Sebuah mobil Outlander berwarna silver terparkir apik di parkiran sekolah. Si pengemudi hanya memutar kedua matanya jengah karena semua saudaranya menumpang di mobilnya! Like . . . "Kalian punya mobil kalian sendiri, kenapa harus naik mobilku?!" Zizi menatap keenam saudaranya yang dengan tatapan polos menatapnya lama.
"Ayolah, Zi. Kau baru saja bisa nyetir mobil, kami mengkhawatirkanmu." Didi yang duduk di kursi penumpang menolak amukan sang bungsu.
Kelima lainnya mengangguk khidmat guna menyetujui pernyataan dari si sulung.
"Jadi bagaimana? Caraku mengemudi?" Zizi menanyakan pendapat saudaranya.
"100!" puji Didi.
"Lumayan." Ini komentar Gigi.
"10 out of 10." Kiki menganggukkan kepalanya setuju.
"Bagus." Riri menatap keluar jendela dengan tatapan panjang.
"Ya ya ya, terlalu aman." Vivi mau tidak mau mengangguk setuju.
"Karena Zizi sudah pintar setir mobil sendiri, maka besok kami akan membawa kendaraan kami masing-masing."
"Kecuali kau!" tolak Didi and the gang minus Lili.
Lili menghela napasnya sedih. Memang benar dari keenam saudaranya yang lain, hanya dirinya yang tidak bisa mengendari kendaraan. Sejauh ini, ia baru sampai di tahap sepeda empat roda dan belum naik pangkat bahkan setelah bertahun-tahun belajar.
"Sudahlah, kau bisa memilih menebeng dengan siapapun. Tahu cara mengendarai mobil atau motor bukanlah segala-galanya di dunia ini." Gigi mengusap rambut panjang Lili lembut. Ia tidak ingin adiknya merasa sedih dan tidak enak pada saudaranya yang lain. "Kita satu tim, jadi harus saling membantu."
Didi and the gang, 3 memilih jurusan IPA, 3 memilih jurusan IPS, dan 1 memilih jurusan Bahasa. Gigi, Kiki, dan Vivi memilih jurusan IPA. Didi, Riri, dan Zizi memilih jurusan IPS. Sedangkan Lili satu-satunya yang memilih jurusan Bahasa. Ketujuhnya terdaftar di sebuah sekolah swasta ternama. Sebuah sekolah yang biaya masuknya saja bisa menghabiskan puluhan juta, belum lagi mereka masuk dalam satu angkatan yang sama.
Ren dan Kaia mengeluarkan hampir 1 milyar hanya untuk menyekolahkan Didi and the gang ditambah dengan biaya administrasi, seragam, dan lain sebagainya. Keduanya menolak pilihan asrama karena anak-anak akan tinggal bersama paman mereka alias Paman Rin.
Ngomong-ngomong, ini adalah kali ketiga Rin pindah negara. Tuan dan Nyonya Ruthven telah 'diwafatkan', sementara Ran menghilang begitu saja. Semuanya memilih tinggal bersama dengan keluarga Ren dan Kaia. Rin sengaja tidak meninggalkan dunia ini karena ia merasa perlu untuk menorehkan nama Keluarga Ruthven agar tidak hilang begitu saja. Karena Rin tidak bisa menua, satu-satunya cara adalah terus memanipulasi umurnya dan pindah dari negara satu ke negara lain dalam batas waktu 20 tahun.
Entah mendapatkan ide dari mana, Didi and the gang merasa jika mereka harus melebarkan pengetahuan mereka dengan bersekolah di dunia ini. Pendidikan formalnya di negara Ruthven telah selesai, namun anak-anak merasa jika ada sesuatu yang kurang setelah mereka melihat interaksi dari Rin, Ran, dan Ren bersaudara.
Setelah mendapatkan hasil diskusi, Didi lalu mengajukan proposal permintaannya bersama dengan saudara-saudarinya ke orangtuanya. Siapa yang akan menyangka jika permintaannya akan terkabul dengan begitu mudahnya? Uang bukanlah masalah besar bagi kedua orangtuanya.
Sebagai hadiah penyambutan, Paman Rin sengaja membelikan masing-masing anggota dari Didi and the gang sebuah kendaraan. Didi dengan mobil Jeep Rubicon-nya, Gigi dengan mobil Marcedes-Benz, Kiki dengan Rolls-Royce, Lili dengan sepeda Polygon roda empatnya, Riri dengan Ducati, Vivi dengan Kawasaki Ninja, dan Zizi dengan Outlander.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingless
AdventureBerparas menawan, tinggi semampai, hingga berbudi luhur. Apalagi yang bisa diharapkan oleh Ren dari sosok Kaia? Bahkan Kaia masih terus mengejarnya dan melindunginya sampai saat terakhirnya. Karma mungkin sedang tertawa padanya, menamparnya dengan f...