8. Running Away

2.1K 292 47
                                    

Ren menatap wajah Kaia yang kini tengah menutup mata diam. Ia terus mengagumi fitur wajah Kaia yang indah luar biasa. Dengan keindahan tiada tara seperti ini, lantas, kenapa ia masih belum bisa menciumnya? Haruskah Ren menyapa bibir itu kali ini?

Ren berani.

Namun ia merasa belum bisa.

Ada sesuatu di dalam hatinya yang membuatnya merasa belum sanggup. Apa yang harus ia lakukan?

Dengan sedikit demi sedikit, Ren memajukan wajahnya ke hadapan wajah Kaia. Yang terakhir mengeluarkan sebuah senyuman kecil ketika sadar jika sang suami telah berada tepat di depan wajahnya. Dalam hati, Kaia merasa sangat senang. Akhirnya, ia bisa merasakan ciuman pertamanya setelah hidup lebih dari seratus tahun lamanya.

Hanya beberapa detik lagi sebelum bibir mereka menyatu, suara Slora segera menyapa. Demi memanfaatkan kesempatan, Ren segera menarik wajahnya dari wajah Kaia sebelum bibirnya benar-benar menyentuh bibir sang istri. Ia merasa sangat lega ketika mendengar suara Slora dari kejauhan. Sayangnya, wajah leganya sedikit terganggu dengan wajah kecewa milik Kaia.

Kaia adalah Kaia. Ia berusaha mengerti dan melemparkan sebuah senyuman pada Ren pertanda jika ia tidak memaksa. "Aku akan menyapa Slora. Kau pergilah mengurus urusanmu." Kaia memeluk tubuh Ren singkat dan berlalu begitu saja.

Usaha pertama Kaia untuk mendapatkan ciuman pertamanya boleh saja gagal. Akan tetapi, ia tidak akan pernah menyerah untuk menangkap kesempat kedua, ketiga, dan kesempatan lainnya jika Sang Pencipta menunjukkan jalan.

Di malam hari setelah sebuah misi terselesaikan, Kaia menerima emas dari Pusat Pengembara sebagai upah kerja keras keluarga barunya. Dari emas itu, ia tidak lupa memberikan beberapa untuk adik iparnya. Kebetulan, Esther yang mengerjakan misi itu sehingga emas hasil kerja kerasnya juga akan diberikan padanya.

"Kakak Ipar, aku tidak butuh uang," tolak Esther sopan.

"Bagaimana bisa? Kau adalah seorang gadis. Kebutuhanmu luar biasa banyak. Ambillah, kau yang bekerja keras untuk ini," paksa Kaia.

"Tapi aku benar-benar tidak butuh."

"Hari ini kau memang tidak butuh, besok-besok mungkin kau bisa saja membutuhkannya. Ambil, Esther. Tabung dulu jika kau tidak butuh sekarang."

Esther sebenarnya tidak peduli, tapi ia sadar akan tepatnya ujaran sang kakak ipar. Lagipula, ia tidak boleh meminta uang terus menerus pada Ren. Sudah waktunya ia mulai menabung dan membeli barang pun hal yang ia butuhkan di masa depan sendiri.

Setelah selesai mengurus masalah Esther, Kaia memutuskan untuk beristirahat. Betapa senangnya ia ketika melihat Ren masih belum tidur ketika matahari berada di singgasana tertingginya. Waktu untuk tidur siang sudah bisa dimulai dan Ren memutuskan untuk menunggunya.

Hati Kaia menghangat.

Fakta jika Ren ternyata mulai mempedulikannya membuatnya senang bukan kepalang.

Namun apakah benar jika faktanya seperti itu?

Ren bisa menjawab, tidak.

Ren hanya sedang menimbang sesuatu di dalam kepalanya. Melupakan kebiasaan Kaia yang harus tidur siang untuk menghemat energinya di Bumi. Ren terlalu kalut dalam pikirannya sendiri sampai akhirnya Kaia datang dan mengganggunya.

"Kau bisa tidur duluan, kau tahu? Kenapa harus menungguku?" tanya Kaia dengan senyum penuh canda.

'Tapi aku tidak menunggumu,' keluh Ren dalam hati. "Hm, kenapa lama sekali?" bohong Ren.

Kaia sedikit tersentak. Mendapati jika Ren ternyata memang sedang menunggunya membuat hatinya sangat nyaman. Ia segera mencuci tangan untuk kemudian bergabung dengan Ren di atas ranjang. "Kau tidak perlu menungguku lain kali, aku khawatir jika aku mungkin terlalu tenggelam dengan penelitianku dan melupakanmu. Aku tidak ingin membuatmu menunggu dengan sia-sia." Tangan Kaia menyentuh lengan Ren.

KinglessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang