Purnama setelahnya, Cass diminta untuk kembali. Melihat itu, Ran cemberut dengan suasana hati yang benar-benar buruk. Ia tidak mengerti akan perasaannya. Otaknya terus mengatakan jika ia sebenarnya tidak menyukai wanita tinggi itu meski dia cantik, seksi, hebat, pintar, pandai memasak, senang belajar, memiliki bibir yang manis, hingga tubuh yang sangat cocok dengan dirinya.
Ya, selama sebulan, Ran pernah tidur dengan Cass sebanyak tiga kali. Belum lagi semua make out yang mereka lakukan jika Rin sedang tidak di rumah. Hebatnya, mereka cocok satu sama lain. Karena Cass tidak menuntut apa-apa, maka Ran juga tidak terburu-buru untuk memberikan sebuah label ke hubungan mereka. Hanya saja, ia masih belum ingin terjerat akan sebuah hubungan pacaran beda dimensi ini. Tidak ingin gegabah, kembalinya Cass kali ini, ia harus memastikan apakah dirinya benar menyukai wanita cantik itu atau ia memang hanya sedang kesepian.
Di areanya, Cass akhirnya datang mendekati Ran yang telah menunggu. Ia sebenarnya di-setting untuk jarang tersenyum, tapi kali ini ia tersenyum. "Sayang," panggilnya dan mengecup bibir Ran singkat.
"Hm," jawab Ran yang belum terbiasa dengan panggilan Cass jikalau mereka sedang berdua.
"Buku ini sangat baik jika kau ingin mempelajari banyak tanaman yang berasal dari dunia ini. Dengan membacanya, kau bisa mengetahui banyak manfaat dari setiap tanaman. Bacalah dan aku akan mencarikan tanaman-tanaman yang kau inginkan di hutan milik Slora jika ada yang menarik minatmu." Cass tersenyum manis. Ia duduk di samping Ran dan bersandar di bahunya.
"Ya, terima kasih."
Mendengar suaranya yang tidak bersemangat, Cass segera menyemangati. "Kakak Agungku sedang memiliki masalah, kau tidak boleh sedih begitu. Kita akan bertemu kembali di purnama selanjutnya. Dan oh!"
Karena teriakan kecilnya, Ran jadi mengalihkan pandangannya pada wanita di sampingnya itu. Namun siapa yang bisa mengira jika ternyata Cass menembakkan sesuatu di mata Ran. "Ow! Apa yang kau lakukan?" teriak Ran kaget. Mata kirinya menjadi sedikit perih setelah tersengat oleh sihir Cass.
Suara tawa lembut lalu terdengar di bibir Cass. "Coba buka mata kirimu perlahan, rasa sakitnya setimpal dengan apa yang akan kau dapatkan. Kau bahkan akan berterima kasih padaku."
Ran benar-benar mengikuti saran Cass, betapa terkejutnya dirinya ketika sadar mata kirinya menjadi lebih fokus dari sebelumnya.
"Tutup mata kananmu dan kau bisa melakukan apapun dengan mata kirimu."
Semua instruksi yang disebutkan oleh Cass diikuti dengan hati-hati oleh Ran. Begitu Ran ingin memperbesar atau memperkecil pengelihatannya, ia sungguh bisa melakukan itu. Kini mata kirinya adalah jelmaan sebuah kamera canggih. "Terima kasih, Cass." Ran segera memeluk tubuh wangi kayu muda milik Cass.
" . . . ya, Sayang. Sama-sama." Sudah seminggu Cass memanggilnya dengan sebutan 'Sayang', namun tak sekali pun Ran mengatakan hal yang sama.
Dikarenakan mereka telah bermesraan dan bersenggama bersama akhir-akhir ini, Cass berpikir jika Ran juga menyukainya. Awalnya ia gengsi untuk mengakui perasaannya, namun semakin ke sini Ran menjadi semakin manis padanya. Apalagi di saat mereka belajar bersama adalah momen yang menyenangkan baginya. Sampai di satu hari, kesalahan itu akhirnya terjadi. Entah siapa yang memulai, Ran dan Cass sudah saling berciuman panas. Mereka saling melemparkan badan di atas ranjang sampai ke sebuah tahap dimana Cass menyerahkan segalanya.
Setelah dirinya ia berikan sepenuhnya pada Ran, Cass menjadi percaya padanya. Di pagi hari, tingkah pria itu berubah menjadi sangat manis yang kemudian menggiring opini dan keyakinan jika sebenarnya Ran juga menyukai Cass. Memandang dirinya di depan cermin, ia menjadi sangat percaya diri karena Ren telah menyusun fitur wajahnya menjadi sangat cantik dan ia banyak bersyukur. Meski tak secantik Esther, namun kecantikannya tidak kalah dengan Slora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingless
AbenteuerBerparas menawan, tinggi semampai, hingga berbudi luhur. Apalagi yang bisa diharapkan oleh Ren dari sosok Kaia? Bahkan Kaia masih terus mengejarnya dan melindunginya sampai saat terakhirnya. Karma mungkin sedang tertawa padanya, menamparnya dengan f...