Happy Reading ❤
.
.
.
_________Darren mengacak rambutnya frustrasi melihat banyaknya kertas-kertas yang bertebaran di meja belajar miliknya. Beberapa hari ini ia jadi jarang tidur akibat pekerjaan kantor yang di berikan Alvian padanya. Awalnya Darren terima saja dan menikmati pekerjaannya, tapi lama kelamaan laki-laki itu jadi pusing memikirkan bagaimana mengerjakan pekerjaan itu sebanyak ini di saat ia masih duduk di bangku sekolah.
Darren menggeram emosi kala mengingat ucapan ayahnya beberapa waktu lalu. Darahnya langsung mendidih, ingin sekali menonjok sesuatu untuk melampiaskan emosi-nya. Bukan hanya waktu sehari-harinya yang di sita, untuk berkumpul bersama sahabatnya saja sudah jarang apalagi mengikuti balapan. Sialan!
Darren duduk di kursi belajar, meraih ponselnya kasar untuk menghubungi ayahnya.
"Hal,-"
"Pa, maksud papa apa kasih Darren kerjaan kayak gini? Darren mau aja pah, tapi gak sebanyak ini. Bisa-bisa kepala Darren pecah." Keluh Darren memotong ucapan Alvian.
"Ck, gak sopan. Itu konsekuensi-nya kamu harus kerja buat kebutuhan hidup kamu sama Aira. Darren, kamu udah nikah bentar lagi jadi seorang ayah, menjadi kepala keluarga itu harus bertanggung jawab. Kamu gak malu apa nikah tapi masih minta uang orang tua?" Tanya Alvian sedikit meledek.
"Tapi gak gini juga, Darren masih butuh kebebasan pah, Darren pengen bebas kayak dulu." Ujar Darren memelas berharap Papa-nya ini mengerti.
"Ini salahnya kamu hamilin anak orang." Jawab Alvian sama sekali tidak membantu.
"Terus Papa mau gimana? Papa gak kasihan sama Darren pulang sekolah ke kantor hadirin pertemuan, pulangnya malam udah gitu bukannya istirahat malah kerja lembur. Bisa mati muda aku."
"Jangan ngeluh, Ren. Selain karena kamu memenuhi kebutuhan hidup kamu sama Aira, kamu juga harus belajar mengendalikan perusahaan karena bagaimana pun kamu itu pewaris tunggal Aditama. Papa gak mau ketika kamu udah dewasa kamu malah keteteran nanti, kan jadi ribet makanya belajar mulai sekarang." Papar Alvian lembut.
"Tapi Darren gak mau jadi pewaris." Bantah Darren datar, percuma bicara panjang lebar dengan papa nya ini kalau ujung-ujungnya tidak ada yang berubah.
"Lupakan impian kamu. Kamu gak akan pernah jadi pembalap Darren, sudah papa ingatkan sama kamu berkali-kali kubur impian kamu itu!" Tegas Alvian lugas.
Darren muak sungguh. Tanpa kata ia langsung mematikan sambungan telpon lalu membanting-nya ke dinding dengan keras.
Laki-laki bertindik hitam itu meremas rambutnya, bingung bagaimana ke depannya nanti. Di saat seperti ini hanya ada satu orang yang ia inginkan. Ia ingin melihat senyuman itu, ia ingin mendengar suara lembutnya, ia ingin memeluk tubuh mungil itu, ia rindu aroma tubuhnya.
"Aira.." ucap Darren antusias sembari tersenyum lebar. Tak mau membuang waktu, Darren menyambar jaket-nya kemudian berlari kencang keluar dari apartemen menuju basement.
Waktunya menjemput sang istri.
Mengenai soal Selly, gadis itu sudah pulang tadi malam jam tiga dini hari karena ada urusan yang sangat mendesak.
Darren melajukan kendaraannya kencang tanpa peduli reaksi amarah para pengendara lain maupun pengguna jalan. Ketika melihat lampu lalu lintas akan berubah merah Darren menginjak pedal gas kuat hingga diatas rata-rata. Kelakuannya itu mengundang decak umpatan dari pengendara motor dan mobil. Darren tidak peduli malah ia senang melihat wajah mereka.
Saat hampir tiba di markas mendadak mata coklat terang miliknya melihat punggung seorang gadis yang memakai gaun putih panjang semata kaki yang terasa familiar di pandangannya berjalan sendirian di bahu jalan sambil mengangguk-anggukan kepalanya dengan bibir mungilnya bergerak. Darren tebak gadis itu menyanyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darren : My Husband [ END ]
Teen Fiction*FIKSI REMAJA* [ 𝕊𝔼𝔹𝔼𝕃𝕌𝕄 𝔹𝔸ℂ𝔸 𝔽𝕆𝕃𝕃𝕆𝕎 𝔸𝕌𝕋ℍ𝕆ℝ ] Baca sebelum di hapus Warning [ 🔞 ] mengandung kata-kata kasar, kekerasan, kata kotor, vulgar harap bijak dalam membaca. Konflik dalam cerita ini berat, jika tidak suka jangan baca d...