"Pagiku, cerahku, matahari bersinar, kugendonglah istriku, di pundak."
"Lagu apa itu?"
"Lagu pagiku cerahku versi aku yang tampan ini."
Sementara Kaia yang memegang pinggangnya, Ren tertawa senang dari tadi. Aktifitas malam bukan lagi hal yang harus Kaia pikirkan untuk menambah energinya. Bahkan jika energinya masih penuh dan suami minta jatah, ia harus melayani dengan baik. Ren terlalu bersemangat.
Sembari masih bernyanyi, Ren membuka Cincin Teleportasinya. Setelah membuka gerbang, ia dan Kaia melihat bagaiamana anak-anaknya berada di dalam gendongan keempat adiknya.
Didi digendong oleh Ajax.
Gigi digendong oleh Cass.
Kiki digendong oleh Slora.
Lili digendong oleh Esther.
Sisanya? Cemberut dalam.
Desisan pun gumaman, "ini tidak adil." terdengar oleh Ren dan Kaia. Mereka tidak sanggup melihat Oz, Jurado, dan Al yang sedang cemberut.
"Kak Ren, Kakak Ipar, aku menyarankan agar anak-anak tinggal di lantaiku. Aku sangat sanggup menyiapkan puluhan kamar mewah untuk mereka." Al berujar dengan ekspresi datar. Meski datar, sang kakak dan ipar tahu jika sebenarnya hati pria itu sedang membara.
"Aku juga sanggup menyediakan kamar berapa pun jumlahnya. Biarkan mereka tinggal di lantaiku." Kali ini Oz yang tidak ingin menyerah.
"Aku . . . aku mungkin belum bisa memberikan kamar mewah, tapi . . . tapi aku punya banyak kamar kosong. Kakak, biarkan mereka tinggal di lantaiku." Jurado menangis di kaki Ren.
Sebelum keempat lainnya mulai menangis, Ren dan Kaia memijat pelipis masing-masing. Keposesifan ketujuh bersaudara sangat tidak masuk akal. Mungkin karena mereka dibentuk dengan jiwa Ren sehingga sifatnya tidak jauh berbeda. Hanya saja ini bisa menjadi berbahaya jika Ren dan Kaia tidak bersikap adil dengan mereka.
Kaia menghela napas pelan. "Cukup. Kami selalu bepergian dengan anak-anak, untuk apa mereka punya kamar sendiri?" Ia mencoba mempengaruhi.
"Bepergian selalu memiliki waktu kembali. Kalian tidak akan pergi selamanya. Ada baiknya agar mereka bisa memiliki kamar sendiri." Al yang wajahnya paling asam segera berkomentar.
"Bagaimana jika aku menambah lantai?" Ren mencoba berunding.
"Tidak perlu. Kami punya banyak kamar, untuk apa membuat lantai baru? Itu hanyalah pemborosan." Kali ini Oz yang berkomentar.
Jurado di sudut lain segera membuang wajah ketika mata Ren dan Kaia menatapnya.
"Satu anak, satu kamar," putus Kaia. "Biarkan anak-anak yang memilih sendiri."
Keempat orang dewasa yang sedang menggendong anak segera berteriak girang. Sedang ketiga sisanya hanya cemberut dengan perasaan hambar.
Ren dan Kaia sebenarnya berpikir agar mereka masing-masing mungkin bisa mengadopsi anak sendiri, hanya saja tidak satu pun dari mereka yang menerima. Tidak ada fungsinya mengasuh anak yang bukan anak dari kakak agung bersama kakak ipar mereka.
Pada akhirnya, Ren dan Kaia hanya bisa menerima.
Besoknya, keluarga kecil itu harus kembali ke Desa Netherworld. Dari Al sampai Jurado bertekad akan keluar untuk mengerjakan misi guna menabung. Untuk apa? Tentu saja membuat kamar mewah untuk para pangeran dan puteri.
Kaia membiarkan anak-anak duduk dengan tenang. Gigi dan Lili duduk di pangkuannya sedang Kiki duduk di sebelah kanannya dan Didi duduk di sebelah kirinya. Di dalam arena, mereka bisa melihat bagaimana orang-orang mulai menyerang satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingless
PertualanganBerparas menawan, tinggi semampai, hingga berbudi luhur. Apalagi yang bisa diharapkan oleh Ren dari sosok Kaia? Bahkan Kaia masih terus mengejarnya dan melindunginya sampai saat terakhirnya. Karma mungkin sedang tertawa padanya, menamparnya dengan f...