Suara tawa yang sangat keras terdengar memenuhi ruangan. Apakah itu tawa Ren? Jawabannya bukan. Tawa yang terdengar sangat nyaring tersebut adalah milik Johanes the Eight. "Orang-orang udik kurang ajar! Begitu angkuh di wilayah kekuasaan orang lain, akan kuajarkan pada kalian apa itu rasa takut!" teriaknya murka.
Johanes the Ninth yang melihat amarah sang ayah hanya bisa menghela napas. Lagi-lagi pembantaian terjadi di ruang takhta, ia takut jika ruangan sakral ini justru dipenuhi oleh arwah-arwah gentayangan yang tidak terima akan kematian mereka. Begitu Ren dan istrinya mati, ia akan keluar dari sini dan memikirkan bagaimana ia akan mengolah lahan subur milik negara Ruthven itu. Lumayan, kekayaan mereka akan semakin melimpah jika bisa memanfaatkan kekayaan milik orang lain dengan kompeten.
Sepuluh penjaga kerajaan lalu berjalan mendekati Ren yang sedang berdiri di hadapan anak dan istrinya. Ren menatap mereka dengan ekspresi gelap. Ia tidak suka anak dan istrinya dihina. Mereka harus merasakan apa akibat dari hinaan mereka terhadap The Ruthven Family miliknya.
Tidak cukup satu meter para penjaga mendekati Ren, di saat itu pula Ren membuka inventorinya. Tangannya terulur ke dalam untuk mengambil sabitnya yang luar biasa keren. Johanes the Eight merasa terperanjat ketika melihat sabit Ren. Sabit itu memiliki panjang sekitar 3 meter yang terbuat dari bahan premium. Namun bukan itu yang menjadi pusat perhatiannya, melainkan taburan batu-batu indah yang ada di atasnya. Sabit itu harus menjadi miliknya!
Sebelum Johanes the Eight benar-benar bisa memikirkan kesenangannya untuk mendapatkan senjata baru, kesepuluh kepala milik penjaganya tiba-tiba menggelinding di atas lantai dengan posisi tubuh yang masih berdiri. Hanya setelah beberapa detik kemudian, barulah tubuh-tubuh itu juga ikut jatuh karena tak bernyawa. Ren menatap Johanes the Eight bengis. Ia lalu sedikit tertawa. "Aku? Bertekuk lutut di hadapanmu?"
Suara tawa keras kembali terdengar. Apakah itu Johanes the Eight lagi? Jawabannya bukan. Seseorang yang tertawa kali ini adalah Ren. "Bawa ke sini pasukanmu." Dengan nada mencemooh dan mengejek, Ren lalu melanjutkan, "akan kuajarkan pada mereka apa itu rasa takut."
Tidak terima akan kekalahan dari anak buahnya, Johanes the Eight lalu menyuruh 20 orang lagi untuk melawan Ren. Fakta pahit lalu harus ditelan oleh Johanes the Eight secara mentah-mentah. Dari 30 penjaga yang ia kirim ke Ren, tak satu pun dari mereka yang bisa melukai bahkan menyentuh Ren.
Duapuluh lagi, duapuluh lainnya, sampai entah duapuluh ke berapa yang dikatakan oleh Johanes the Eight, satu-satunya efek yang ditimbulkan olehnya hanyalah Ren yang sedang menguap. Lili bahkan masih sempat-sempatnya tidur di pelukan ibunya!
"Ayah, sudah?" tanya Didi dengan ekspresi bosan. Tempat ini sebentar lagi akan menjadi lautan mayat, ia takut tidak bisa makan kalau terlalu lama berada di ruangan ini.
"Ya, di sini sangat membosankan. Ayo keluar dan makan siang." Ren berbalik untuk menjemput anak dan istrinya.
"Ya!" Johanes the Eight tertawa. "Flee, you fools!" teriaknya. Ia percaya jika saat ini Ren ketakutan dengan banyaknya nyawa yang dia ambil. Keangkuhannya selalu mengantarkan opini dimana tak ada satu pun yang bisa mengalahkannya di dunia ini.
Ren yang mendengar hinaan Johanes the Eight lalu kembali naik pitam. Semua orang bisa melihat bagaimana Ren berjalan mendekati Johanes the Eight. Tumpukan mayat ia lewati begitu saja tanpa menaruh perhatian apapun.
"Kemari dan cium kakiku maka aku akan melepaskanmu. Ratusan pasukanku telah menunggu di luar untuk membantaimu dan keluarga kecilmu yang tidak berarti!"
Ren tiba-tiba berada di belakang singgasana Johanes the Eight. "Pernahkah kau diperangati oleh orang lain karena tutur bahasamu?" Ren sebenarnya sangat marah saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingless
AdventureBerparas menawan, tinggi semampai, hingga berbudi luhur. Apalagi yang bisa diharapkan oleh Ren dari sosok Kaia? Bahkan Kaia masih terus mengejarnya dan melindunginya sampai saat terakhirnya. Karma mungkin sedang tertawa padanya, menamparnya dengan f...