"Dimulai dari 100 keping emas!"
"1 keping emas dan 3 keping perak!"
Semua kepala tertuju pada seorang anak kecil berjubah hitam yang duduk didekat tangga. Black Market menyediakan kursi-kursi yang dipisah dengan tangga di tengahnya. Masing-masing sisi terdiri dari 10 kursi. Satu sisi cukup mengisi satu baris kursi bagi keluarga Ren—Zizi dipangku oleh Kaia.
"Didi, 1 keping emas dan 3 keping perak tidak sebanding dengan 100 keping emas," bisik Kiki pada kakaknya.
"Benarkah? Paman Al, benarkah itu?" tanya Didi yang merasa Kiki sebenarnya tidak masuk akal.
"Ya, uang sakumu tidak ada apa-apanya di sini." Al merasa jika tingkah Didi sangat lucu.
Di sisi lain, Didi benar-benar merasa terpukul. Tiga keping perak adalah apa yang ia miliki, sedang satu keping emas adalah uang yang ia pinjam pada Zizi. Sekarang ia harus bagaimana jika ingin membeli madu satu ton itu?
Tidak cukup satu menit Didi berkecil hati, ia segera teringat akan betapa kayanya orangtuanya. "Ayah, Ayah, cepat tawar madu itu. Ayo, Ayah!"
Ren melirik Kaia, apakah ia bisa membeli madu itu atau tidak. Tawaran pertama adalah 1 ton madu yang dijual dengan harga 100 keping emas, itu sangat murah. Tidak banyak peserta lelang yang menawar madu itu karena memang dianggap bukan barang langka dan terlalu makan tempat jika ingin disimpan. Namun Ren memiliki ruang tanpa batas di istananya, penyimpanan jelas bukan masalah. Melihat satu botol madu sebagai sampel, Kaia jelas menimbang dengan hati-hati. Madu itu adalah nutrisi yang baik bagi anak-anaknya.
"110 keping emas. Wow, penjualan madu ini berjalan dengan sangat lambat." Pembawa acara tertawa hambar. Memang benar jika orang-orang tidak terlalu ingin menghabiskan uang hanya untuk satu ton madu.
"150," suara Kaia di samping Ren terdengar sangat merdu. Orang-orang menatapnya dengan tatapan terima kasih. Dengan naiknya setengah dari harga awal, bisa dipastikan jika orang-orang lain tidak akan mungkin menawar lagi.
Dan memang benar, satu ton madu dimenangkan oleh Kaia. Hati Didi sangat berbunga. Ia bisa membayangkan bagaimana rasa manis madu memasuki kerongkongannya. Banyak kue madu yang bisa ibunya buat untuknya. Ia bahkan terkikik sendiri beberapa kali.
Produk lelang selanjut-selanjutnya hanyalah sampah. Kebanyakan yang dijual adalah benda-benda dari neraka ataupun yang dikutuk. Ayolah, jika benda-benda dari neraka, Ren sama sekali tidak membutuhkannya. Ia punya banyak! Mungkin karena ini adalah Black Market sehingga hanya benda-benda beraura gelap yang dijual. Tanaman-tanaman dan obat-obatan yang dijual pun Kaia sudah memiliki semuanya. Selebihnya, boleh diketahui sendiri. Budak, hewan, dan masih banyak lagi hal keji yang dijual di sini.
Sebelum keluarga kecil Ruthven memutuskan untuk keluar, tibalah mereka di item yang terakhir. Mendengar pembawa acara tersenyum secara misterius membuat Ren dan Kaia mengurungkan niatnya.
"Kali ini kami membawa sebuah item langka yang sangat jarang. Senjata ini datang dari penghuni Pulau Langit yang telah dikalahkan!"
Ren segera melirik istrinya, wajah Kaia masih tenang namun hanya sedikit mengerutkan alis. Pulau Langit adalah asal tempat tinggalnya, bagaimana bisa Kaia bersikap tenang?
"Sepasang Kipas!"
Kaia segera berdiri ketika melihat sepasang kipas yang sangat familiar baginya. "I-itu . . . "
Tangan Ren segera menyentuh tangan Kaia, berusaha menenangkan istrinya. Untuk saat ini, mari menangkan kipas itu untuk kemudian mencari informasi jelas mengenai kenapa kipas ibunya Kaia bisa berada di sini.
"Harga dibuka dengan 1000 keping emas!"
"1100!"
"1150!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingless
MaceraBerparas menawan, tinggi semampai, hingga berbudi luhur. Apalagi yang bisa diharapkan oleh Ren dari sosok Kaia? Bahkan Kaia masih terus mengejarnya dan melindunginya sampai saat terakhirnya. Karma mungkin sedang tertawa padanya, menamparnya dengan f...