue. Jadi gue enggak terima penolakan.

Sena raih tangan Winda, yang langsung mendapat penolakan dari si gadis. "Gue kan bilang enggak mau!" teriak Winda.

Winda tidak suka dipaksa dan Sena tidak mau ditolak. Yang Sena lakukan selanjutnya benar-benar diluar dugaan Winda dan juga anggota BEM lainnya. Sena angkat tubuh Winda dan menggendong si gadis bak karung beras di bahu. Satu tangan menahan kaki, sementara tangan satunya menahan pinggang Winda.

"Sena! Turunin enggak?!" teriak Winda memenuhi lorong kampus.

Tangan gadis itu juga bergerak memukul punggung Sena, namun si lelaki tidak ada keinginan untuk menurunkan Winda sekalipun. Biar saja orang-orang memandangnya aneh. Lebih baik ia dianggap aneh ketimbang membiarkan Winda pulang seorang diri.

"Eh? Lo jadian sama Winda?" tanya salah satu teman keduanya.

"Otw! Doain ya!" ucap Sena lantang.

Sena baru menurunkan Winda saat mereka tiba di parkiran motor. Ya tidak mungkin juga Sena mengantar Winda pulang dengan posisi tadi, berbahaya untuk keselamatan dan kalau ketahuan Polisi ya malas juga.

"Sena! Lo..."

Sena tidak memberi Winda kesempatan berbicara. Lelaki itu langsung memasang helm pada kepala Winda dan menyatukan pengaitnya. "Cerewet! Gue antar lo pulang, titik. Ini jugaan tas lo di gue, jadi lo enggak bisa kabur."

"Lo! Nyebelin banget sih!"

Sumpah! Winda tidak habis pikir dengan jalan pikir Sena. Kenapa lelaki itu menjadi berkali-kali lebih menyebalkan sejak kejadian lusa sih?

"Iya, gue tahu gue nyebelin! Tapi gue mending lo omelin timbang ngebiarin lo pulang sendirian malam-malam," ucap Sena yang memundurkan dan menghidupkan mesin motor Beat kesayangannya.

"Kan gue udah bilang gue bisa pulang send..."

"Naik, Winda!" ucap Sena tegas.

Winda mendengus sebal. Kalau sudah begini, sekeras apapun ia menolak, Sena akan punya caranya sendiri untuk membuat Winda menurut. Ketimbang dipaksa, lebih baik dia iyakan permintaan Sena secara sukarela.

notre vie | aespa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang