Chapter 39. Tangisan Aira

84K 5.1K 1K
                                    

Happy Reading
.
.
.
__________________________

Diruangan yang serba putih serta aroma obat-obatan, Aira terdiam menunduk diatas brankar sambil memandangi perutnya sesekali mengetuknya pakai jari telunjuk. Wajahnya sembab, kantung matanya bengkak, sisa-sisa airmata masih berbekas di pipinya yang sedikit chuby.

Aira pikir apa yang ia dengar kata dokter tadi saat memeriksanya hanya mimpi, Aira pikir apa yang ia takutkan tidak terjadi, Aira pikir bayinya hanya satu. Tapi ternyata.... Kembar. Dan salah satu dari mereka pergi sebelum lahir ke dunia ini, sebelum memanggilnya Mama, sebelum ia memberikan ciuman pertama untuknya. Aira masih tidak percaya kalau anaknya meninggal di-dalam kandungan yang bahkan belum ia lihat bagaimana wajahnya. Apakah mirip dengannya atau Papa-nya, Aira tidak tau. Yang Maha Kuasa tidak mengizinkan ia melihat rupanya.

Kini hanya tinggal satu, Aira berjanji akan menjaga anaknya dengan lebih hati-hati. Mungkin kepergian bayinya adalah salah satu rencana Tuhan untuk mengisi surga-nya. Aira belum ikhlas, sungguh. Disaat seperti ini Aira butuh seseorang untuk dijadikan sandarannya. Aira butuh Darren, suaminya. Ia butuh laki-laki bermata cokelat itu, memeluknya, menumpahkan tangisan kekecewaan terhadap dirinya yang tidak becus jadi seorang ibu.

Gadis manis itu mendongak kala mendengar suara pintu terbuka bersamaan munculnya seorang pria tinggi tegap, berkulit putih, senyuman manis, rambut acak-acakan terkesan badboy. Ciri khas seorang Kevin Almahera Handoko.

Kevin duduk di kursi samping brankar Aira. Tangannya terangkat menghapus bekas airmata di pipi gadis yang sangat ia cintai itu. Kemudian ia meletakkan telapak tangannya yang satu lagi ke perut Aira seraya memajukan wajahnya disana. Mengecup pelan.

"Kuat ya, sayang, jangan buat Mama sedih lagi. Kasihan Mama gak ada yang nemenin nanti kalau kamu pergi juga. Maafin Om sama Mama yang baru tau kalau kalian kembar, kita gak tau sayang. Om janji bakalan jagain kamu sama Mama, ya." Ucap Kevin sambil mengecupi perut Aira dengan mata terpejam. Ia tidak bohong, ia sangat menyayangi bayi yang ada di perut Aira, walau ia bukan ayah kandungnya tapi ia tulus mengasihani bayi itu layaknya anaknya sendiri.

Aira tersenyum, meski ia sedikit kecewa karena yang datang bukan orang yang ia harapkan tapi Aira bersyukur masih ada Kevin untuknya. Kevin menjauh dari perut Aira lalu menatap gadis itu dalam.

"Gak papa ya, dia pergi. Mungkin Tuhan tau kalau lo ngurusin mereka berdua, lo pasti kerepotan apalagi lo masih muda gini. Juga lo keenakan sih dapat dua bayi sekaligus, surga juga butuh mereka kali." Tambah Kevin nyengir membuat Aira mendengus.

Salahin kak Darren, benihnya mantul banget.

Aira tersenyum saat Kevin tersenyum menatapnya. "Kakak, habis nangis?" Tanya Aira baru sadar melihat mata Kevin sedikit bengkak.

Kevin memegang matanya. "Oh ini, gue kelilipan pas naik motor gara-gara si Hugo bawanya kekencangan. Jadinya gini bengkak." Dusta Kevin tersenyum lebar.

Aira menggeleng pelan. Ia mengusap mata itu perlahan sembari memajukan wajahnya untuk meniup mata laki-laki berparas tampan itu. Kevin mematung melihat wajah manis Aira sedekat ini.

Jantung gue anying, jedag-jedug!

Aira menjauhkan wajahnya, mengernyit kala melihat wajah Kevin yang memerah.

"Kok muka kakak merah? Sakit?" Tanya Aira lembut sambil memperhatikan wajah Kevin dari dekat. Kevin gelagapan dengan jantung berdetak hebat, jakun-nya naik turun saat menelan ludahnya. Tak tahan Kevin mundur takut Aira mendengar detakan jantungnya.

"Gue gak papa kok, cuma lagi kepanasan mungkin gue." Gugup Kevin pura-pura mengelap wajahnya yang bahkan sedikit keringat pun tidak ada.

"Masa kepanasan, kan ada AC." Jawab Aira tidak menyadari gelagat Kevin yang duduk gelisah. Tidak mungkin panas, ia saja kedinginan karena suhu AC yang tinggi.

Darren : My Husband [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang