84. Kaia, the Mother

945 118 46
                                    

Deburan ombak menghiasi indera pendengaran semua pengunjung pantai. Banyak dari mereka bercanda tawa hingga bersenda gurau pada satu sama lain. Terumbu karang mengambil perannya dengan menggores kaki-kaki pengunjung dengan lembut. Satu dua hingga beberapa biota laut terseret ke pantai, termasuk seekor paus.

"Kenapa paus bisa ada di pantai?" tanya Didi bingung. Dengan kaki yang jenjang ia segera berlari dan mendekati paus itu, napas pausnya melemah. Begitu gesit sampai orang-orang tidak mampu bereaksi, dengan tangan kosong, Didi mendorong paus itu perlahan--takut-takut jika paus itu akan terluka kalau saja dirinya terlalu kasar.

Untuk beberapa detik, paus yang terseret ombak itu hanya bisa diam dan mengambang. Namun detik berikutnya ekornya lalu berkibas dan akhirnya berenang cepat kembali ke tengah laut.

"Apa olahraga rutinmu sampai kau bisa sekuat itu, Kawan?" Seorang pria penuh otot berlari ke arah Didi dan bertanya dengan cepat.

"Makan yang banyak!" Didi hanya bisa nyengir dan membalas pria itu seadanya.

Banyak orang bertepuk tangan pada aksi Didi yang dinilai heroik. Beberapa gadis berbikini seksi juga datang memberikan tepuk tangan serta kerlingan mata yang menggoda.

Didi yang tumpul dan belum kenal cinta monyet, "apa hari ini sangat berdebu? Lihatlah mata mereka yang berkedip itu."

Gigi yang sama tumpulnya, "bisa saja."

Sontak, kedatangan adik-adik Didi yang lainnya membuat suasana semakin panas. Belum lagi sosok Ren dan Kaia yang mengundang perhatian. Meski tidak menggunakan bikini seksi, Gigi dan Lili sudah mampu membuat pria manapun seperti langsung jatuh cinta padanya. Terlalu sayang untuk dilewatkan. Bahkan Riri yang tidak menaruh presensi tinggi mampu menggaet beberapa gadis cantik nan bohay masuk ke dalam pesonanya, padahal ia tidak berbicara sedari tadi. Riri hanya diam dan melihat santai ke sekitar.

"Ayo ke pantai yang sudah Ayah booking," ajak Ren ketika merasakan suasana mulai tidak kondusif.

"Permisi," ujar Kaia lembut yang membuat orang-orang lalu membuka jalan sembari mengagumi keindahan pria cantik itu.

"Memang boleh ada pria secantik itu? Kenapa dunia tidak adil?" Suara centil gadis-gadis diabaikan begitu saja oleh Kaia. Tidak apa-apa ia dibilangi cantik, toh suaminya justru mencintainya karena dirinya cantik.

"Keluarga apa mereka? Lihatlah, tidak ada satu pun yang jelek!"

"Ada kok yang jelek, kau."

"Gadis berambut gradasi biru dan merah muda telah mengambil jiwaku pergi bersamanya. Apakah dia tulang rusukku?"

"Pria yang menolong paus tadi sangat kuat, dia bisa menggendongku bridal style setiap pagi."

"Pria yang paling kecil berambut silver, dia begitu muda dan lucu. Tapi ada perasaan tampan juga yang membuatku betah menatapnya lama-lama."

"Pria berambut pirang, wibawanya bukan main. Seolah dia adalah pangeran dari negeri seberang."

"Gadis berambut merah di sana, aku seperti ingin dicekik olehnya. Dia tipe cantik yang brutal dan keren. Tolong! Aku ingin berada di bawah kakinya."

"Lihatlah pria dengan presensi yang tipis di sana. Dia seolah-olah ingin sembunyi dari kerumunan tapi sadarkah dia jika dirinya setampan itu sehingga aku tidak bisa melewatkan kehadirannya?"

"Hei, hei! Ada apa dengan kalian? Lebih baik memilih pria tampan berambut coklat di sana? Dia tersenyum dan menyapa kita semua dengan ramah. Tidakkah kalian seharusnya menyukai tipe yang seperti itu?"

Berbagai pendapat muncul satu persatu mengenai siapa yang paling dan ter‐ di antara satu dan lainnya. Namun hal itu tidak terlalu digubris oleh Didi and the gang karena mereka selalu mendapatkan bisikan-bisikan iri seperti itu di sekolah. Bahkan Zizi yang selalu merasa tidak punya penggemar justru memiliki banyak pengagum rahasia tanpa ia sadari. Riri yang bagai kulkas duabelas pintu pun digemari oleh siswa-siswi di sekolah. Anak-anak dari pasangan Ren dan Kaia memang seprimadona itu.

KinglessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang