Chapter 54. Penolakan

65.7K 4.6K 295
                                    

Happy Reading
.
.
.
------

Darren mengacak rambutnya frustrasi sebelum memasukkan kembali bola berwarna orange itu ke dalam ring kemudian berjalan dan duduk di bangku tribune. Darren mengambil botol minum, meminumnya hampir setengah lalu diletakkan kembali ke tempatnya. Laki-laki bertindik hitam itu membuka baju olahraga-nya dan menaruhnya sembarangan membiarkan dirinya telanjang dada.

Darren memejamkan matanya, napasnya memburu membuat dadanya naik-turun akibat permainan basket yang dimainkan-nya hampir dua jam. Keringat mengalir dari kening turun ke leher dan dada hingga perut kotak-kotaknya membuatnya tampak lebih seksi.

Para gadis yang tidak sengaja melewati lapangan basket dan melihat Darren duduk sendiri di tribune, terpekik kaget melihat pemandangan yang langkah menurut mereka. Di sekolah Darren dikenal sangat dingin, jarang bicara, sulit diajak berteman dan itu hanya berlaku untuk kaum hawa, berbeda jika dengan kaum adam.

"Gila, ganteng banget kak Darren."

"Iya, mana hot banget lagi benar-benar menguji iman."

"Gue kalau lihat kak Darren, suka jantungan pipi gue merah-merah gitu padahal dia gak ngapa-ngapain."

"Emang sih, pesona kak Darren tuh kuat banget."

"Duhh, tuh lihat perutnya bawah gue jadi basah."

"Dih! Gila lu ya, mesum banget lu."

"Ck, gak usah munafik lo, bilang aja lo juga gitukan?!"

"Hehehe, iya sih, tapi beneran deh lihat kak Darren otak gue lari-lari.... Apalagi kalo bayangin di ranjang... Duh gue jadi ikutan basah, gara-gara lo nih!"

"Ya makanya jangan di bayangi njing, bisa-bisa gue yang lo terkam."

"Cih! Gue gak belok ya!"

Darren membuka matanya kala mendengar suara berisik yang mengganggu indra pendengarnya. Melihat dua orang gadis yang bersembunyi di tembok dengan mata mengarah padanya membuat Darren berdecak, mana tatapan mesum lagi.

"WOI GAK USAH NGINTINP LO ANJING! PERGI SANA!" Bentak Darren keras menatap nyalang.

Kedua gadis itu terperanjat kaget mendengarnya kemudian pergi dari sana dengan tubuh gemetar.

Sementara Darren mendengus, melirik tubuhnya sendiri yang tidak pakai baju. "Nih badan cuma milik Aira. Gak ada yang boleh liatin selain si, Ai." Gumam Darren sedikit posesif pada dirinya sendiri seolah tubuhnya memang milik Aira.

Mengingat Aira, Darren jadi teringat kejadian dua hari yang lalu dimana Gina menamparnya dan memaki-maki sahabatnya. Darren tidak tau apa masalah mereka, tapi ia bisa melihat bagaimana terlukanya Gina kala itu. Saat akan bertanya, gadis yang sangat mencintai sahabatnya itu malah memeluk Aira sembari menangis sesegukan. Darren hanya pasrah ketika Aira menyuruhnya pulang dan mengatakan ingin berbicara berdua dengan Gina.

Darren keluar dari lapangan basket setelah memakai bajunya sambil menyugar rambutnya ke belakang menampakkan dahinya yang mulus. Laki-laki bertubuh tinggi tegap itu berjalan santai ke kantin mengabaikan tatapan memuja dari kaum hawa, baginya itu sudah biasa. Darren duduk di bangku pojok dekat kaca yang mengarah ke taman.

"Hai, Darren,"

Darren yang tengah bermain game mendongak dan melihat Jenni duduk di depannya. Laki-laki itu hanya diam kembali bermain game.

"Kok lo sendiri, Ren. Yang lain pada kemana?" Tanya Jenni menopang dagunya.

Darren mengangkat bahunya acuh.

Darren : My Husband [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang