64. Black Market

1.7K 226 32
                                    

"Orangtuamu terlihat sangat baik," puji Kaia sepenuh hati. Ia jadi teringat oleh orangtuanya sendiri. Penghinaan yang dilakukan oleh orangtuanya ketika ia memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Ren masih membuatnya sangat sedih. Jauh di dalam lubuk hati Kaia, ia berharap jika orangtuanya bisa memperlakukannya sama seperti bagaimana orangtua Ren memperlakukan menantunya.

"Sayangku," panggil Ren. Ia biasanya memanggil Kaia dengan sebutan 'Child's Mother' jika di depan anak-anak dan orang lain. "Ada apa?" Ia merasakan ada sesuatu yang salah dengan istrinya.

Kaia memberikan Ren sebuah senyuman menenangkan sembari berujar, "tidak apa-apa."

Ren membawa Kaia untuk duduk di atas pangkuannya. Tangannya meraba pipi Kaia dengan lembut. "Katakan, adakah sesuatu hal yang dilakukan oleh keluargaku yang membuatmu tidak suka?"

Dengan cepat, Kaia menggelengkan kepalanya. "Tidak, mereka adalah apa yang aku impikan. Orangtua yang bisa menerima apapun keadaan anaknya sampai saudara yang bisa memahami kita. Suamiku, tahukah dirimu jika kau sangat beruntung?"

Sebuah garis melengkung terbentuk dari bibir Ren. Hatinya sangat senang karena dipuji oleh sang pujaan hati. "Sayang, yang membuatku jauh lebih beruntung adalah karena aku bisa mendapatkanmu dan anak-anak. Kalian adalah hartaku yang paling berharga."

"Sama denganku. Kau dan anak-anak juga hartaku yang paling berharga."

Ren menyembunyikan wajahnya di ceruk leher istrinya. Meninggalkan kecupan-kecupan ringan di sana. Wangi tubuh Kaia bagai afrodisiak yang selalu siap membuatnya melayang entah sampai ke langit ke berapa. "Sayang," lenguhnya sembari memeluk tubuh indah yang ada di pangkuannya.

Di sisi lain, Kaia juga tidak menolak ajakan sang suami. Ia merasa sudah cukup lama dirinya dan Ren tidak bersenggama. Secara berkala, ia harus memberikan dosis seks pada Ren atau pria besar itu akan sangat gelisah dengan mood yang sangat buruk pula. Ia lalu mengalungkan kedua tangannya pada leher suaminya.

Kecupan-kecupan yang awalnya ringan kemudian berubah menjadi berat, tanda merah kebiruan muncul di leher Kaia setelah Ren mengangkat kepalanya. Ia menatap tanda itu dengan ekspresi yang sangat puas. Ren lalu mengangkat kepalanya dan menyambut bibir kemerah mudaan milik Kaia yang ranum. Ia tidak akan pernah bosan pada bibir itu.

Tangan Ren yang begitu kokoh lalu mengangkat tubuh istrinya ke atas ranjang, melepas sembari meraba pakaian yang melekat di tubuhnya membuat hatinya sangat berdebar. Jangankan pakaian Kaia, pakaiannya sendiri ia robek karena terlalu tidak sabar. Napasnya mulai terengah-engah. Pengelihatannya hanya terfokus pada satu orang. Jantungnya . . . jantungnya seolah ingin melompat keluar dari tempatnya.

Saat ini bukanlah pertama kalinya Ren dan Kaia bersenggama, namun Ren selalu merasa sangat bergairah setiap saat ia membayangkan dirinya menyatu dengan istrinya. Tangannya yang lebar lalu turun, meremas dada, memegang pinggang dengan lembut, sampai meremas bagian belakang Kaia dengan gemas.

Ren sudah tidak sabar.

Dengan gerakan gesit, ia mengambil sebuah botol ramuan kecil dari inventorinya. Ren selalu memastikan Kaia dipersiapkan dengan baik. Ia tidak ingin melukai Kaia, terlebih lagi, Ren beranggapan jika persenggamaan itu harus dinikmati oleh kedua belah pihak. Jika hanya dirinya yang merasa nikmat sedang Kaia kesakitan, Ren jelas akan membenci dirinya sendiri. "Sayang," erangnya ketika ujungnya baru saja dimasukkan. Ia rindu memasuki kawasan dunia terdalam milik sang istri.

"Ngh," lenguh Kaia ketika merasakan sedikit demi sedikit benda asing yang mencoba menyapanya dari pintu lain miliknya. "Child's Father."

Senyum Ren merekah cerah. "Ya, aku adalah Child's Father. Aku adalah ayahnya anak-anak. Tapi anak-anak siapa, Child's Mother?" Ren benar-benar iseng. Ketika ia mulai bergerak, mulutnya terus berbicara untuk memecah fokus Kaia.

KinglessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang