Riri adalah putra Raja yang belum sempat dilahirkan. Karena energi yang diberikan oleh mendiang Raja, ia yang telah mati lalu hidup kembali sebagai zombie namun dengan vitalitas yang 100 persen masih berfungsi. Ia berkeliaran di dalam makam hampir 1000 tahun lamanya dengan kondisinya yang terjebak dalam tubuh anak berusia 3 tahun.
Banyak keturunan Raja yang masih sering berkunjung untuk berdoa pada mendiang leluhur mereka lalu menemui Riri. Bukannya disambut dengan baik, mereka merasa jika Riri adalah aib yang harus tetap berada di dalam makam. Jika Riri berani mendekati manusia yang datang berziarah, maka ia akan diusir. Terakhir yang terjadi, ia justru diincar dan diburu dengan pertimbangan jika Riri bisa jadi memiliki kekuatan besar sebagai zombie yang berusia 1000 tahun.
"Ibuku bukan selir," cicit Riri begitu Kaia menyisir rambut panjangnya setelah dimandikan.
Kaia yang merasa jika Riri ingin membuka diri padanya lalu mencoba untuk mengikuti alur. "Jika bukan selir, lalu . . . siapa?" tanya Kaia tidak enak hati.
"Dinding dipahat setelah 10 tahun ibu wafat. Ibu adalah ratu yang sebenarnya, tapi diracun dan digulingkan dari posisinya." Riri mengingat apa yang dayang pribadi ibunya selalu ceritakan padanya setiap wanita tua itu datang berkunjung. Kenapa Riri bisa begitu percaya pada wanita tua itu? Dayang itu adalah dayang pribadi dan terpercaya dari ratu sebelumnya yang dihadiahkan pada ibunya. Ketika diberikan pada ibunya, ibunya melepas status budak pada dayang tua itu.
Sayangnya, setelah pelepasan status budak dari dayang tua, ibu kandung Riri kemudian diracun dan wafat tak lama kemudian.
"Riri, tidak apa-apa. Aku akan menjadi ibumu yang baru. Sedangkan ibu kandungmu akan dikubur di samping makam ibunya Gigi. Apa itu tidak apa-apa?" tanya Kaia.
"Ibunya Gigi?" tanya Riri dan berbalik menatap Kaia. Ia awalnya berpikir jika Kaia adalah ibu kandung dari keempat bersaudara. Ia tidak menyangka jika ternyata keempat bersaudara memiliki orangtua yang berbeda. Jika mereka bisa seakrab itu, apakah ia juga bisa akrab dengan keempat bersaudara?
"Bisa." Kaia merasakan kekhawatiran Riri. Semuanya terjawab dari ekspresi Riri yang meski datar entah bagaimana ia bisa mengerti makna akan di balik semua itu. Ekspresi Riri benar-benar datar sebenarnya. "Mereka memang anak-anak yang nakal tapi mereka tidak jahat. Tenang saja, mereka telah menganggapmu sebagai saudara kelima mereka. Cepat atau lambat, kau juga pasti akan terbiasa."
Kepribadian Riri jauh berbeda dengan keempat bersaudara yang selalu berisik, Riri lebih diam dan tidak berani melakukan apa-apa. Mungkin ini adalah akibat dari perlakuan buruk yang diterimanya ketika masih menjadi leluhur kecil di Makam Raksasa Kerajaan Manusia.
"Mari keluar dan sapa saudaramu. Oh, pria besar yang sedang bersama mereka adalah ayah barumu. Panggil dia dengan sebutan Ayah, sedangkan kau bisa memanggilku dengan sebutan Ibu."
" . . . " Riri terdiam seribu bahasa.
Kaia masih mempertahankan senyuman lembutnya.
"Baik . . . Ibu," jawab Riri malu-malu.
Tangan Kaia lalu meraih tubuh Riri yang dingin. Ia memeluknya begitu erat, takut jika tidak erat maka Riri bisa saja merasa tidak disayangi.
"Ibu." Tangan kecil Riri menepuk punggung Kaia pelan. "Aku tidak bisa bernapas."
Suara tawa Kaia lalu terdengar. "Ayo." Ia lalu menggenggam tangan kecil Riri lembut.
Di sisi lain, Riri merasa terkesima dengan apa yang Kaia lakukan. Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang ingin memegang tangannya. Bahkan dayang tua sama sekali tidak pernah memegang tangannya sebagai bahan pertimbangan jika dirinya adalah putra mahkota yang asli. Terlebih lagi, hati kecil Riri yang masih berdetak semakin berdebar karena ia sadar, bahkan sangat sadar jika sosok yang menggenggam tangannya adalah sosok yang bisa ia panggil dengan sebutan "Ibu". Untuk pertama kalinya, Riri bersyukur ia menahan rasa kesepiannya selama 1000 tahun lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingless
AdventureBerparas menawan, tinggi semampai, hingga berbudi luhur. Apalagi yang bisa diharapkan oleh Ren dari sosok Kaia? Bahkan Kaia masih terus mengejarnya dan melindunginya sampai saat terakhirnya. Karma mungkin sedang tertawa padanya, menamparnya dengan f...