Karina menghentak-hentakkan kaki selama berjalan menjauhi ruang VIP. Menyusuri hotel dengan ujung hak heels bertemu dengan lantai keramik, menimbulkan suara bising yang menggema. Tapi Karina tidak ada waktu untuk memikirkan keributan yang ditimbulkan kakinya. Ia ingin sesegera mungkin pergi. Sepertinya kabur ke seberang adalah keputusan paling tepat saat ini.
"Nyebelin banget sih jadi cowok! Mau dia lebih tua setahun kek, lima tahun, sepuluh tahun sekalipun, apa hak dia pegang-pegang gue?" dumal Karina pelan. Walau sedang kesal, ia tidak ingin disangka orang gila karena berbicara sendirian.
"Kenapa juga sih itu orang enggak punya pacar sampai dijodohin begini? Ngenes bener!"
"Tapi gue juga ikutan ngenes jadinya. Emang masih jaman apa jadi Siti Nurbaya kesekian?"
Karina terus mendumal, tanpa menyadari kehadiran Tama yang mengikuti si gadis di belakang. Si pria keluar ruangan, tepat setelah Karina keluar. Sehingga, Tama tidak kesulitan mengikuti ke mana perginya si gadis. Kedua tangan Tama masukkan ke dalam kantung celana kain yang tengah ia kenakan.
Tama terkikik pelan mendengar gumaman Karina. Lucu juga gadis itu, batin Tama. Karina sadar tidak sih, kalau yang gadis itu lakukan tanpa sadar, membuat Tama merasa gemas dan seketika menyesal karena pernah membentak Karina. Ya, walaupun Tama tidak seratus persen salah, karena Karina datang terlambat, dua puluh menit setelah kelas dimulai. Kejadiannya sudah tiga tahun lebih berlalu, tapi hebat juga Karina masih mengingat seakan kejadian itu terjadi kemarin.
Saat tengah memikirkan Karina, netra Tama tak sengaja menangkap sesuatu yang aneh. Sesuatu yang aneh itu, membuat Tama berjalan lebih cepat mendekati Karina.
"Udah selesai ngomelnya?" tanya Tama.
Langkah Karina berhenti saat menyadari suara Tama. Gadis itu otomati memutar badannya dan langsung memberikan tatapan sinis pada Tama.
"Ngapain Bapak ngikutin saya?" ketus Karina.
Tama tertawa sebentar, sebelum mengeluarkan satu tangannya dari saku, mendekati Karina dan merangkul pundak gadis itu.
"Ih?! Apaan sih?! Kok malah ngeran..."
"Kalau lo enggak mau dilihatin sama om-om pedo di ujung sana, mending diem aja," potong Tama sembari memicing ke arah pria berusia kepala empat atau lebih, yang duduk di dekat meja resepsionis.
Karina memicing pelan. Tama tidak bohong. Ada seorang pria yang mengalihkan pandangan darinya. Reaksi tubuhnya aneh, seperti takut karena ketahuan oleh Tama yang kini merangkul Karina dari samping.
Karina tidak ambil pusing untuk itu. Sebenarnya ya risih kalau ternyata benar pria yang dimaksud Tama melihatnya dengan pandangan 'lapar'. Tapi dia tidak ada bukti, jadi tidak akan bisa dibuktikan kebenarannya. Orang kasus pelecehan yang benar-benar pelecehan saja susah diusut, apalagi cuma 'sekadar' memandang.
Ketimbang itu, Karina lebih memikirkan sikap sok akrab Tama padanya. Apaan banget sih pakai aku-kamu, gue-lo. Sok gaul banget! "Udah tua aja, begayaan," batin Karina.
KAMU SEDANG MEMBACA
notre vie | aespa ✔️
General FictionIni tentang aespa, satu dari banyak 'geng' eksis di Hope University. Karina, Giselle, Winda, dan Ningning mungkin bersahabat, namun keempatnya punya cerita sendiri, dengan lika-liku yang berbeda. #1 on ningning | 2020.12.29 #1 on ningyizhuo | 2020.1...