Happy Reading
.
.
.
----Perhatikan nomor urutan
Aku minta tolong, jangan bawa-bawa ending cerita yang lalu sebelum revisi disini maksudnya jangan kasih tau end-nya yang dulu, kalau kayak gini aku jadi mutar otak. Apa-apaan, karena tau gimana end-nya yang revisi jadi minta sad? Bocor banget. Itu rahasia, pembaca yang baru jadi tau kayak gimana endingnya dulu gara-gara komen itu. Jadi yang merasa komennya di hapus, itu aku sengajakan.
Keluarga Wijaya yang tengah sarapan terganggu oleh suara bel rumah membuat Andre dan yang lain saling menatap satu sama lain. Melihat tidak ada yang akan beranjak, Aira memutuskan untuk membuka pintu tapi tertahan kala Anita yang duduk di sebelahnya menahan lengannya.
"Biar, Bunda, lanjutkan aja sarapan kamu." Anita mengusap sekilas rambut coklat sepunggung Aira. Kemudian beranjak membuka pintu, Bi Inah sedang pergi ke pasar jadi tidak lekas membuka pintu. Sementara pelayan yang lain sibuk dengan tugas masing-masing.
"Ayah, ada tamu?" Tanya Reza menggigit ayam gorengnya.
Andre menggeleng singkat. "Gak."
Arkan menatap Aira yang duduk di depannya tengah meneguk susu hamil. "Habis Kakak pulang sekolah, kita ke rumah sakit periksa kehamilan kamu." Kata Arkan membuat Aira menatapnya. Beberapa hari ini Arkan sedang mencoba berinteraksi pada Aira yah walaupun mereka sering bertemu di rumah. Hanya saja Arkan lebih suka membawa Aira jalan-jalan sambil berbincang hangat, dan berharap semoga Aira menerimanya dengan baik setelah semua yang ia lakukan pada gadis itu.
Aira menggeleng. "Kemarin udah periksa sama Bunda." Balas Aira kembali memakan sarapannya dengan menunduk.
Arkan terdiam, berpikir keras bagaimana caranya agar gadis bumil itu mau keluar bersamanya. Jika tidak ada urusan Aira malas ke luar, katanya capek.
"Waktu Kakak pulang, kakak gak sengaja lihat taman di dekor mungkin ada perayaan ulang tahun. Kamu gak mau lihat? Acaranya jam tujuh malam, pasti seru." Tawar Arkan berusaha mengajak Aira. Setau Arkan perempuan suka dengan acara-acara seperti itu apalagi alam terbuka. Tapi sepertinya tidak bagi Aira, karena gadis itu menggeleng pelan.
"Gak."
Arkan menghela napas. Reza, Devan, dan Andre hanya diam menyimak sembari menatap Aira yang asik memakan sarapannya. Sejak Aira tinggal lagi bersama mereka, keluarga Wijaya sudah berusaha mendekatkan diri pada Aira dan ingin mengenal gadis itu lebih dalam lagi tapi Aira seolah menghindar dan tidak mau diajak kemana-mana jika tidak ada keperluan yang penting.
Sementara Anita terdiam kala melihat Dinda berdiri di depannya dengan wajah memelas. Ada apa wanita itu datang sepagi ini ke rumahnya?
Anita mengernyit. "Kamu ngapain kesini?"
"Aku mau ketemu Aira. Dia di dalam kan?"
Anita mengangguk seraya menggeser tubuhnya mengizinkan Dinda masuk. Semua mata langsung menatap Anita yang datang bersama Dinda yang wajahnya tampak sedih.
"Aira." Panggil Dinda membuat Aira sedari tadi menunduk mendongak balas menatap ibu dari laki-laki yang masih dicintainya.
"Sayang, plisss sudahi ini ya, Mama gak tega lihat Darren kayak gini mana kayak orang gila lagi." Ujar Dinda memasang wajah se-memelas mungkin.
Aira diam. Maksudnya?
"Din, mending kamu duduk ceritain semuanya sama kita." Sahut Anita mengusap bahu Dinda. Dinda mengangguk kemudian duduk di seberang Aira. Anita juga ikut duduk di samping Andre.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darren : My Husband [ END ]
أدب المراهقين*FIKSI REMAJA* [ 𝕊𝔼𝔹𝔼𝕃𝕌𝕄 𝔹𝔸ℂ𝔸 𝔽𝕆𝕃𝕃𝕆𝕎 𝔸𝕌𝕋ℍ𝕆ℝ ] Baca sebelum di hapus Warning [ 🔞 ] mengandung kata-kata kasar, kekerasan, kata kotor, vulgar harap bijak dalam membaca. Konflik dalam cerita ini berat, jika tidak suka jangan baca d...