Happy Reading
.
.
.
------Beberapa hari kemudian.
Gina menatap datar taman belakang sekolah Pelita sembari meremas sesuatu yang berada di telapak tangannya. Taman itu indah, banyak ditumbuhi tanaman juga bunga-bunga yang cantik membuat siapa saja pasti betah berlama-lama disana. Tapi tidak bagi Gina, malah melihat itu semua menciptakan sesak di dada mengharuskan ia memukul-mukul dadanya sendiri. Menurutnya taman ini terlalu suci untuk di pijaki manusia kotor seperti dirinya.
Bukannya menghilang rasa sesak itu semakin menjadi-jadi. Bayang-bayang dimana ia di perkosa malam itu tergiang di benaknya bagai kaset putar.
"Lepas! Lepasin gue, gue mohon."
"Diam bitch! Nikmati aja, oke?"
"Gak! Gak! Go, jangan Go gue moho,-"
Plakk..
"Lo diam aja jalang! Berisik banget lo!"
"Ahhh... Gila enak banget. Masih perawan ternyata."
"Gantian, Go. Gue juga pengin, udah gak tahan nih."
"Sama, gue juga."
"Sabar, aelah."
Disaat mereka mendesah kenikmatan, Gina menatap langit malam sambil berdoa dalam hati semoga penderitaannya berakhir. Empat jam terasa setahun bagi Gina. Ia merasa seperti di eksekusi mati. Saat giliran Hugo yang menggagahinya, Gina bisa melihat pahatan wajahnya dari bawah. Ia berpikir, tidak seharusnya ia mencintai laki-laki brengsek seperti Hugo. Cintanya terlalu berharga untuk laki-laki bejat itu.
Gina bagai bola yang di oper sana-sini, dan Gina hanya pasrah dengan nasibnya percuma untuk melawan. Berusaha untuk menyelamatkan dirinya, yang ada ia yang malah di tampar belum lagi mereka ada enam orang. Dan enam orang itu memasukinya dalam waktu dua puluh menit per orang bergantian dengan yang lain. Sesuai kata Hugo.
Gina menatap lengannya saat merasa ada setetes air jatuh, dan ternyata airmatanya yang segera ia hapus. Gina menghela napas panjang, sahabat yang selalu ada untuknya bagai benalu yang patut di hempaskan jauh-jauh dari bumi. Di depan dia baik, tapi di belakang dia busuk.
Gina terkekeh. "Bajingan lo semua."
Bunyi bel tanda berakhirnya istirahat, membuat Gina langsung pergi dari sana. Saat akan melewati gudang yang memang berdekatan dengan taman, langkah Gina terhenti kala mendengar suara seseorang yang sangat familiar.
"Go, gue hamil" ujar Karin mengusap perutnya.
"Lo....hamil?" Tanya Hugo memastikan.
Karin mengangguk. "Iya, tadi gue udah periksa dan ternyata gue positif hamil"
Hugo mengerjap.
"Lo gak senang? Ini anak lo kalo lo curiga."
Hugo menggeleng. Mengusap pipi Karin kemudian mengecupnya.
"Gak kok. Tenang aja, gue bakalan tanggung jawab" kata Hugo membuat Karin tersenyum lebar. Manik Hugo menatap bibir Karin dan secara perlahan mendekatkan wajahnya lalu menempelkan bibirnya di bibir Karin. Dan dengan senang hati Karin membalas ciuman prianya.
Gina menoleh dan membeku melihat laki-laki yang dicintainya juga sahabatnya berciuman. Dan apa tadi? Hamil? Karin hamil?
Sontak Gina menatap sesuatu yang sedari tadi berada di genggamannya.
Gue juga hamil, Go.
***
Darren menatap datar langit-langit kamarnya. Pandangannya kosong seakan tidak ada kehidupan di dalamnya. Wajahnya tenang, sangat tenang bagai air yang tidak tersentuh. Tapi Alvian yang berada di sebelahnya tau anaknya sedang sedih. Terlihat jelas bulir airmata yang jatuh di samping mata Darren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darren : My Husband [ END ]
Teen Fiction*FIKSI REMAJA* [ 𝕊𝔼𝔹𝔼𝕃𝕌𝕄 𝔹𝔸ℂ𝔸 𝔽𝕆𝕃𝕃𝕆𝕎 𝔸𝕌𝕋ℍ𝕆ℝ ] Baca sebelum di hapus Warning [ 🔞 ] mengandung kata-kata kasar, kekerasan, kata kotor, vulgar harap bijak dalam membaca. Konflik dalam cerita ini berat, jika tidak suka jangan baca d...