Karina berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Suara ketukan dari ujung heels yang ia kenakan, menggema ke penjuru kamar berukuran 7x8 miliknya. Beberapa kali Karina melewati depan cermin, sekilas memperlihatkan penampilan cantik si gadis yang terbalut gaun semi-formal dan riasan natural.
Namun, bukan gaun maupun riasan yang menjadi fokus utama Karina. Jantung gadis itu berdebar, kala memikirkan kemungkinan seperti apa yang akan terjadi saat makan malam dengan keluarga Tama, panggilan singkat pria yang dijodohkan dengannya.
Satu tangan Karina memegang ponsel, sedang melakukan panggilan mode loudspeaker bersama Giselle, Winda, dan Ningning, menggunakan aplikasi Whatsapp. Sementara tangan lainya berada di area wajah, menggigiti kuku jari yang kebetulan tidak sedang diwarnai.
"Kak! Would you stop doing that? Kalau lo mondar-mandir, tapi pake sandal rumahan, enggak apa-apa dah! Tapi, ini lo pake heels. Suaranya kedengeran sampai sini!" omel Ningning.
"Ning! Biarin aja kenapa sih? Wajar Kak Karin begitu. Siapa sih yang enggak deg-degan, ketika dihadapkan dengan situasi begitu? Mungkin dengan begitu, Kak Karin bisa tenang," ucap Winda membela Karina.
"Cih! Belain aja terus! Gue nyuruh berhenti tuh, biar Kak Karin enggak makin overthinking, Kak Win. Berhenti jalan ke sana kemari, duduk, terus dinginin kepala!" tutur Ningning.
"Bener tuh kata Ningning. Lo enggak bisa gini terus, Rin. Tenangin diri lo coba! Berhenti jalan, terus duduk di mana deh, terserah. Lo pikirin dah, apa yang bikin lo sampai uring-uringan gini," celetuk Giselle.
Karina turuti saran dari Giselle dan Ningsih, duduk di pinggir tempat tidur. Tapi tidak ada perubahan, jantung Karina masih berdetak kencang, bahkan mungkin semakin kencang.
"Anjir! Gue makin enggak tenang ini!" pekik Karina.
"Kak Karin, lagi pake jam enggak? Coba atur ke mode Breathing, terus Kakak napas ngikutin waktu yang dikasih sama aplikasi. Mungkin bisa ngebantu Kakak buat lebih tenang," saran Winda.
Karina angkat pergelangan tangan kiri, lalu menggulir layar smart watch yang ia kenakan dengan bantuan jari tangan kanan. Ia tekan start dan mulai bernafas berdasarkan instruksi, mengikuti detik kala mengambil napas dan menghembuskannya. Berulang kali Karina lakukan, hingga akhirnya bisa lebih tenang.
"Jam berapa sih acara Kakak?!" tanya Ningning.
"Masih dua jam lagi sih," balas Karina.
"Astaga! Masih lama dong!" celetuk Winda.
"Ya udah lah, berbagi cerita aja soal kegiatan kalian kemarin. Siapa tahu Karina bisa tenang. Mulai dari Ningning! Lo kemarin nginep kan di rumah Kak Hendery?!" serang Giselle.
"Lah kok gue duluan? Kak Winda aja yang seharian pergi sama Kak Sena sama Kak Chandra," tolak Ningning.
"Eh? Lo kemarin jalan sama itu dua? Ngapain?! Anjir, gue enggak tahu apa-apa nih!" seru Giselle.
KAMU SEDANG MEMBACA
notre vie | aespa ✔️
Ficción GeneralIni tentang aespa, satu dari banyak 'geng' eksis di Hope University. Karina, Giselle, Winda, dan Ningning mungkin bersahabat, namun keempatnya punya cerita sendiri, dengan lika-liku yang berbeda. #1 on ningning | 2020.12.29 #1 on ningyizhuo | 2020.1...