Ren menatap tubuh tak bernyawa Kaia yang kini terbaring di atas tempat tidur. Selama beberapa jam, ia hanya duduk terdiam dan menatap kosong ke tubuh itu. Sebuah raga tak berjiwa. Satu-satunya yang muncul di kepalanya hanyalah, 'bagaimana caranya aku mengembalikan jiwa Kaia ke tubuhnya?'
Lama Ren berpikir, ia masih belum berhasil mendapatkan jalan keluar. Di tengah ia sedang berpikir keras, suara ketukan tiba-tiba terdengar dari pintu. Ren mengisyaratkan bagi siapapun yang ada di belakang pintu untuk masuk dan mengutarakan apa maksud kedatangannya.
"Kau sudah lama di sini. Makanlah sedikit lalu kita bisa membakar jasadnya," ujar Monza dengan suara yang halus dan mendayu-dayu.
Ren yang tersulut, "apa maksudmu?! Aku akan membawa Kaia kembali, apapun caranya! Pergilah." Dengan tegas, Ren mengusir Monza. Alisnya bertaut dalam setelah mendengar niat Monza yang ingin membakar tubuh Kaia.
"Dia sudah menjadi mayat. Jangan menjadi tidak tahu diri dengan menolak takdir dan menyeret nyawa seseorang dari neraka."
"Neraka? Jika dia ada di neraka, maka aku sendiri yang akan membawanya kembali ke sini dengan tanganku!"
"Ren, lupakan dia. Setelah kita kembali, kita bisa menikah."
"Kembali?" Wajah Ren tiba-tiba menunjukkan sebuah harapan.
"Ya, kembali. Keluargaku bahkan seluruh penghuni Desa Succubi akan menerimamu dengan lapang dada." Monza bisa membayangkan potongan-potongan adegan dimana satu demi satu impiannya bisa terwujud. Dengan kekuatan Ren, apapun itu pasti bisa jatuh ke dalam genggaman tangannya.
"Kau benar. Aku harus membawa Kaia kembali ke Istana. Mungkin ada solusi bagiku agar bisa mengembalikan jiwanya!"
Monza terdiam dengan kaget. "Ke Istana?!"
Tangan Ren segera membawa tubuh Kaia masuk ke dalam pelukannya. Namun sebelum itu, ia menjentikkan jarinya di atas tubuh Kaia singkat. Sebuah awan transparan kemudian muncul dengan hawa dingin agar tubuh Kaia tidak membusuk. Dengan hati yang penuh harap, ia mengangkat dan membawa tubuh Kaia keluar dari penginapan.
Al dan yang lainnya awalnya tidak berani mendekati Ren yang jiwanya sedang tidak stabil. Akan tetapi, setelah melihat bahwa Ren keluar dari kamar dengan wajah yang tidak sekuyu sebelumnya, mereka akhirnya berjalan mendekat. "Kak Ren, apa kau akan mengubur tubuh Kakak Ipar?" tanya Al sedih.
"Kubur apa? Kita kembali ke Istana." Setelah Ren mengatakan itu, ia segera masuk ke dalam keretanya dan memangku kepala Kaia.
Ketujuh bersaudara hanya bisa saling pandang dan mengeluarkan senyum kecil. Sebelum benar-benar pergi, mereka semua segera merapikan barang bawaan mereka. Monza yang melihat itu juga ikut merapikan barangnya.
Sebelum kakinya melangkah masuk ke kereta Ren, Cass menahannya dengan sigap. "Kakak Iparku pasti sedang berbaring sekarang, tidak ada tempat untukmu."
"Kau berani melarangku?" tanya Monza dengan mata melebar.
Cass tertawa sebentar. "Kau pikir siapa dirimu?"
"Ren!" panggil Monza.
" . . . "
Tak ada balasan dari dalam kereta.
"Ren!" panggil Monza sekali lagi.
Tangan Cass dengan sombong membuka tirai jendela sedikit. Dari luar jendela, mereka bisa melihat bagaimana Ren melindungi Kaia dan memasang sihir kedap suara seolah takut jika Kaia mungkin saja terganggu dengan suara berisik dari luar. "Know your place . . . girl." Cass segera pergi ke keretanya. Dengan sengaja ia mengatakan "girl" dan bukannya "woman".
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingless
AdventureBerparas menawan, tinggi semampai, hingga berbudi luhur. Apalagi yang bisa diharapkan oleh Ren dari sosok Kaia? Bahkan Kaia masih terus mengejarnya dan melindunginya sampai saat terakhirnya. Karma mungkin sedang tertawa padanya, menamparnya dengan f...