Karina menyapukan pecahan-pecahan barang di lantai mengunakan bantuan pengki. Pecahan-pecahan kemudian ia tuang ke tempat sampah yang sengaja ia taruh di tengah ruangan antara meja makan, dapur dan ruang tamu.
Karina sesungguhnya ngeri sendiri. Banyak sekali pecahan piring, gelas, bahkan vas bunga yang tersebar di lantai. Karina sampai tidak melepas alas kaki karena takut kakinya terkena pecahan.
Sementara Karina sibuk bersih-bersih, Tama harus menyelesaikan beberapa urusan dengan petugas polisi yang sudah menyelesaikan penyidikan. Ada beberapa arahan dari polisi, sebelumnya akhirnya mereka kembali ke kantor untuk melanjutkan proses hukum.
Tama masuk ke dalam, lalu membantu Karina mengembalikan barang-barang yang berjatuhan ke lantai.
"Rin, masih lama nyapu-nya?" tanya Tama.
"Belum nih! Masih banyak!" balas Karina.
"Sumpah enggak paham sama Papa-nya Giselle! Dia yang selama ini nyakitin Giselle sama Tante, tapi kenapa dia yang marah? Kenapa dia balik lagi nyakitin? Brengsek!" lanjut Karina.
Tama tidak banyak berkomentar. Ia biarkan saja Karina mengomel. Menurutnya Karina wajar marah, ini sahabatnya yang disakiti. Siapa yang terima kalau orang terdekat kalian disakiti? Tidak ada, pasti kalian juga tidak terima kalau orang kalian sayangi terluka.
Sama seperti Tama, ia tidak mau Karina disakiti. Tentu ada alasan kenapa ia sangat marah saat mengetahui Karina memiliki hubungan gelap dengan Jeno. Ini bukan hanya soal pengkhianatan, tetapi hidup Karina bisa terancam kalau terlalu jauh gadis itu berhubungan dengan sang adik sepupu. Tama juga tidak ingin sampai melukai Jeno. Semarahnya Tama, ia tidak akan menyakiti Karina dan Jeno yang sama-sama berharga untuknya.
Beres dengan pekerjaannya, Tama mengambil alih sapu dan pengki di tangan Karina. Karina tentu saja protes, "Kak! Kok diambil sih?!"
"Kamu ke atas aja, siapin baju-nya Giselle sama Mama-nya. Kalau tadi lihat sekilas, lukanya parah, kemungkinan enggak sebentar di rumah sakit-nya. Giselle pasti nemenin Mama-nya terus, enggak mungkin dia sempat pulang. Jadi mending kita yang bawain sekarang, biar dia enggak mikirin yang lain-lain lagi," ucap Tama.
"Terus ini?" tanya Karina menunjuk ke arah sapu dan pengki yang sudah berpindah tangan.
"Ya aku aja yang bersihin. Aku bisa kok sendiri," ucap Tama. Ia dorong punggung Karina pelan, mengusir gadis itu menjauh.
Karina hanya bisa menurut. Ia masih sangsi untuk membuat keributan dengan Tama. Apalagi jika mengingat kejadian saat di tempat teman Tama yang dokter itu, rasanya Karina malu banget. Ia tidak sadar karena menangis dan membasahi pakaian si pria. Sudah begitu, Tama yang sebelumnya marah tiba-tiba meledeknya cengeng. Apa tidak makin tengsin ya Karina. Pipinya pasti sangat merah saat Tama menggoda dirinya.
Sudahlah! Lebih baik ia menyelesaikan perintah Tama tadi, agar mereka bisa segera ke rumah sakit menemani Giselle.
KAMU SEDANG MEMBACA
notre vie | aespa ✔️
General FictionIni tentang aespa, satu dari banyak 'geng' eksis di Hope University. Karina, Giselle, Winda, dan Ningning mungkin bersahabat, namun keempatnya punya cerita sendiri, dengan lika-liku yang berbeda. #1 on ningning | 2020.12.29 #1 on ningyizhuo | 2020.1...