"Menikahlah denganku."
"Kita baru saja bertemu dan kau ingin aku menikahimu?"
"Aku jatuh cinta padamu."
"Apa kau pikir aku akan mengatakan hal yang sama?"
"Kalau begitu, jatuh cintalah padaku."
"Tapi aku seorang pria, begitupun denganmu."
"Apa itu menjadi masalah?"
"Ya! Karena aku adalah seorang heteroseksual."
"Tapi ada juga yang disebuat biseks. Lain kali, jika aku bertemu denganmu lagi, maka aku akan menanyakan hal yang sama. Sampai jumpa, Ren."
"Hei, Kaia! Dengarkan aku! Kita tidak akan mungkin bisa bersama! Hei!"
***
"Ren, this is your end."
"Kau! Berani-beraninya!"
"Terlalu tinggi mengangkat dagumu setiap saat bisa mengantarkanmu ke periode ini. Kau terlalu sombong."
"Sial! Aku selalu menghormatimu tapi kau!"
"Well, that's your bad luck. Jangan mempercayai orang lain begitu mudah."
"Kau."
"Rest in hell, Asshole."
"Dammit."
***
Terbangun di tengah hutan belantara bukanlah hal yang diharapkan oleh Ren. Terlebih lagi, terbangun dalam kondisi jatuh terguling dari atas bukit sampai ke lereng. Tuhan jelas tahu bagaimana ia mampu menahan semua yang sedang menimpanya. Ini adalah kesempatannya lagi. Tidak mungkin akan ia sia-siakan begitu saja.
Ren pernah mati sekali.
Dan rasanya sangat luar biasa.
Bukan luar biasa melegakan, namun sebaliknya.
Ren dikhianati oleh rekannya sendiri. Semua teman terpercayanya terbunuh dalam sekejap. Bahkan hingga tetes darah penghabisannya, seseorang yang pernah ia tolak mentah-mentah justru rela menjadi tamengnya. Tepat sebelum detik terakhir kematian sosok itu, dia menagih jawaban Ren kembali seperti apa yang pernah dia katakan sebelumnya. Namun waktu itu, Ren kembali menolaknya untuk yang kesekian kalinya. Sebelum ia bisa meminta maaf pada sosok itu, Ren melihatnya dengan mata kepalanya sendiri bagaimana ribuan panah jiwa milik orang itu justru kembali dan menyerang sang pemilik.
Kaia mati di hadapannya.
Semua ini karena dirinya.
Ren sangat menyesal.
Jika Kaia tidak menolongnya, dia mungkin masih mampu untuk mengontrol semua panah yang berasal dari jiwanya sendiri. Namun Kaia memutuskan untuk menolong Ren yang kemudian mengakibatkan jiwanya tidak stabil dan berakhir menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Di sinilah penyesalan Ren berasal, entah kenapa, hatinya seperti dihancurkan menjadi keping-keping kecil ketika melihat cahaya yang selalu bersinar di mata Kaia seketika redup dan kosong. Kaia mati di tempat saat itu juga, tanpa sempat memberikan senyum tenang pada Ren—seperti yang biasa pria itu lakukan kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingless
MaceraBerparas menawan, tinggi semampai, hingga berbudi luhur. Apalagi yang bisa diharapkan oleh Ren dari sosok Kaia? Bahkan Kaia masih terus mengejarnya dan melindunginya sampai saat terakhirnya. Karma mungkin sedang tertawa padanya, menamparnya dengan f...