63. Too Hard to Believe

1.2K 239 29
                                    

Ran menatap Ren lama sekali.

Masalahnya adalah ada seorang pria tampan bertubuh tinggi besar dan berkulit gelap sedang mengaku sebagai adiknya yang telah meninggal beberapa tahun lalu karena terlalu lama begadang. Hal ini benar-benar memberikan dampak yang besar bagi keluarga mereka. Ren merupakan sosok anak sekaligus adik kesayangan dari keluarga Ruthven. Bahkan jika dia tidak ingin bekerja, orangtua serta kakak-kakaknya bersedia untuk mensponsorinya tanpa merasa terbebani sekali pun.

Selain dari pria paling tinggi, ke delapan lainnya berbicara dengan bahasa yang tidak Ran mengerti sama sekali. Namun pria berambut panjang yang duduk bersebalahan dengan pria berkulit gelap tadi terlalu menyilaukan. Keindahannya terlalu memukau sehingga untuk beberapa saat, Ran seperti tersihir. "Kau bilang, kau adalah Ren yang bertransmigrasi ke dunia game yang kau mainkan sebelum meninggal?"

"Uh'hum. Hei! Kau punya biskuit Oneo di rumah? Anak-anakku mungkin suka dengan biskuit itu." Ren lalu berdiri dan berjalan ke arah dapur yang sudah ia hapal mati.

Langkah itu membuat Ran terkaget-kaget. Ia bertanya-tanya apakah sosok yang ada di depannya memang benar-benar Ren atau bagaimana? Kenapa bisa seperti ini? "Ya, ada di tempat biasa." Ran masih mencoba apakah sosok itu memang memiliki jiwa Ren di dalam tubuhnya. Adik kecilnya Ren, kenapa bisa tumbuh sebesar itu?!

Mata Ran harus membelalak ketika Ren besar itu ternyata memang benar-benar tahu tempat dimana biskuit Oneo biasa diletakkan! Ketiga bersaudara sangat suka makan biskuit Oneo sehingga ibu mereka selalu menyetok banyak biskuit ini di rumah.

"Ngomong-ngomong, apa kau pernah bertemu dengan anak-anakku?" tanya Ren sembari membawa sekaleng biskuit Oneo. Ia duduk lalu membuka kaleng itu agar anak-anaknya bisa makan. Bahkan ia memberikan satu pada Kaia untuk dicicipi. Sedangkan Zizi, Kaia memberikan biskuit dengan cara dihancurkan terlebih dahulu dengan ibu jari dan telunjuknya.

Mendengar pertanyaan Ren, Ran lalu menatap anak-anak kecil lucu bin imut itu satu persatu. Mereka memiliki warna rambut dan mata yang aneh. Ran lalu menggelengkan kepalanya. Ia merasa belum pernah bertemu dengan tuyul-tuyul kecil itu.

"Jadi memang benar jika Rin yang bertemu dengan mereka tempo hari," gumam Ren pada dirinya sendiri.

"Kau . . . kenapa mewarnai rambut anak-anakmu sejak usia dini?" Sebagai seorang dokter, ia merasa jika ini berlebihan. Bisa jadi pewarna rambut tidak sesuai dengan kulit rentan bayi. Apalagi yang paling kecil, warna rambutnya silver! Mana ada bayi yang memiliki rambut silver?!

Ren menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Mewarnai rambut mereka? Jangan bodoh. Itu warna rambut alami mereka."

Mata Ran menatap ketakutan. Ia berpikir jika apa yang ada di hadapannya terlalu sulit untuk dipercaya! Lagipula, ke mana ayah, ibu, serta kakaknya?! Ia telah memanggilnya beberapa waktu lalu tapi mereka belum juga kembali. Baik Rin dan orangtuanya menganggapnya gila, namun Ran terus keras kepala mengatakan jika mereka harus datang dan membuktikannya sendiri.

Suara mobil lain kemudian terdengar dari pintu gerbang. Sebelum Ran bisa mengatakan sesuatu, Ren segera menyambar, "huh! Rin selalu menjadi pengemudi yang cepat! Firma Hukum miliknya kan cukup jauh dari sini."

Tidak memikirkan bagaimana mobilnya terparkir, Rin segera berlari masuk ke dalam rumahnya. Betapa terkejutnya ia ketika melihat Ren. Sosok itu lebih tinggi sekitar 20 sentimeter daripada dirinya. "Kau . . .," ujarnya menggantung.

"Rin, ini aku Ren." Lagi-lagi, Ren berusaha meyakinkan kakaknya yang lain dengan jati dirinya.

Di sisi lain, Rin menatapnya tidak percaya. Ren yang ia tahu sangat pendek dan berkulit cerah. Sedangkan Ren yang ada di hadapannya adalah cetakan langsung dari Dewa Yunani.

KinglessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang