67. A Father

1.2K 203 34
                                    

Nyonya Aldric memastikan jika tangannya benar-benar mencakup ketujuh anak kecil yang dikatakan oleh putranya sebagai cucu-cucunya yang lucu. Ia bahkan tidak menyangka jika akan ada satu bayi yang dilahirkan dengan fitur gabungan dari kedua ayahnya. Nyonya Aldric sungguh sangat tersentuh. "Didi, jangan jauh-jauh, Nak," tegurnya pada si sulung yang ingin mengambil bubur jagung.

Sembari meletakkan ujung telunjuknya pada bibirnya, air liur Didi segera menetes ketika membau dan menghirup dalam aroma manis yang semerbak dari uap bubur jagung yang terus mengepul.

Kaia berjalan dan mengambil semangkuk bubur jagung yang diintai Didi lalu mendekati putra sulungnya itu untuk kemudian diberikan padanya. Ia bahkan memastikan untuk meletakkan serbet kecil di leher Didi sebelum membiarkan putranya itu makan dengan bergumam, "pelan-pelan, masih panas."

"Terima kasih, Ibu." Didi mengangguk semangat. Keenam saudara lainnya juga melirik ke arah bubur itu. Didi mengambil sesuap, meniupnya dengan hati-hati, lalu memberikan sendokan pertama pada Zizi begitu bubur itu sedikit dingin. Zizi mengecapnya dengan sangat bahagia. Sendokan selanjutnya lalu ia berikan ke Vivi, Riri, Lili, Kiki, dan yang terakhir adalah Gigi. Setengah bubur jagung yang tersisa lalu diminum Didi dengan hati yang berbunga.

"Dia . . ." Nyonya Aldric menatap Didi dengan banyak pertanyaan.

"Dia adalah seekor naga asli, Bu. Naga kecil membutuhkan banyak makanan. Baru-baru ini ayahnya membelikan seton madu untuknya. Keenam saudaranya sudah muak memakan madu, tapi dia tidak. Selama aku dan ayahnya mampu, kami akan memberikan yang terbaik untuknya." Kaia duduk di samping ibunya yang masih sibuk memangku Didi and the gang, kecuali Vivi yang sangat berat ia biarkan duduk di samping kirinya. Namun tangan Nyonya Aldric tidak melepaskan si bocah kristal itu ke mana-mana.

"Baru setahun lebih kau meninggalkanku dan sekarang kau memberikanku cucu sebanyak ini. Jika ayahmu tahu, dia juga pasti akan sen—"

Mengingat penolakan sang ayah, Kaia juga ikut sedih. Putra dan putrinya yang lucu mungkin belum cukup untuk meluluhkan hatinya yang begitu keras. "Ibu, ikutlah denganku dan ayahnya anak-anak. Kami akan membangunkan rumah untukmu."

Nyonya Aldric yang sadar jika membangun rumah akan menghabiskan banyak emas dan tenaga segera menolak dengan tenang, "aku bisa tidur di mana pun, kalian tidak perlu membangunkan rumah untukku. Tidak apa-apa."

Ren tiba-tiba muncul dan masuk ke dalam tenda dimana Kaia sedang berbincang dengan ibunya. "Ibu, kami juga tidak apa-apa. Aku dan ibunya anak-anak menghasilkan banyak uang akhir-akhir ini. Sebuah rumah bahkan sebuah istana sekali pun tidak akan menghabiskan bahkan sepuluh persen dari kekayaan kami."

"Nenek, ayahku punya banyak uang. Mintalah dua rumah," sambar Kiki cepat.

Nyonya Aldric yang mendengar celetukan Kiki segera tertawa. Apakah menantunya memang sekaya itu? Dilihat dari cara Ren dan Kaia serta anak-anak berpakaian, mereka jelas tidak mengenakan pakaian biasa. Belum lagi adik-adik Ren yang sedang menunggu di luar mengenakan pakaian yang tidak kalah mewahnya. Dulu, ia juga sering mengenakan pakaian-pakaian itu. Hanya ketika Keluarga Aldric telah runtuh, barulah ia mengenakan pakaian-pakaian biasa yang kainnya bahkan banyak yang kasar dan sudah robek. Ada lagi perlakuan semena-mena dari orang-orang yang pernah bekerja di Keluarga Aldric. Ketika suaminya telah meninggal, para pendendam itu justru datang kepadanya.

"Ibu, ikutlah dengan kami." Kaia berusaha membujuk ibunya yang ia yakini saat ini sedang merasa tidak enak hati.

"Jika Nenek tidak ikut, maka Lili juga tidak akan ikut." Neneknya sangat cantik seperti ibunya, Lili tidak akan membiarkan permata seperti neneknya tinggal di kandang babi seperti ini!

"Didi juga." Si sulung lalu melirik adik-adiknya yang tidak mengerti harus mengatakan hal itu juga sehingga ia cepat-cepat menambahkan. "Adik-adik Didi juga!"

KinglessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang