Chapter 28. Ciuman

61.9K 4.5K 210
                                    

Happy Reading
.
.
.
______

Langkah Aira terhenti di tengah lorong kelas ketika mata hitamnya beradu dengan sepasang mata yang menatapnya dari kejauhan. Tubuhnya kaku, hatinya berdesir syarat kerinduan. Ia ingin berlari menubruk tubuh itu dengan kuat memeluknya erat. Tapi tidak bisa seolah ada tali yang menjerat kakinya.

Mereka sering bertemu di sekolah baik di kantin, perpustakaan, ruang musik, taman atau tempat mana pun tapi baru kali ini mereka saling tatap setelah Aira menikah dan mungkin lelah menghindar.

Devano Ananda Wijaya.

Dengan tangan disaku, Devan melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Lorong yang sepi membuat Aira bisa mendengar suara sepatu Devan yang beradu dengan lantai. Aira menahan nafas melihat Devan berdiri di depannya.

Devan menatap dalam Aira.

"Apa kabar?" Tanya Devan dingin.

Aira mengerjab. "Baik kak. Aku baik." Jawab Aira tersenyum simpul.

"Yakin?"

Aira terdiam. Kemudian mengangguk.

Devan melirik perut Aira yang tertutup seragam gadis itu. Aira sengaja memakai seragam kebesaran agar kehamilan nya tidak ada yang tau. Tapi siapa pun bisa merasakan perubahan dalam diri Aira. Badannya yang berisi, pipinya yang chuby, auranya yang berbeda, wajahnya terlihat lelah dan tatapan matanya yang sayu. Devan bisa menebak Aira tidak tidur semalaman.

"Hmmm. Darren bahagiain lo?" Tanya Devan sedikit mendesak.

"Iya, kak Darren bahagiain aku bahkan kak Darren juga gak sabar mau ketemu sama de-dek ba-yi." Jawab Aira menunduk memilin jarinya. Devan yang melihat itu tersenyum tipis, sedikit rindu dengan kebiasaan Aira.

Devan mengangguk. Tanpa kata ia meletakkan tangan kirinya menarik mendekat pinggang Aira padanya hingga wajah gadis itu terbenam di dadanya. Tangan satunya ia taruh di belakang kepala Aira menekannya lembut. Devan terpejam merasakan wangi dari tubuh adiknya.

Sekali ini saja, biarkan ia memeluk adiknya sebelum Aira berubah suatu saat nanti.

Sementara Aira mematung sebelum membalas pelukan Devan dengan erat. Gadis manis itu tersenyum lebar. Ia tidak mimpi kan?

Sekian tahun baru kali ini ia memeluk Devan, kakaknya. Aira bahagia makin main. Ia semakin mempererat pelukan mereka membuat wajahnya teredam di dada Devan.

"Gue sa-yang lo Aira." Lirih Devan dalam hati sembari mencium pucuk kepala Aira.

________

Reynand menatap jalanan aspal yang basah karena hujan yang turun secara tiba-tiba saat pulang sekolah. Untungnya ia cepat memarkirkan motornya di depan halte tempatnya berteduh sekarang. Laki-laki dingin itu mendengus, selain irit bicara ia sangat tidak suka yang namanya hujan. Merepotkan. Awal mula ia tidak suka hujan karena dulu sewaktu kecil ibunya memarahinya habis-habisan karena lupa mengangkat jemuran dan tak hanya itu uang jajannya juga di potong akibat pulang sekolah basah-basahan membuat bukunya basah semua. Padahal jika dipikir-pikir itu bukan salahnya, salahkan saja hujan itu yang datang tiba-tiba. Daat saat itulah ia benci hujan.

"Ganteng banget njir!"

"Anak pelita dia."

"Ya ampun mimpi apa gue semalam ketemu sama cogan disini."

"Saking ganteng nya pengen banget gue karungi."

"Gue suka banget sama matanya."

Darren : My Husband [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang