"Jurado!"
"Jangan marah."
"Heh, Jurado!"
"Ren, kau juga jangan marah."
"Jurado bodoh!"
"Ren, cukup."
Ren dan Kaia berdiri di belakang Jurado yang sedang berjongkok membelakangi mereka. Dia sedang pundung. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan perasaan hatinya kecuali merasa terkhianati. Bahkan jika pelaku dari hal kejam yang membuatnya merasakan hal ini adalah kedua kakak tersayangnya, tetap saja Jurado merasa telah dilukai. Dia terus bertanya-tanya—meski telah tahu alasannya berkat duduk di depan kamar tidur sang kakak selama dua hari— kenapa kedua kakaknya begitu tega nian untuk membuatnya seperti ini?
"Kalian bilang besok, tapi hari ini bukan lagi besok!" teriak Jurado.
"Maaf, Jurado. Kami membuatmu menunggu." Kaia berusaha menenangkan Jurado. Ia bahkan merasa sangat malu karena bisa melakukan itu selama tiga hari tiga malam. Apalagi ditunggui oleh anak sepolos Jurado.
Mata Jurado kemudian teralih ke Ren. Ia sedang menunggu permintaan maaf dari kakak agungnya.
"Apa?!" tanya Ren galak.
Jurado yang takut pada Ren hanya bisa menunduk lesu.
"Ren," tegur Kaia halus.
"Aye, Mi Amor." Ren memutar bola matanya jengah ketika melihat Jurado yang merajuk.
(Spanish) Mi Amor = Cintaku
Dikarenakan ayah Ren yang seorang diplomat jenderal, Ren memiliki banyak kesempatan untuk mengunjungi berbagai negara. Kedua kakaknya terlalu sibuk untuk menemani ayah mereka selama bertemu kolega dan banyak acara makan malam. Ren adalah tumbal dari kedua kakaknya untuk menutupi kursi "Anak Jenderal" yang harus ayahnya isi sebelum berangkat bersosialiasi dengan para orang-orang penting. Kedua kakaknya terlalu malas hanya untuk tersenyum dan menebar pujian ke sana ke mari.
Saat ini Ren tidak ada di dunia itu, ia membayangkan bagaimana kedua kakaknya bisa membagi waktu untuk mengisi kursi "Anak Jenderal" yang telah ia kosongkan secara sepihak. Dalam hati, ia justru menertawai kondisi kedua kakaknya yang malang. Ren masih belum tahu, apakah dirinya yang berada di reinkarnasi ke delapan masih hidup atau tidak? Ia tidak yakin.
Kaia juga tidak paham akan hal itu. Apa yang ia lihat di Pulau Keberkahan tidak sampai pada bagian apakah Ren masih hidup atau telah mati di dunia modern itu.
"Maaf," ujar Ren acuh tak acuh.
Sebelum Jurado bisa protes, matanya ditatap jengah oleh Ren. Ia merasa jika kakak agungnya menatapnya dengan tatapan jijik dan penuh beban. 'Well, at least he tried. Aku tidak bisa melawan Kak Ren lebih dari ini atau aku akan dijadikan Jurado panggang malam ini!' teriak batin Jurado. "Tidak apa-apa, Kak Ren dan Kakak Ipar. Aku selalu menjadi sosok yang sabar dan pemaaf. Tidak ada alasan bagiku untuk tidak memaafkan kalian berdua."
"Tch," decih Ren yang dihadiahi tatapan tidak peduli oleh Jurado.
"Ngomong-ngomong, ini! Coba pakailah. Aku telah mengatur agar lingkar jarinya cocok dengan jari indah Kakak Ipar dan jari badak Kak Ren."
"Kau!" Ren mengapit kepala Jurado dengan lengannya dan menjitaknya sekali.
Meski benjolan muncul di kepalanya, Jurado masih sempat tersenyum dan menunggu pujian dari kedua kakaknya.
Ren yang paling pertama mengambil cincin yang telah ditempa ulang oleh Jurado. Ia mengambil yang dilapisi lima permata. Jika ada kesempatan, ia akan mengganti permata-permata itu dengan yang lebih bermanfaat untuk Kaia. Yah, jikalau kelak ia dan Kaia bisa mendapatkan permata seperti itu. Tangan Ren yang besar mengambil tangan Ren yang lebih kecil dan memasukkan cincin berhias permata itu masuk ke jari manisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingless
AdventureBerparas menawan, tinggi semampai, hingga berbudi luhur. Apalagi yang bisa diharapkan oleh Ren dari sosok Kaia? Bahkan Kaia masih terus mengejarnya dan melindunginya sampai saat terakhirnya. Karma mungkin sedang tertawa padanya, menamparnya dengan f...