"Di mana gadis itu?" tanya Ren.
Tahu akan siapa yang dimaksud oleh kakak mereka, ketujuh dari mereka sedikit menunduk sedih. Mereka takut jika kakak agung mereka akan mundur dan lebih memilih bersama gadis itu dibanding menyelamatkan nyawa kakak ipar mereka. Alhasil, suara Al akhirnya terdengar dengan nada tidak ikhlas, "terjebak di lantai 1, dia mencoba memaksa masuk dan terus berteriak ingin pergi ke lantai 10."
"Lantai 10?" Ren mengernyitkan dahinya. Dari luar, lantai 10 memang terlihat yang paling menggiurkan. Beberapa tanaman langka yang tidak sengaja dipungut olehnya dan adik-adiknya untuk Kaia terpajang dari luar. Tidak memungkinkan bagi makhluk hidup untuk terbang dari luar dan langsung menginjak lantai-lantai tertentu di istana mengingat segel tingkat tertinggi telah menyatu dalam sistem Istana Ruthven. Terbang ke lantai 10 adalah mustahil, satu-satunya cara hanyalah melangkah dari lantai 1, lalu 2, dan seterusnya.
"Jurado menjelaskan jika setiap lantai memiliki pemilik. Sadar jika lantai 10 adalah milik Kakak Ipar, dia kemudian ingin mengambil lantai itu untuk dijadikan lab." Esther menjelaskan secara tidak terima.
"Biarkan Mormo mengawasi gadis itu di lantai 1, aku ingin mengembalikannya secara hidup-hidup ke keluarganya. Dengan melakukan ini, seharusnya cukup bagiku untuk membalas budi dari pengorbanannya di masa lalu."
Mormo adalah pangeran ke-10 yang menjaga lantai pertama dari Menara Gastrell yang ada di lantai 7. Sedangkan Alger adalah pangeran ke-1. Masih ada 8 pangeran lagi di Menara itu.
Mendengar penjelasan sang kakak agung, ketujuh kakak beradik segera gembira. Dengan cepat, Al memanggil Mormo yang bertubuh Zombie untuk segera mengawasi Monza di Area Padang Pasir milik Jurado. Sedangkan Jurado telah memberikan izin bagi Mormo untuk masuk ke lantai pertama miliknya.
Ren mengangkat peti mati Kaia ke halaman belakang Istana Ruthven dimana persidangan biasa dilakukan. Hakim Agung telah menyingkirkan beberapa atribut sidang agar tidak rusak oleh kekuatan paksa milik sang tuan. Ren menutup matanya sebelum kemudian berujar rendah, "from Eight Evil Thoughts into Seven Deadly Sins, Arise!"
(dari Delapan Pikiran Jahat menjadi Tujuh Dosa Pokok, Bangkit!)
Sklera mata ketujuh adiknya yang berwarna putih segera menjadi hitam, Alger dan yang lainnya kemudian memposisikan diri mereka menjadi lingkaran sempurna. Dari yang tertua kemudian ditutup ke yang termuda. Tidak hanya adik-adiknya, namun Sklera mata Ren sendiri juga berubah menjadi hitam—warna asli sklera matanya. Retina matanya yang awalnya berwarna ungu berubah menjadi merah darah. Kulitnya yang kecoklatan tiba-tiba dipenuhi dengan corak hitam mirip tato. Perubahan pada tubuhnya adalah efek jika ia menggunakan sihir tingkat tinggi.
Ren akan kembali normal jika ia telah selesai menggunakan sihir tingkat tingginya.
Setelah berhasil memanggil 7 dosa besar, Ren kemudian mencoba memanggil 7 kebajikan surgawi. Tangannya terarah ke peti mati super indah milik Kaia. "Seven Heavenly Virtues, hear my pray. Come! The Great Kingdom of Archangels!"
(Tujuh kebajikan surgawi, dengar doaku. Datanglah! Kerajaan Agung dari Malaikat Agung!)
Tanah yang awalnya rata tiba-tiba sedikit bergetar, tujuh patung besar kemudian muncul dan melingkari lingkaran yang telah dibuat oleh adik-adiknya. Dengan levelnya, seharusnya mudah baginya untuk memanggil Seven Heavenly Virtues. Hal ini juga diperkuat dari hubungan perasaan yang dimilikinya dengan Kaia selaku pemilik kekuatan itu. Jika perasaan semakin kuat, maka semakin mudah memanggil mereka.
Bagian yang sulit adalah menggunakan kekuatan dari Seven Heavenly Virtues. Untung saja, Ren tidak membutuhkan kekuatan mereka, ia hanya ingin ikatan dari Seven Heavenly Virtues terhubung dengan Seven Deadly Sins miliknya agar gerbang Surga dan Neraka bisa terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingless
AdventureBerparas menawan, tinggi semampai, hingga berbudi luhur. Apalagi yang bisa diharapkan oleh Ren dari sosok Kaia? Bahkan Kaia masih terus mengejarnya dan melindunginya sampai saat terakhirnya. Karma mungkin sedang tertawa padanya, menamparnya dengan f...