Bab 1

26.9K 1K 53
                                    

Jangan jadi pembaca tak kasat mata. Cukup rasaku padanya saja yang tak kasat mata, namun efek patahnya sangat terasa. Kalian jangan!


SEMOGA SUKA DENGAN CERITANYA.

JANGAN LUPA VOTE AND COMENT.

OKAY!
HAPPY READING, GENGS!

-----

"Rasa sakit paling sakit yang dirasakan seorang laki-laki bukanlah ketika dirinya dikhianati oleh perempuan. Tapi, ketika ia gagal menjadi seorang ayah."

Satu tahu lalu...

Dua garis merah!

Tangan cewek berambut sebahu itu bergetar hebat. Mulutnya terbuka sedikit. Namun, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Mata beningnya menitikkan air. Dari kedua pelipisnya meluncur keringat sebesar biji jagung.

Mata yang telah buram karena air itu pun menyipit. Memastikan sekali lagi apakah pengelihatannya itu tidak salah.

Beberapa detik ia menyipit. Namun, yang dilihatnya memanglah benar. Pengelihatannya tidak salah. Dua garis merah.

Tidak! Ini tidak mungkin!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak! Ini tidak mungkin!

Gadis itu mendudukkan dirinya di atas kasur. Otaknya terus berputar. Gista tidak percaya dengan semua ini. Semua seakan mustahil baginya.

Dengan napas yang tak beraturan. Matanya menatap kosong ke depan. Tidak ada siapa-siapa. Tapi, garis wajahnya menujukkan ketakutan. Jantungnya bergerak secepat laju roller coaster. Dadanya bergerak naik turun.

Gista tahu apa arti dari dua garis merah dari benda putih yang ia pegang itu. Dua garis merah berarti positif. Positif itu artinya... hamil.

Gista menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berucap lirih.

Tidak mungkin! Tidak mungkin!

Gista terus berucap sampai pintu kamar mandinya terbuka. Gadis itu terperangah. Membuat test pack di tangannya jatuh ke lantai.

Gadis berambut pirang sepinggang itu membeku. Tatapannya terpaku pada benda putih yang Gista jatuhkan.

Tubuh Gista menegang. Napasnya tercekat. Oksigen di ruangannya mendadak menipis. Gadis berambut sebahu itu merunduk, mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

"Gista!"

Gadis dengan rambut pirang yang tergerai yang baru selesai mandi itu berjalan cepat dan memungut benda putih yang tadi tanpa sengaja adiknya jatuhkan. Lalu, menggenggamnya erat.

"Kak," panggil Gista lirih. Gista bisa melihat kemarahan yang terpancar dari bola mata kakaknya.

Kanaya berdiri di depan Gista. Tangannya menggenggam kuat-kuat benda putih itu. Wajahnya memerah. Deru napasnya memburu. Ada kaca bening yang melapisi kedua mata indah itu.

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang