Chapter 1. Aira Kilara Isabella Wijaya

138K 8.4K 674
                                    

REVISI

BACA ULANG?

BARU BACA?

****

Plis ya jangan ada lagi yang protes namanya kalau nama 'Aira' itu islam, susah anjim cari nama yang namanya ada Airanya karena islam semua. Lah terus kenapa gak diganti aja? Soalnya kan itu nama udah nyantol banget di hati kan gak enak kalau mau baca jadi nama lain (ganti). Jadi, jangan ada yang protes lagi apalagi nanti di part PERNIKAHAN. Ini fiksi gak usah dibawa serius soal nama.

Kalau ada yang protes mending ku take down.

****

Tak pernah dianggap?

Tak pernah mendapat kasih sayang?

Selalu diacuhkan?

Dipukul? Disiksa? Dihajar habis-habisan?

Itulah makanannya sehari hari. Tiada hari tanpa kekerasan.

Dari kecil ia tak pernah mendapat kasih sayang. Hidupnya tak pernah ada yang namanya kasih sayang orang tua. Ayahnya sering memukulnya hanya karna masalah kecil. Dan bundanya sering kali tak memberinya makan, sebagai hukumannya saat ia malas bekerja. Saudaranya hanya diam saat ia dihukum, malah mereka ikutan membencinya. Hanya satu pertanyaaanya, kenapa ia di perlakukan beda dari saudara nya? Setiap kali ia bertanya, jawabannya hanya tamparan dari sang ibu.

Seperti saat ini ia harus mendekam di gudang karna ia tak sengaja menjatuhkan guci kesayangan bundanya. Badannya penuh lebam biru, pipinya memerah, sudut bibirnya berdarah, dan badannya kesakitan.

Aira Kilara Isabella, gadis manis itu sudah berjam jam dikurung di gudang. Tangannya yang terdapat bercak darah memegang perutnya yang berbunyi. Ia kelaparan. Pulang dari sekolah bukannya makan dan istirahat, ia malah dikurung.

Aira, memejamkan matanya guna menghalau rasa laparnya. Bibirnya bergetar sedetik kemudian suara isakan tangis terdengar. Selalu seperti ini setiap kali ia melakukan kesalahan kecil ia dihukum. Setelah lelah menangis gadis itu tanpa sadar tertidur.

Malam hari

Brukk

Pintu gudang yang dibuka secara kasar membangunkan Aira. Gadis itu menatap ayahnya yang menatapnya dingin. Senyum Aira hadir melihat ayahnya.

"Ayah." Panggil Aira sambil berdiri berjalan mendekat pada sang ayah. Andre, ayah Aira hanya diam, matanya menatap penampilan putrinya yang jauh dari kata baik.

"Ayah baru pulang?" Tanya gadis itu menatap Andre yang masih mengenakan baju kerjanya.

Andre menatap sinis putrinya. "Bukan urusan kamu. Sekarang ganti baju kamu dan cuci mobil saya." Setelahnya Andre berlalu meninggalkan Aira yang menatapnya nanar.

Aira memegang perutnya, ia lapar sungguh. Badannya lemas. Dengan lunglai ia berjalan ke kamarnya untuk membersihkan diri. Setelahnya mengobati lukanya yang sudah mengering.

Saat berjalan menuruni tangga ia melihat keluarganya sedang bersantai ria diruang tamu. Mereka tampak tertawa dan saling berbagi cerita. Aira menahan air matanya, ia tidak boleh menangis sudah cukup tadi sore air matanya terbuang sia-sia.

Aira berjalan menuju pintu rumah berniat membersihkan mobil ayahnya saat Anita sang bunda memanggil dirinya. Aira berbalik.

"Kenapa bun?" Timbul harapan dihatinya, bunda akan menyuruhnya bergabung atau setidaknya di suruh makan.

"Saya mau nanya, gimana cara kamu mengganti guci saya yang sudah kamu rusak?" Tanya Anita menatap tak suka Aira. Aira menelan ludahnya. Ia pikir Anita akan menyuruhnya makan tapi tidak wanita itu malah membahas gucinya yang pecah.

Darren : My Husband [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang