Selamat membaca
.
.
.
.
_______ 🤗Sekali lagi perhatikan nomornya.
Darren memangku kepalanya dengan tangan kiri menghadap Aira yang sedang tertidur pulas dengan posisi telentang sedangkan yang satunya meremas-remas bergantian dada sintal Aira yang kian hari semakin besar. Darren terus memperhatikan sang istri yang sama sekali tidak terganggu dengan aksi nakalnya. Bosan dengan itu-itu saja, Darren menaikkan baju longgar Aira ke atas menampakkan dua bukit kembar yang tampak menggoda di balik bra hitam.
Darren meneguk ludahnya kasar saat adik kecilnya tiba-tiba tegang. Pemandangan yang mengundang nafsu di pagi ini membuat Darren susah bernapas seiring matanya yang menggelap berkabut gairah. Ayolah, dada Aira benar-benar menggoda hingga Darren tidak tahan untuk tidak meremas dada Aira setelah menaikkan bra perempuan itu ke atas. Darren tersenyum lebar sebelum melahap rakus puting kanan Aira dan yang satunya ia remas sembari memainkan puncak dada sang istri.
Asu, enak banget.
Laki-laki bertelanjang dada itu merubah posisi setengah menindih Aira agar tidak menggencet perut sang istri tanpa melepaskan bibirnya dari dada sang istri. Dalam hati Darren geli karena Aira tidak bangun-bangun padahal lagi di grepe.
Kebo si, Ai.
Puas menciumi dada Aira, Darren menatap sang istri dan mensejajarkan wajahnya ke wajah Aira, merunduk sedikit lalu menggesek hidungnya di hidung Aira kemudian berbisik rendah.
"Bangun, sayang." Ucap Darren meletakkan wajahnya di ceruk leher sang istri.
Aira menggeliat kala merasakan ada yang aneh dengan lehernya, seperti digigit. Tak tahan dengan rasa geli dan sakit juga rasa penasaran gadis itu membuka matanya dan kaget melihat wajah Darren berada tepat di depannya. Darren tersenyum, mengecup sudut bibir Aira.
"Morning, Mama."
Aira mengerjap lalu mengangguk.
"Kamu kebo banget." Darren mengelus pipi berisi milik Aira.
"Ngantuk, kak."
Darren merengut. "Kok manggil kak lagi sih? Aku suami mu bukan kakak." Ucap Darren kesal.
Aira terkekeh. "Maaf, aku suka lupa."
"Kebiasaan kamu. Pokoknya hari ini biasa 'kan jangan panggil kak lagi. Paham?" Darren menaikkan alisnya.
Aira mengangguk patuh. "Paham, Papa."
"Aaaa, Aira... jangan manggil gitu" rengek Darren menyembunyikan wajahnya yang memerah ke leher Aira tepat di samping telinga kanan gadis itu.
Gadis bermata hitam legam itu tersenyum geli. Darren masih malu jika di panggil Papa, katanya belum terbiasa.
"Lah, kan bentar lagi jadi Papa, sayang."
"Iya, tapi..tapi aku masih malu." Balas Darren tidak jelas karena suaranya terbenam di bantal.
Aira mengelus rambut sang suami. Selimut yang menutupi tubuh Aira tersingkap membuat Aira dapat merasakan udara dingin pagi dari arah balkon yang sudah di buka Darren. Aira menunduk, matanya membulat kala melihat dadanya yang terpampang jelas. Aira mengeram kesal.
"Baju aku kenapa di giniin?" Tanya Aira sambil membenarkan bajunya.
Darren terkekeh. "Maaf, Ai, kebablasan."
Aira mencibir. "Alesan."
Darren tidak peduli. Ia bangun dari baringannya kemudian menarik tangan Aira agar bangun dan bersandar di kepala ranjang. Darren kembali berbaring dengan paha Aira yang dijadikan bantal menghadap perut buncit sang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darren : My Husband [ END ]
Teen Fiction*FIKSI REMAJA* [ 𝕊𝔼𝔹𝔼𝕃𝕌𝕄 𝔹𝔸ℂ𝔸 𝔽𝕆𝕃𝕃𝕆𝕎 𝔸𝕌𝕋ℍ𝕆ℝ ] Baca sebelum di hapus Warning [ 🔞 ] mengandung kata-kata kasar, kekerasan, kata kotor, vulgar harap bijak dalam membaca. Konflik dalam cerita ini berat, jika tidak suka jangan baca d...