"10 koin emas hanya untuk menculik 2 orang anak?"
"Ya, aku akan memberikanmu 3 koin emas sebagai uang muka. Sisanya akan kuberikan jika kau berhasil membawa 2 anak itu tepat ke hadapanku."
"Ya! Ya! Ya! Aku mau! Beritahu aku anak siapa yang harus kuculik?"
"Mereka. Dua anak kecil berambut silver dan merah yang sedang makan Cotton Candy dibagi dua."
"Hm? Dibagi dua?"
"Ya, tidakkah kau melihatnya? Mereka yang hanya setinggi lutut orang dewasa."
"Oh! Itu mudah! Aku akan membawanya padamu dengan segera."
Beberapa jam yang lalu, ia sangat percaya diri bisa menculik Didi dan Gigi yang masih balita. Namun seorang penculik sepertinya terjebak dalam situasi ini, tidakkah ajalnya sudah ada di depan mata?
Ren menatap si penculik dengan memiringkan kepalanya ke kanan. Matanya menyala dan ekspresinya datar. Si penculik terus berlari dan berlari, namun Ren seolah tidak terganggu dan berlari dengan posisi menyamping.
Si penculik lalu ingin melarikan diri dengan berbelok ke kiri, akan tetapi ia tidak pernah mengira jika Kaia juga melakukan hal yang sama. Bedanya, Kaia memiringkan kepalanya ke kiri. Matanya juga menyala dan ekspresinya cemberut. Sekeras apapun ia berlari, Ren dan Kaia mengikuti dengan posisi mengapit pria malang itu.
Sampai kakinya tidak sanggup lagi, akhirnya si penculik terjatuh. Sebelum menyentuh tanah, Ren menarik kerah belakangnya agar si penculik tidak jatuh menindih putra dan putrinya. Tangan kiri Ren yang terangkat ke atas membuat si penculik tergantung dengan Didi dan Gigi di dalam pelukannya. Kaia segera mengambil kedua anaknya masuk ke dalam pelukannya.
"Menculik anakku, apa kau sanggup menanggung konsekuensinya?" tanya Ren dengan aura yang mencekam.
Si penculik menangis tersedu di dalam hatinya. Jika seperti ini, ia sangat menyesal telah meremehkan Didi dan Gigi yang kini cekikikan di dalam pelukan Kaia. Ia tidak pernah mempertimbangkan jika orangtua dari dua balita itu begitu tinggi dan kuat. Yang tidak masuk di akalnya adalah kenapa kedua orang itu bisa berlari menyamping tanpa melihat ke depan?! Bahkan menyamai langkah kakinya yang sedang berlari dengan blingsatan.
Dengan posisi bersujud, si penculik segera meminta maaf dan menceritakan semua yang terjadi padanya. Dia bercerita bagaimana seseorang yang berparas sangat cantik datang padanya untuk sebuah tugas. Meski rasa takut masih membayangi hatinya, mau tidak mau si penculik harus mengakui segalanya atau nyawanya bisa melayang dalam sekejap mata.
Ren terkikik berbahaya. "Sialan," geramnya yang mampu didengar oleh si penculik. Dengan ini, tangan dan kaki si penculik semakin gemetar.
Kaia menghela napas. "Sudahlah, Vernio menyuruh pria ini mungkin karena dia sudah tidak punya cara lain. Suaminya tidak lagi peduli padanya, menurutmu akan lari ke mana dirinya jika tidak mengandalkan diri sendiri?"
"Tapi . . . anak-anakku?" Ren masih tidak terima.
"Ayah, aku baru saja ingin mematahkan kepala pria ini." Didi menggembungkan pipinya dengan lucu.
"Ayah tidak perlu khawatir, aku juga hampir saja menusuk jantungnya. Untung saja Ayah dan Ibu segera datang." Gigi memeluk sisi tubuh Kaia.
Si penculik yang mendengar celotehan balita yang belum tahu cara cebok sendiri itu segera merinding. 'Untung saja, untung saja. Oh Tuhan, aku tidak akan berbuat jahat lagi,' tangisnya dalam hati.
Sore itu, Ren dan Kaia makan malam di penginapan mewah mereka. Kaia menikmati seporsi hidangan utama, sedang Gigi menikmati setengahnya—plus susu hangat herbal yang telah diresepkan oleh ibunya sendiri. Sedang Ren menghabiskan 19 porsi menu utama dan Didi 13 porsi menu utama—plus susu hangat herbal yang sama dengan yang diminum oleh Gigi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingless
AdventureBerparas menawan, tinggi semampai, hingga berbudi luhur. Apalagi yang bisa diharapkan oleh Ren dari sosok Kaia? Bahkan Kaia masih terus mengejarnya dan melindunginya sampai saat terakhirnya. Karma mungkin sedang tertawa padanya, menamparnya dengan f...