Ren menggendong Didi di tangan kirinya, sementara Kaia menggendong Gigi di tangan kanannya. Tangan kanan Ren yang kosong digunakan untuk menggenggam tangan sang istri.
"Child's Father?" panggil Kaia.
"Hm?" dehem Ren.
Kaia melirik Didi yang merupakan duplikat langsung dari Ren, berkulit gelap dan berambut silver. Sedetik setelahnya, ia melirik Gigi yang ada di gendongannya dengan tatapan bingung. Pasalnya Gigi berambut merah membara dengan mata biru langit. Anak gadisnya sangat indah. "Lepaskan Desa Phoenix, mari kita melanjutkan perjalanan kita."
Hati Ren sesungguhnya tidak setuju dengan permintaan Kaia. Lagi-lagi, ia kemudian diingatkan mengenai bagaimana Vernon melindungi desa itu dengan nyawanya. "Hm," jawab Ren dengan berat hati.
"Mari kita mengirim doa di pusara ibumu sebelum kita melanjutkan perjalanan."
Pernyataan Kaia diangguki oleh Gigi.
Sebuah makam megah telah dibangun hanya dalam kurun waktu semalam. Rumah-rumah untuk menampung orang-orang yang datang berlindung di istananya juga sudah mulai terbangun. Tak seorang pun dari orang-orang itu yang menentang keinginan Ren dan Kaia mengenai setiap bangunan dibangun serupa dengan luas yang sama. Hanya dekorasi dan perabot yang boleh disusun sesuka hati.
Setelah berdoa, Ren membuka dimensi dimana terakhir kali mereka berada untuk melanjutkan kembali perjalanan panjang mereka. Adik-adiknya melepas kepergian mereka dengan berat hati. Mereka sangat diliputi dengan penyesalan mengingat waktu mereka bersama Gigi bahkan tidak cukup 24 jam. Pakaian-pakaian bayi dibuat oleh Slora. Dia punya banyak stok semenjak mendengar jika kakak agungnya telah memiliki anak. Karena tidak sempat bertanya perihal jenis kelamin anak itu, Slora bersama orang-orangnya yang berada di lantai 4 kemudian membuat jenis baju anak perempuan, laki-laki, hingga yang bisa dikenakan secara netral.
Bahan dari pakaian-pakaian bayi yang dibuat sangat beragam, ada yang terbuat dari liur ulat sutra, kulit pohon yang melewati pemrosesan berkali-kali, benang laba-laba yang bahkan lebih kuat daripada metal, dan masih banyak lagi. Hal ini membuat pakaian anak-anak menjadi sangat nyaman dan tidak mudah rusak.
"Ayah, kenapa kuda kita hanya satu?" mulai Didi ketika Ren memposisikannya di depan Kaia.
"Ayah tidak punya uang." Ren sangat malas berdebat dengan anak yang pilih kasih seperti Didi. Meski ia punya ribuan kuda di Neraka, ia tidak akan pernah mengatakannya pada Didi atau anak itu akan memulai 1001 sesi tanya jawabnya yang tidak akan ada habisnya.
Didi yang duduk di belakang Gigi lalu menatap ibunya yang duduk di belakangnya. "Ibu, apa kita semiskin itu?" tanyanya.
Posisinya, Kaia ada di atas kuda bersama dengan dua bayi kecil. Gigi duduk di paling depan dan Didi duduk di antara adik dan ibunya alias di tengah. Sedangkan Ren menarik kuda itu sembari terus berjalan dan melihat-lihat jikalau ada tanaman atau hal berharga lain yang bisa mereka jarah.
"Ayah dan Ibu punya banyak uang. Apakah ada sesuatu yang ingin Didi beli?" tanya Kaia. Ini benar. Jumlah uang yang mereka miliki saat ini di atas rata-rata dari kalangan menengah. Bahkan adik-adik iparnya terus melemparkan uang pada mereka. Semua hasil penjualan panen diserahkan pada Kaia setiap harinya dimulai dari hari ini. Uang yang diserahkan padanya adalah hasil bersih yang telah dipotong biaya honor untuk semua pekerja.
Ramuan penua tanaman masih banyak di stok sehingga Kaia tidak kekurangan apapun.
"Didi merasa jika Didi ingin beli kuda sendiri," celetuk Didi.
Pernyataan sembrononya itu dihadiahi dengan sebuah jitakan kecil di kepalanya dari sang ayah. "Bocah kecil sepertimu ingin naik kuda sendiri?! Jangan membuat Ayah tertawa! Kakimu bahkan hanya sepanjang 30 senti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingless
مغامرةBerparas menawan, tinggi semampai, hingga berbudi luhur. Apalagi yang bisa diharapkan oleh Ren dari sosok Kaia? Bahkan Kaia masih terus mengejarnya dan melindunginya sampai saat terakhirnya. Karma mungkin sedang tertawa padanya, menamparnya dengan f...